Berdaya lewat Kursus
Peningkatan kompetensi diri bisa dilakukan lewat pelatihan keterampilan. Sebagai bagian dari pendidikan vokasi, lembaga kursus beradaptasi dengan tuntutan dunia kerja.
Memiliki keterampilan khusus dapat mengubah nasib. Peluang untuk menguasai keterampilan baru yang disukai atau meningkatkan keterampilan yang sudah dimiliki, tetapi tetap ingin relevan, makin terbuka dengan mengikuti pendidikan singkat di lembaga kurus dan pelatihan.
Sebanyak 15 dari 30 peserta kursus kecantikan kulit yang sudah tuntas mengikuti kursus pendidikan kecakapan kerja (PKK) di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Piesca di Jember, Jawa Timur, Kamis (19/10/2023) pagi, berkumpul kembali untuk mendapat penyegaran dari instruktur Marti Sanjaya dan Wahyuni Sari yang selama tiga bulan mendampingi.
Sebagian peserta lainnya tidak dapat datang karena tidak bisa meninggalkan pekerjaan di salon ataupun panggilan klien yang ingin mendapatkan perawatan di rumah (home service).
Kesempatan kembali ke tempat kursus dimanfaatkan peserta untuk mempraktikkan kemampuan mereka merawat wajah klien dengan berbagai peralatan modern. Ada juga yang merias wajah (make-up). Sebagian peserta lain antusias memperhatikan temannya yang mempraktikkan eyelash extention (pemasangan bulu mata agar lebih panjang). Keterampilan eyelash ini sebagai bonus karena saat ini sedang tren. Ada juga bonus lain terkait nail art.
Di ruangan cukup besar yang terletak di lantai dua tersebut, berjejer 30 tempat tidur berwarna putih dan hitam serta sejumlah peralatan kecantikan kulit yang lazim terlihat di salon modern dan klinik kecantikan. Tiap peserta kursus dipastikan mendapat kesempatan praktik sesuai tuntutan jenjang tiga sehingga mereka siap kerja di salon atau secara mandiri.
Baca juga : Melawan Masa Depan yang Suram dengan Kursus
Pendiri LKP Piesca, Endang Sunartiningsih (64), sejak 2010 fokus mengikuti program PKK yang jadi program unggulan Direktorat Kursus dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Selain itu, ada pendidikan kecakapan wirausaha. Dua program ini memberi kesempatan bagi anak muda mempelajari keterampilan di LKP di daerah masing-masing.
”Saya ini punya keahlian di salon sudah lama. Jadi, saya tertarik ingin memberi pelatihan bagi para perempuan untuk bisa mandiri. Cuma, sekarang harus dibekali dengan kemampuan yang sesuai dengan perkembangan di salon dan klinik kecantikan, dengan menguasai alat-alat,” kata Endang.
Program PKK memberi kesempatan bagi generasi muda yang putus sekolah atau tidak kuliah berusia maksimal 25 tahun untuk bisa menguasai keterampilan yang diminati. Program pelatihan di lembaga kursus ini gratis sampai peserta mendapat sertifikasi kompetensi sehingga siap kerja.
Untuk peserta PKK bidang kecantikan kulit, ada empat keterampilan yang harus dikuasai. Mereka harus dapat melakukan facial (perawatan wajah) dengan tiga kasus kulit, yakni dehidrasi, berkomedo, dan berpigmentasi atau flek. Sesuai perkembangan di industri salon kecantikan, perawatan facial sudah dengan sejumlah alat. Peserta diajarkan menggunakan wood lamp (untuk diagnosis masalah kulit), facial streamer, hingga high frequency.
Lalu, diajarkan juga untuk make-up. Ada make-up untuk orang tua agar kerut dan flek di wajah tidak kelihatan hingga make-up keseharian dengan kesan natural atau membuat pangling(terlihat lebih cantik hingga tak dikenali).
Kemampuan lain adalah perawatan tangan dan kaki dan pijat tubuh (body massage). Setelah mendapat teori, peserta praktik dengan membawa model masing-masing. Para instruktur mendampingi untuk memastikan mereka memahami tahapan kerja yang benar.
”Dulunya pelatihan manual, tidak memakai alat seperti high frequency. Sekarang tuntutannya harus terampil karena sudah salon perawatan, pakai skincare (perawatan kulit) hingga serum. Jadi, lembaga kursus menyesuaikan dengan industri,” ungkapnya.
Endang menyambut baik program PKK. Tiap tahun dia bergerilya untuk mencari peserta agar program pemerintah tidak sia-sia dan dapat memberdayakan perempuan. Sebab, biayanya untuk kursus kecantikan kulit mahal, bisa mencapai belasan juta rupiah.
”Program PKK di lembaga kursus ini gratis, dibiayai pemerintah. Tantangannya, karena gratis, peserta ada yang menyepelekan. Karena itu, saya selalu pastikan peserta memang sungguh-sungguh berkomitmen belajar sampai tuntas,” ujar Endang.
