Deforestasi global meningkat 4 persen pada 2022 dengan hilangnya 6,6 juta hektar yang sebagian besar hutan primer tropis.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dunia dinilai gagal dalam memenuhi janjinya untuk menghentikan dan membalikkan deforestasi pada tahun 2030. Deforestasi global masih meningkat sebesar 4 persen pada tahun lalu dengan hilangnya 6,6 juta hektar yang sebagian besar hutan primer di wilayah tropis. Untuk Indonesia, deforestasinya dilaporkan menurun.
Pada tahun 2021, para pemimpin di lebih dari 100 negara dan wilayah yang mewakili sebagian besar hutan dunia telah berjanji untuk menghentikan dan memulihkan hilangnya hutan pada tahun 2030. Namun, penilaian tahunan yang dirilis para peneliti pada hari Selasa (24/10/2023) menunjukkan bahwa deforestasi global sebenarnya meningkat sebesar 4 persen pada tahun lalu dan dunia masih jauh dari jalur untuk memenuhi komitmen tahun 2030.
”Tujuan tahun 2030 tersebut tidak hanya bagus untuk dicapai, tetapi juga penting untuk menjaga iklim yang layak huni bagi umat manusia,” Erin Matson, penulis utama Forest Declaration Assessment, memperingatkan, sebagaimana dilaporkan AFP.
Hutan tidak hanya merupakan habitat utama bagi kehidupan hewan, tetapi juga berfungsi sebagai pengatur penting iklim global dan spons karbon yang menyedot emisi, serta aktivitas manusia.
Namun, deforestasi tahun lalu lebih tinggi 20 persen dari yang seharusnya untuk memenuhi janji para pemimpin, dengan hilangnya 6,6 juta hektar hutan, yang sebagian besar merupakan hutan primer di wilayah tropis.
Penilaian tersebut, yang diawasi oleh lebih dari dua lusin kelompok lingkungan hidup dan organisasi penelitian, juga memperingatkan bahwa degradasi hutan masih merupakan masalah besar.
Degradasi mengacu pada berbagai dampak buruk, termasuk kebakaran hutan dan hilangnya keanekaragaman hayati, yang berdampak pada kesehatan hutan secara keseluruhan. ”Data dari tahun ke tahun cenderung berubah. Jadi, satu tahun bukanlah segalanya, akhir dari segalanya,” kata Matson.
Matson mengingatkan pentingnya untuk melihat tren. ”Sejak baseline tahun 2018 hingga 2020, kita menuju ke arah yang salah,” katanya.
Indonesia menurun
Namun, laporan itu memperingatkan bahwa kemajuan tersebut masih berisiko. Keberhasilan Indonesia sebagian terkait dengan moratorium deforestasi, tetapi terdapat kekhawatiran bahwa undang-undang baru tentang Cipta Kerja dapat melemahkan komitmen tersebut.
Untuk di Brasil, meskipun ada peningkatan minat untuk melindungi Amazon, ekosistem penting lainnya—sabana Cerrado—telah menjadi target.
Laporan tersebut juga mengapresiasi peraturan baru yang diperkenalkan oleh Uni Eropa yang bertujuan untuk memblokir impor komoditas yang mendorong deforestasi. Namun, mereka menyerukan tindakan global yang lebih kuat, termasuk lebih banyak dana untuk melindungi hutan, dan diakhirinya subsidi pada sektor-sektor seperti pertanian yang mendorong deforestasi.
Degradasi mengacu pada berbagai dampak buruk, termasuk kebakaran hutan dan hilangnya keanekaragaman hayati, yang berdampak pada kesehatan hutan secara keseluruhan.
”Dunia mengalami kerusakan hutan yang berdampak buruk pada skala global,” kata Fran Price, pimpinan hutan global WWF, yang terlibat dalam laporan. ”Sejak janji global dibuat, kawasan hutan tropis seluas Denmark telah hilang,” ujarnya.
Laporan ini muncul sebelum negara-negara bertemu untuk membicarakan krisis iklim bulan depan. Namun, penggundulan hutan sepertinya tidak akan menjadi prioritas dalam diskusi mengenai energi terbarukan dan masa depan bahan bakar fosil.
”Kami ingin menjadikan alam dan hutan sebagai agenda utama. Kami khawatir hal-hal tersebut tidak termasuk dalam agenda kami,” kata Price.
Jumlah deforestasi tersebut hampir setara dengan jumlah pohon tropis dewasa yang ditebang atau dibakar setiap lima detik, baik siang maupun malam, dan 10 persen lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya.
Hutan tropis yang hancur tahun lalu melepaskan 2,7 miliar metrik ton CO2 ke atmosfer, setara dengan emisi bahan bakar fosil di India, negara dengan populasi terbesar di dunia. Brasil menyumbang 43 persen kerugian, sementara Republik Demokratik Kongo dan Bolivia masing-masing menyumbang sekitar 13 persen dan 9 persen.
Kerusakan hutan primer seluas lebih dari 41.000 kilometer persegi (hampir 16.000 mil persegi) secara global pada tahun lalu menjadikan tahun 2022 sebagai tahun keempat yang paling merusak hutan primer dalam dua dekade.
Dalam laporan WRI ini disebutkan, deforestasi di Indonesia ada di peringkat ke-7 setelah Rusia, Brasil, Kanada, Amerika Serikat, Kongo, dan China. Setelah Indonesia, adalah Kolombo, Peru, dan Bolivia.