Mencuci tangan dengan sabun adalah langkah penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan, terutama dalam situasi mungkin terpapar kuman atau virus yang dapat menyebabkan penyakit.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
Edukasi cuci tangan pakai sabun memang tampak sederhana. Kenyataannya, data menunjukkan, hanya sekitar 50 persen penduduk Indonesia berusia di atas 10 tahun yang melakukan cuci tangan pakai sabun di lima momen penting, yakni sebelum makan, setelah bermain, setelah batuk atau bersin, setelah dari toilet, dan setelah bepergian.
Sebagai peringatan Hari Cuci Tangan Sedunia 2023, kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di SMPN 5 Kota Bogor, Jawa Barat, dilakukan awal pekan ini. Ratusan siswa mengikuti beragam aktivitas yang edukatif dan interaktif. Diawali dengan seremoni cap tangan dan dilanjutkan mencuci tangan pakai sabun bersama sebagai bentuk Kampanye Sekolah Sehat untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang bersih dan sehat.
Dokter dan edukator kesehatan Alvin Saputra, Jumat (27/10/2023), mengatakan, mencuci tangan hanya dengan air saja tidak cukup efektif untuk membersihkan tangan secara menyeluruh. Sabun membantu mengangkat minyak, lemak, kuman, dan bakteri dari kulit tangan sehingga tangan menjadi benar-benar bersih.
”Mencuci tangan dengan sabun adalah langkah penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan, terutama dalam situasi di mana mungkin terpapar kuman atau virus yang dapat menyebabkan penyakit,” kata Alvin.
Cuci tangan pakai sabun merupakan bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang penting untuk dibiasakan, baik di rumah maupun di sekolah. Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Muhammad Hasbi menekankan pentingnya cuci tangan sebagai tindakan pencegahan utama dalam menjaga kesehatan.
”Dalam Kampanye Sekolah Sehat, aktivitas CTPS berada di wilayah sehat fisik. Aktivitas ini sangat penting untuk mengurangi risiko terjadinya penyakit, khususnya bagi warga sekolah,” ujar Hasbi.
Secara terpisah,Head of Skin Cleansing Unilever Indonesia Erfan Hidayat mengatakan, data menunjukkan hanya 50 persen penduduk Indonesia berusia di atas 10 tahun yang melakukan CTPS di lima momen penting. Di tengah berbagai ancaman penyakit, khususnya yang mengintai anak, memberikan perlindungan dari kuman dan menjaga agar anak tidak mudah jatuh sakit perlu terus dilakukan lewat edukasi kebiasaan CTPS.
Lewat kampanye SIAGA (SIap Amankan KeluarGA), Lifebuoy, brand produk Unilever, menyebarluaskan edukasi CTPS di lima momen penting, yaitu sebelum makan, setelah bermain, setelah batuk atau bersin, setelah dari toilet, dan setelah bepergian.
Erfan menyebutkan, kebiasaan CTPS mulai menurun pascapandemi. Untuk anak, hal ini menjadikan mereka rentan menderita sakit akibat infeksi atau penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.
”Kami percaya bahwa siaga lebih baik daripada mengobati. Di Hari Cuci Tangan Sedunia 2023 kami terus mendorong urgensi CTPS di lima momen penting melalui kebiasaan yang dekat dengan keseharian anak, yaitu bermain,” kata Erfan.
Pakar penyakit infeksi dan tropis Hinky Hindra Irawan Satari menjelaskan, di Indonesia ada banyak infeksi penyakit menular yang belum sepenuhnya tertanggulangi, terutama yang menyerang anak. Misalnya, jumlah kasus diare pada anak tercatat masih 9,8 persen dan menjadi penyebab kematian anak tertinggi kedua setelah pneumonia.
Tidak hanya dengan mengedukasi, tetapi juga menyediakan fasilitas sanitasi yang layak untuk murid.
Selain itu, Indonesia adalah salah satu negara hotspot yang berisiko tinggi terhadap kemunculan penyakit infeksi baru. Ini harus membuat kita waspada terhadap potensi penyakit menular di masa mendatang.
”Di tengah fakta ini, menurut teori Swiss Cheese Model for Infectious Disease, CTPS adalah langkah pertama untuk melindungi diri dari ancaman penyakit infeksi,” jelas Hinky.
Dampak luar biasa
Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Widyawati mengatakan, peringatan Hari Cuci Tangan Sedunia merupakan momentum merayakan kebiasaan sederhana yang memiliki dampak luar biasa pada kesehatan dan kehidupan kita.
Mencuci tangan dengan sabun tidak mengenal batas dan bersifat global. Perilaku ini menjadi panggilan kepada seluruh umat manusia untuk bersatu dalam upaya nyata mengurangi jumlah penyakit, menghentikan penyebaran wabah, dan memastikan masa depan yang lebih sehat untuk generasi mendatang.
”Kementerian Kesehatan mendukung berbagai pihak yang telah berkontribusi aktif dalam berbagai program berkelanjutan untuk mendukung upaya memutus rantai penularan penyakit melalui berbagai kegiatan, seperti kampanye, penggerakan, dan penyediaan sarana prasarana pendukung perilaku cuci tangan pakai sabun kepada masyarakat Indonesia,” ujar Widyawati.
Di rumah dan sekolah
Sementara itu, fasilitator Ibu Penggerak Sidina Community, Mila Fitriana, membagikan sejumlah tips yang bisa diterapkan di rumah untuk mengedukasi anak tentang PHBS. ”Pertama dari diri kita sendiri atau orangtua. Sebab, anak adalah peniru ulung dan menyerap apa yang ada di sekitar. Jadi, perilaku kita adalah role model bagi anak,” jelas Mila.
Mila mengatakan, orangtua dapat membiasakan membaca buku tentang kebersihan. Melalui buku cerita, informasi bisa disampaikan kepada anak tanpa diperintah, sekaligus ada visual yang menarik bagi anak. Cara lainnya, dengan eksperimen bermain peran dengan anak.
Orangtua dapat berpura-pura menjadi kuman untuk mengajarkan konsep kebersihan dan pentingnya mencuci tangan. Hal ini dapat membantu anak memahami mengapa menjaga kebersihan tangan adalah tindakan yang penting untuk mencegah penyakit.
Selain pembiasaan di rumah, PHBS juga penting diterapkan di sekolah. Tidak hanya dengan mengedukasi, tetapi juga menyediakan fasilitas sanitasi yang layak untuk murid.
”Mengajarkan PHBS di sekolah, guru juga harus jadi role model, dan bisa diintegrasikan melalui pelajaran, baik ekstrakurikuler maupun intrakurikuler. Selain itu, kami di sekolah juga menyediakan fasilitas wastafel di setiap depan kelas untuk siswa,” papar guru SMPN 5 Kota Bogor, Siti Iin Cintarsih.
Edukasi PHBS di SMPN 5 Kota Bogor dilakukan dengan cara yang unik, yakni menggunakan akronim. ”Misal, Markisa alias mari kita sarapan. Segar alias senam bugar,” ujar Iin.
Psikolog anak dan keluarga Irma Gustiani Andriani mengatakan, aktivitas bermain juga dapat dipakai untuk mengedukasi anak. Dengan bermain, anak akan mendapatkan banyak cara dan kesempatan untuk belajar dan membantu mengembangkan daya pikir kritis, manajemen waktu, kolaborasi, serta pemahaman akan konsekuensi dan risiko, sehingga sangat tepat dijadikan sebagai sarana untuk menanamkan kebiasaan baik sejak dini.