Anak yang Dekat dengan Orangtua Tumbuh Menjadi Orang yang Baik Hati
Ikatan cinta dan kedekatan hubungan orangtua dan anak sejak dini akan membentuk pribadi yang suka membantu dan baik hati.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ikatan cinta dan kedekatan hubungan antara orangtua dan anak-anak mereka sejak dini secara signifikan meningkatkan kecenderungan anak menjadi prososial, seperti bertindak dengan kebaikan dan empati terhadap orang lain. Anak-anak ini juga cenderung memiliki lebih sedikit gejala kesehatan mental pada masa kanak-kanak dan remajanya.
Studi para peneliti dari Universitas Cambridge ini dilaporkan dalam International Journal of Behavioral Development pada Sabtu (7/10/2023). Penelitian ini dilakukan oleh Ioannis Katsantonis dan Ros McLellan, keduanya dari Fakultas Pendidikan Universitas Cambridge.
Penelitian menggunakan data lebih dari 10.000 orang yang lahir antara tahun 2000 dan 2002 ini berupaya memahami interaksi jangka panjang antara hubungan awal kita dengan orangtua, prososialitas, dan kesehatan mental. Ini adalah salah satu studi pertama yang mengamati bagaimana karakteristik ini berinteraksi dalam jangka panjang mulai dari masa kanak-kanak hingga remaja.
Para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang mengalami hubungan hangat dan penuh kasih sayang dengan orangtua mereka pada usia tiga tahun tidak hanya cenderung memiliki lebih sedikit masalah kesehatan mental selama masa kanak-kanak dan remaja, tetapi juga menunjukkan ”kecenderungan prososial” yang lebih tinggi. Hal ini mengacu pada perilaku yang diinginkan secara sosial yang dimaksudkan untuk memberi manfaat bagi orang lain, seperti kebaikan, empati, suka menolong, kemurahan hati, dan kesukarelaan.
Meski korelasi antara hubungan orangtua-anak dan prososialitas di kemudian hari perlu diverifikasi melalui penelitian lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang cukup besar. Rata-rata, ditemukan bahwa untuk setiap unit standar di atas tingkat normal di mana kedekatan anak dengan orangtuanya lebih tinggi pada usia 3 tahun, prososialitas mereka meningkat sebesar 0,24 unit standar pada masa remaja.
Sebaliknya, anak-anak yang hubungan awalnya dengan orangtuanya tegang secara emosional atau kasar, cenderung tidak mengembangkan kebiasaan prososial seiring berjalannya waktu. Para peneliti berpendapat, hal ini memperkuat alasan untuk mengembangkan kebijakan dan dukungan yang ditargetkan untuk keluarga muda di mana membangun hubungan dekat orangtua-anak mungkin tidak selalu mudah; misalnya, jika orangtua bergelut dengan tekanan finansial dan pekerjaan serta tidak punya banyak waktu.
”Analisis kami menunjukkan bahwa setelah usia tertentu, kita cenderung sehat secara mental, atau tidak sehat secara mental, dan memiliki tingkat ketahanan yang cukup tetap. Prososialitas lebih bervariasi dan lebih tergantung pada lingkungan kita,” papar Katsantonis, penulis utama dan peneliti doktoral yang berspesialisasi dalam psikologi dan pendidikan.
Pengaruh besar itu, menurut dia, berasal dari hubungan awal kita dengan orangtua. ”Sebagai anak-anak, kita menginternalisasi aspek-aspek hubungan kita dengan orangtua yang ditandai dengan emosi, perhatian, dan kehangatan. Hal ini memengaruhi kecenderungan kita di masa depan untuk bersikap baik dan suka membantu orang lain,” katanya.
Studi tersebut menemukan beberapa bukti adanya hubungan antara masalah kesehatan mental dan prososialitas. Khususnya, anak-anak yang menunjukkan gejala kesehatan mental eksternalisasi lebih tinggi dari rata-rata pada usia lebih muda menunjukkan prososialitas yang lebih rendah dibandingkan biasanya. Misalnya, untuk setiap peningkatan unit standar di atas normal yang dialami seorang anak yang menunjukkan masalah kesehatan mental eksternal pada usia 7 tahun, prososialitasnya biasanya turun sebesar 0,11 unit pada usia 11 tahun.
Namun, tidak ada bukti jelas yang menunjukkan hal sebaliknya. Meskipun anak-anak dengan prososialitas di atas rata-rata umumnya memiliki kesehatan mental yang lebih baik, hal ini tidak berarti kesehatan mental mereka meningkat seiring bertambahnya usia.
Berdasarkan temuan ini, penelitian ini menunjukkan bahwa upaya sekolah untuk menumbuhkan perilaku prososial mungkin akan lebih berdampak jika diintegrasikan ke dalam kurikulum secara berkelanjutan, dibandingkan dengan diterapkan dalam bentuk intervensi yang hanya dilakukan sekali saja.
Selain lebih prososial, anak-anak yang memiliki hubungan lebih dekat dengan orangtuanya pada usia tiga tahun juga cenderung memiliki lebih sedikit gejala kesehatan mental yang buruk pada masa kanak-kanak dan remajanya.
McLellan mengatakan bahwa temuan ini menggarisbawahi pentingnya membina hubungan dini yang kuat antara orangtua dan anak-anak, yang secara luas dipandang penting untuk mendukung perkembangan kesehatan anak-anak di bidang lain.
”Sebagian besar dari hal ini kembali ke orangtua,” kata McLellan. ”Seberapa banyak mereka dapat menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka dan menanggapi kebutuhan dan emosi mereka sejak dini sangat berarti,” pungkasnya.