Penurunan Angka Tengkes Lamban, Koordinasi Masih Jadi Masalah
Wapres Ma'ruf Amin menilai cara kerja penanganan tengkes belum terkoordinasi dengan baik. Hal ini mengakibatkan penanggulangan tengkes di sejumlah daerah belum juga berhasil.
Oleh
NINA SUSILO
·2 menit baca
DELI SERDANG, KOMPAS — Koordinasi dinilai masih menjadi masalah dalam penanggulangan tengkes, kegagalan tumbuh kembang anak karena kekurangan gizi kronis. Para kepala daerah diharapkan mengintensifkan koordinasi berbagai program dan anggaran agar lebih efektif serta menyentuh masyarakat.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengungkapkan, penanggulangan tengkes di beberapa daerah masih belum berhasil. Angka tengkes pun masih relatif tinggi, padahal pemerintah menargetkan tahun 2024 angka tengkes atau stunting bisa diturunkan menjadi 14 persen. Pada 2022, masih 21,6 persen anak balita mengalami tengkes. Angka tengkes di Sumatera Utara dan Sulawesi Barat, misalnya, masih di atas 21 persen.
”Untuk stunting ada beberapa lembaga yang menangani, cara kerja (penanggulangan tengkes)-nya belum secara bersama melakukan upaya kerja bersama (koordinasi dan kolaborasi), padahal anggaran cukup besar dari berbagai (kementerian/lembaga),” ujar Wapres.
Oleh karena itu, Wapres berharap agar kepala daerah, terutama gubernur, bisa berperan lebih besar dalam mengoordinasikan anggaran dan program untuk mempercepat penurunan angka tengkes. Selain itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga diminta mengoordinasikan rencana aksi di lapangan, terutama di daerah-daerah dengan angka tengkes masih tinggi.
Di Deli Serdang, angka tengkes sudah 13,9 persen, lebih baik dari angka tengkes nasional. Wapres Amin pun mengapresiasi. ”Pelayanan cukup bagus,” ujarnya.
Namun, Wapres berharap Pemprov Sumut dan kabupaten/kota lain di Sumut yang masih memiliki anak balita tengkes cukup banyak untuk bekerja lebih keras. ”Harus ada percepatan untuk menyiapkan SDM yang sehat, cerdas, dan unggul. Kalau stunting, kita tidak bisa menyiapkan SDM unggul,” ujarnya.
Harus ada percepatan untuk menyiapkan SDM yang sehat, cerdas, dan unggul. Kalau stunting, kita tidak bisa menyiapkan SDM unggul.
Di Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, menurut salah seorang petugas BKKBN, Zaitun Bahrun, saat ini jumlah anak balita tengkes sudah menurun menjadi 35 orang dari sebelumnya 155 orang tahun lalu. Selain memberikan makanan tambahan untuk anak balita, program pemberdayaan masyarakat juga dikerjakan. Masyarakat mulai memproduksi penganan seperti minuman jahe instan, keripik singkong, dan bercocok tanam.
Selain itu, setiap ke posyandu, anak balita mendapat sop ikan lumuru yang dibuat dari ikan lumuru atau ikan tamban dalam bahasa lokal. Untuk membuat sop ini, ikan lumuru yang sangat terjangkau dilumatkan dan dimasak bersama ubi ungu, susu, dan bumbu rempah seperti bawang merah, daun kunyit, dan daun jeruk. Sop ikan kemudian diberikan bersama sebutir telur dan biskuit.
Adapun di posyandu, anak balita ditimbang, diukur perkembangannya, dan diberi vitamin serta imunisasi berkala.