Perkuat Kapasitas Hakim Terkait Lingkungan dan Perubahan Iklim
Penguatan kapasitas hakim diperlukan seiring dengan meningkatnya kasus terkait lingkungan dan perubahan iklim.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Kasus lingkungan dan perubahan iklim di sejumlah negara, termasuk Indonesia, sudah banyak yang mengarah pada upaya litigasi atau penyelesaian perkara melalui pengadilan. Oleh karena itu, kapasitas para hakim perlu diperkuat untuk mengatasi tantangan terkait tindakan hukum di sektor lingkungan dan perubahan iklim.
Salah satu upaya memperkuat kapasitas para hakim untuk mengatasi tantangan dalam menyelesaikan kasus lingkungan dan perubahan iklim dilakukan melalui program pelatihan ”Asia Pacific Judicial Training Program on Environment and Climate Law and Adjudication: Judges in Triple-Planetary Crisis World”, di Pusat Pelatihan Yudisial Mahkamah Agung, Bogor, Jawa Barat, Senin (30/10/2023).
Kegiatan ini diselenggarakan Mahkamah Agung (MA) bekerja sama dengan Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) dan ClientEarth. Kegiatan yang diadakan selama tiga hari ini diikuti lebih dari 70 hakim se-Asia Pasifik dan dihadiri lebih dari 25 pembicara hakim terkemuka mancanegara se-Asia Pasifik.
Kegiatan ini juga menghadirkan hakim terkemuka dari sejumlah negara yang berpengalaman dalam ajudikasi lingkungan. Para hakim itu meliputi, antara lain, hakim lingkungan Brasil Antonio Benjamin, hakim agung perempuan pertama di PakistanAyesha Malik, hakim agung Filipina dan Direktur Asosiasi Hakim Perempuan Internasional se-Asia PasifikMaria Filomena Singh, sertahakim terlama pada Pengadilan Tinggi Lingkungan New South WalesNicola Pain.
Direktur Eksekutif ICEL Raynaldo Sembiring mengemukakan, penguatan kapasitas hakim diperlukan seiring dengan meningkatnya kasus terkait lingkungan dan perubahan iklim. Sampai kini ICEL mencatat terdapat 20 kasus litigasi perubahan iklim di Indonesia.
”Jumlah ini menjadikan Indonesia masuk sebagai 10 besar negara dengan kasus litigasi perubahan iklim di luar Amerika dan Eropa. Jadi, kasus ini sudah banyak, tetapi diskursusnya masih sedikit dan pengetahuan yang dibagikan belum terlalu banyak,” ujarnya.
Selama ini permasalahan terkait perubahan iklim banyak terjadi di negara-negara bagian Selatan sehingga penting bagi mereka berkumpul dan berbagi informasi ataupun pengetahuan dalam menyelesaikan kasus tersebut. Oleh karena itu, program pelatihan hakim ini juga akan mempelajari berbagai pembuktian ilmiah.
Menurut Raynaldo, unsur yuridis, khususnya terkait aspek lingkungan dan perubahan iklim, memang berbeda-beda di setiap negara. Namun, hal itu tidak akan berpengaruh signifikan karena salah satu hal yang ditekankan dalam penguatan kapasitas hakim ini yakni untuk mencari inovasi atas tantangan perbedaan yurisdiksi hukum tersebut.
Indonesia masuk sebagai 10 besar negara dengan kasus litigasi perubahan iklim di luar Amerika dan Eropa. Jadi, kasus ini sudah banyak, tetapi diskursusnya masih sedikit dan pengetahuan yang dibagikan belum terlalu banyak.
Dari konteks di Indonesia, Raynaldo menyebut litigasi perubahan iklim hanya terdapat di perdata dan tata usaha negara. Gugatan dalam kasus perdata yang terkait dengan perubahan iklim mayoritas dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena di Indonesia pemerintah memiliki hak gugat.
”Terlepas dari yurisdiksi yang berbeda-beda, kita justru fokus pada substansi hukum yang berkembang di tiap-tiap negara untuk dijadikan bahan pembelajaran,” ucapnya.
Garis terdepan
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan Mahkamah Agung Bambang Mulyono mengutarakan, hakim yang memiliki pengetahuan dengan baik dan berpengalaman amat penting untuk menjaga masa depan Bumi. Oleh karena itu, hukum lingkungan berada di garis terdepan dalam menyelesaikan masalah-masalah krusial terkini.
”Kami percaya bahwa dengan membekali pemahaman yang mendalam tentang hukum lingkungan kepada hakim, kita sedang membuka jalan bagi keputusan hukum yang adil, berkeadilan, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan,” ungkapnya.
Direktur Regional Program Asia di ClientEarthDimitri de Boermenyadari bahwa profesi hukum, terutama hakim, dalam mengadili litigasi iklim memainkan peran penting dalam mengatasi perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati. Pengalaman ClientEarth dalam menyelenggarakan pelatihan yudisial kepada hakim di China telah memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam peningkatan kapasitas hakim lingkungan.
”Pelatihan ini akan memperkuat kapasitas hakim dengan membekali hakim pengetahuan untuk menghadapi berbagai tantangan litigasi iklim. Penafsiran hukum dari hakim sebagaimana tercantum dalam putusan pengadilan akan memengaruhi pemahaman hukum praktisi dan mahasiswa. Karena itu, peningkatan kapasitas hakim berpotensi untuk memengaruhi profesi hukum secara keseluruhan,” ucapnya.