Payung Hukum Kebahasaan yang Lebih Tegas Dibutuhkan
Indonesia butuh komitmen pengembangan kebahasaan yang lebih kuat dan mengikat. Kongres Bahasa Indonesia XII merekomendasikan payung kebahasaan yang lebih tegas.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Payung hukum kebahasaan yang lebih tegas dan mengikat dibutuhkan untuk menjamin pengelolaan bahasa dan sastra Indonesia, bahasa dan sastra daerah, bahasa dan sastra asing, serta literasi. Payung hukum ini ditargetkan menjadi salah satu program prioritas nasional yang masuk dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Menengah Nasional, serta rencana kerja pemerintah pusat dan daerah.
Demikian rekomendasi yang menguat dari hasil Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII bertajuk ”Literasi dalam Kebinekaan untuk Kemajuan Bangsa” yang ditutup di Jakarta, Sabtu (28/10/2023). Penyelenggaraan KBI XII yang melibatkan sekitar 1.500 orang secara luring dan daring ini menjadi dialog antara para pemangku kebijakan dalam pemerintahan, sektor nonprofit, swasta, dan masyarakat untuk bergotong royong dalam menjadikan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang paling modern sekaligus melestarikan bahasa-bahasa daerah agar menjadi suatu budaya multilingual.
”Hasil rekomendasi dari KBI XII ini dibuat berbeda dari kongres-kongres sebelumnya. Jika dulu lebih merekomendasikan perincian program yang harus dikerjakan pemerintah dan pemangku kepentingan, kini rekomendasinya lebih berupa kebijakan yang harus dilakukan,” kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Aminudin Aziz.
Rekomendasi KBI XII mencakup empat hal yang membutuhkan rencana induk dan peta jalan maupun rancangan undang-undang. Hal ini untuk memberikan dasar bagi pemajuan kebahasaan, yakni bahasa dan sastra Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing, serta literasi.
Aminudin mengatakan, untuk bahasa dan sastra Indonesia, KBI XII merekomendasikan ditetapkannya rencana induk dan peta jalan pemajuan dan pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia. Rencana induk dan peta jalan ini menjadi dasar bagi pembinaan serta pengembangan bahasa dan sastra sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tuntutan perubahan zaman, baik di tingkat nasional maupun internasional.
”Perlu juga ditetapkannya rencana induk dan peta jalan internasionalisasi bahasa dan sastra Indonesia secara menyeluruh dan terintegrasi dengan misi diplomasi dan politik luar negeri Indonesia yang melibatkan semua pemangku kepentingan diplomasi Indonesia, baik di kementerian. lembaga, pemerintah/swasta, maupun perseorangan,” jelas Aminudin.
Adapun untuk menjamin pewarisan dan pelestarian bahasa dan sastra daerah melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, direkomendasikan pembuatan undang-undang bahasa daerah. Selain itu, dibutuhkan juga rencana induk dan peta jalan pewarisan dan pelestarian bahasa dan sastra daerah secara menyeluruh dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Hal ini penting juga untuk menguatkan kemitraan komunitas dan pegiat pelindungan bahasa dan sastra daerah supaya berkembang lebih sehat dan berdaya guna untuk menghasilkan karya yang bernilai tinggi.
Terkait bahasa dan sastra asing, juga direkomendasikan adanya rencana induk dan peta jalan pemajuan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal secara proporsional. Sebab, penguasaan bahasa dan sastra asing penting untuk menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi, memperluas pergaulan internasional, serta meningkatkan daya saing bangsa.
”Ada juga rekomendasi untuk ditetapkannya rencana induk dan peta jalan terpadu gerakan literasi yang dikembangkan sesuai dengan kemajuan zaman dan keilmuan literasi melalui pelibatan berbagai pemangku kepentingan untuk meningkatkan kecakapan literasi seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, ditetapkan model pengukuran indeks literasi masyarakat, baik pada jalur pendidikan formal, nonformal, maupun informal,” ujar Aminudin.
Sementara itu, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan, rangkaian acara KBI XII berbicara tentang kolaborasi untuk merevitalisasi dan mengarusutamakan bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah di dalam konteks Indonesia. ”Bahasa harus menjadi pencerminan dari budaya dan masyarakat Indonesia,” tegas Nadiem.
Terkait peningkatan literasi masyarakat yang menjadi prioritas dalam KBI XII ini, menurut Nadiem, hal ini penting untuk menciptakan literasi sedini mungkin sejak anak-anak, terutama dengan bahasa Ibu. ”Strategi peningkatan literasi tercepat dan terefektif adalah membuat anak-anak cinta membaca,” kata Nadiem.
Apresiasi bahasa dan sastra
Dalam KBI XII, Badan Bahasa memberikan penghargaan Anugerah Hoesein Djajadiningrat 2023 dan Penghargaan Sastra bagi para penggiat bahasa dan sastra di Indonesia. ”Momentum KBI XII harus dimanfaatkan sebagai pengingat atas jasa dan pengabdian para tokoh-tokoh bangsa dalam pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Indonesia, serta peningkatan fungsi bahasa Indonesia di dunia internasional,” kata Aminudin.
Anugerah Hoesein Djajadiningrat merupakan penghargaan tertinggi di bidang kebahasaan dan kesastraan sejak tahun 2020. Diambil dari nama Hoesein Djajadiningrat, yang sosoknya sangat melekat dalam perjuangan memopulerkan bahasa dan sastra Indonesia pasca-kemerdekaan. Anugerah ini diberikan kepada tokoh-tokoh yang memiliki kepedulian dan sumbangsih luar biasa bagi bangsa dan negara dalam lingkup kebahasaan dan kesastraan.
Adapun penerima Anugerah Hoesein Djajadiningrat Tahun 2023 ini di antaranya Harimurti Kridalaksana untuk kategori Pengembang Bahasa Indonesia, Ebiet G Ade untuk kategori Pembina Bahasa Indonesia, Benyamin Sueb untuk kategori Pelestari Bahasa dan Sastra Daerah, dan Retno LP Marsudi untuk kategori Diplomasi Kebahasaan.
Selain itu, diberikan pula penghargaan kepada lima sastrawan Tanah Air dengan karya terbaik melalui Penghargaan Sastra Kemendikburistek. Pemberian penghargaan ini dilaksanakan untuk mengapresiasi karya-karya sastra Indonesia yang membawa manfaat dan pengaruh positif dalam pembangunan karakter bangsa, serta kepada sastrawan Indonesia yang secara konsisten mendedikasikan hidupnya untuk dunia sastra.
Penghargaan Sastra Kemendikbudristek diberikan kepada Zaky Yamani untuk kategori Novel, Kiki Sulistyo untuk kategori Kumpulan Puisi, Sony Karsono untuk kategori Kumpulan Cerpen, Marhalim Zaini untuk kategori Naskah Drama, dan Nirwanto Dewanto untuk kategori Kumpulan Esai Sastra.