Persiapan mandiri
Sabrina (18) yang baru lulus SMA menyukai make-up. Dia terbiasa melihat neneknya yang mendapat panggilan merias. ”Untuk tahun ini saya tidak kuliah karena tidak lulus seleksi di perguruan tinggi negeri. Saya memilih gap year. Ketika mendapat informasi dari RW ada kursus gratis bidang kecantikan, saya jadi berminat. Lumayan untuk mengisi waktu sambil mendapat keterampilan,” tuturnya.
Setelah belajar di LKP Piesca, Sabrina merasa wawasannya bertambah. Dia semakin tertarik untuk mendalami seluk-beluk make-up. ”Saya jadi tertarik dengan make-up karakter nantinya,” ungkapnya.
Sementara Aurel (22), lulus SMA tahun 2019, sempat bekerja di perusahaan swasta bidang perbankan. Dia berhenti kerja karena merasa perbankan bukan minatnya. Dia menyukai rias wajah dan selama ini belajar sendiri. Dia pun menerima panggilan merias wajah dengan bayaran Rp 50.000-Rp 100.000.
Namun, Aurel merasa belum puas dengan kemampuannya. ”Setelah ikut kursus, saya merasa skill make-up (kemampuan merias wajah) bertambah. Dulu kurang halus, sekarang sudah tahu caranya karena mendapat ilmu dari instruktur,” katanya.
Program PKK di lembaga kursus ini gratis, dibiayai pemerintah. Tantangannya, karena gratis, peserta ada yang menyepelekan. Karena itu, saya selalu pastikan peserta memang sungguh-sungguh berkomitmen belajar sampai tuntas.
Dengan keterampilan merias wajah yang meningkat, ditambah keterampilan perawatan kulit lainnya, Aurel berencana membuka salon. Paling lambat tahun 2024 dia ingin punya salon sendiri. Saat ini, Aurel mengumpulkan modal dengan melayani salon home service agar bisa membeli sejumlah peralatan salon yang dibutuhkan.
Sementara itu, Nia (19), lulusan sekolah menengah kejuruan bidang kecantikan, mengatakan, dirinya ingin terus menambah ilmu. Dia ingin belajar facial dan nail art yang tidak didapat saat sekolah. Dia juga berencana untuk bisa memiliki salon sendiri. Saat ini, Nia bekerja di salon setiap hari mulai dari jam 09.00 hingga pukul 17.00 dengan gaji pokok Rp 1,5 juta. Seusai kerja, dia menerima panggilan ke rumah.
Menurut Endang, perawatan salon di rumah kini sedang menjadi tren. Peserta PKK kebanyakan semakin percaya diri melayani klien di rumah. Pendapatannya bergantung dari perawatan yang diinginkan klien. Tarif perawatan berkisar Rp 200.000 hingga Rp 500.000.
Minat generasi muda di bidang kecantikan semakin tinggi, salah satunya merias ala make-up artist (MUA). Profesi ini pun menawarkan peluang yang besar seiring dengan berkembangnya industri kosmetik dan teknik merias.
Pada acara Bincang Kursus, beberapa waktu lalu, Putri Citra Pratiwi mengutarakan, ikut kursus MUA mengubah jalan hidupnya. Lewat program pendidikan kecakapan wirausaha tahun 2019, Putri mengasah minat dan bakat meriasnya di LKP Rifa, Cimahi, Jawa Barat, dengan mengambil bidang keterampilan tata rias pengantin. ”Saat ini saya memiliki bisnis wedding dengan omzet hingga ratusan juta rupiah sebulan,” kata Putri, yang awalnya ibu rumah tangga.
Berdasarkan data penerima bantuan Direktorat Kursus dan Pelatihan selama tahun 2022, bidang keterampilan tata kecantikan rambut tercatat memiliki 2.586 peserta didik. Adapun tata rias pengantin memiliki 6.802 peserta didik.
Bagian pendidikan vokasi
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Kiki Yuliati mengutarakan, pendidikan kursus perlu mendapat dukungan dan terus dikembangkan agar perannya makin kuat. Salah satunya dengan memperkokoh kerja sama dengan pihak eksternal untuk mengembangkan programnya agar kursus sebagai bagian dari pendidikan vokasi membawa perubahan pada masyarakat.
Baca juga : Mengejar Keterampilan Bersertifikat demi Masa Depan
Kiki memaparkan, LKP memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam peningkatan sumber daya manusia melalui kecakapan hidup (life skill). LKP sebagai bagian dari pendidikan vokasi harus memberikan nilai pendidikan, ekonomi, dan sosial.
Kini, pendidikan vokasi dari lembaga kursus dan pelatihan dapat diakui sebagai bagian dari satuan kredit semester calon mahasiswa yang hendak kuliah di perguruan tinggi. Hingga kini, Kemendikbudristek terus memfasilitasi kolaborasi LKP dan perguruan tinggi untuk mengimplementasikan rekognisi pembelajaran lampau bagi peserta kursus yang ingin kuliah.