Sejak bulan Juni, dunia telah mengalami panas yang belum pernah terjadi sebelumnya, baik di daratan maupun lautan.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bumi baru saja mengalami rekor suhu terpanas pada bulan September dan dengan selisih yang memecahkan rekor. Suhu permukaan bumi secara rata-rata telah mencapai 16,38 derajat celsius, lebih tinggi 1,75 derajat celsius dibandingkan rata-rata bulan September pada periode 1850-1900.
Rekor suhu terpanas bulan September 2023 ini disampaikan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dalam laporan pemantauan Keadaan Iklim Global pada Kamis (5/10/2023). Data didapatkan dari lembaga meteorologi dunia yang terafiliasi dengan WMO. Di Indonesia, suhu panas selama bulan September 2023 juga dilaporkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Menurut WMO, tingginya suhu pada September ini melanjutkan tren kenaikan suhu permukaan daratan selama tahun 2023 ini dan merupakan sinyal buruk mengenai betapa cepatnya gas rumah kaca mengubah iklim kita. Dengan tren ini, tahun 2023 berada di jalur yang tepat untuk menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat. Banyak rekor suhu tinggi yang dipecahkan dalam beberapa bulan terakhir.
Mengacu data Copernicus Climate Change Service (C3S) Uni Eropa, bulan September memiliki suhu permukaan rata-rata 16,38 derajat celsius. Suhu ini 0,5 derajat celsius lebih tinggi dari suhu terpanas sebelumnya pada bulan September, pada tahun 2020, dan sekitar 1,75 derajat celsius lebih hangat pada bulan September dibandingkan dengan suhu referensi pra-industri pada periode 1850-1900.
”Sejak bulan Juni, dunia telah mengalami panas yang belum pernah terjadi sebelumnya di daratan dan lautan. Anomali suhu ini sangat besar, jauh lebih besar dari apa pun yang pernah kita lihat di masa lalu,” kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas.
Menurut Taalas, WMO akan bekerja sama dengan komunitas ilmiah untuk mencoba memahami faktor tambahan apa saja yang berkontribusi terhadap pemanasan luar biasa pada tahun ini.
Wakil Direktur Layanan Perubahan Iklim Copernicus Samantha Burgess mengatakan, suhu yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang tahun yang diamati pada bulan September—setelah rekor musim panas—telah memecahkan rekor dengan jumlah yang luar biasa.
”Bulan ekstrem ini telah mendorong tahun 2023 ke peringkat pertama yang meragukan, berada di jalur yang tepat untuk menjadi tahun terpanas dan sekitar 1,4 derajat celsius di atas suhu rata-rata praindustri. Dua bulan setelah COP28, urgensi tindakan iklim yang ambisius menjadi sangat penting,” katanya.
Tren ini sangat mengkhawatirkan karena terjadi saat emisi gas rumah kaca juga terus meningkat.
Burgess menyampaikan, Eropa juga mengalami rekor suhu terpanas pada bulan September, yaitu 1,1 derajat celsius lebih tinggi dibandingkan tahun 2020, yang merupakan bulan September terpanas sebelumnya, dengan banyak catatan suhu nasional. Panas terus berlanjut hingga bulan Oktober.
Perjanjian Iklim Paris telah menetapkan tujuan jangka panjang untuk memandu semua negara mengurangi emisi gas rumah kaca global secara substansial guna membatasi kenaikan suhu global pada abad ini hingga 2 derajat celsius, sambil mengupayakan untuk membatasi peningkatan lebih jauh lagi hingga 1,5 derajat celsius. Hal ini untuk menghindari dampak buruk serta kerugian dan kerusakan permanen.
Fakta bahwa setiap bulan kenaikan suhu sudah melebihi batas 1,5 derajat celsius tidak berarti bahwa kita akan secara permanen melampaui ambang batas yang ditentukan dalam Perjanjian Iklim Paris, mengacu pada pemanasan jangka panjang selama bertahun-tahun. Namun, tren ini sangat mengkhawatirkan karena terjadi saat emisi gas rumah kaca juga terus meningkat.
Suhu di Indonesia
Suhu maksimum tertinggi selama periode tersebut sebesar 38 derajat celsius terukur di kantor Stasiun Klimatologi Semarang, Jawa Tengah, pada tanggal 25 September dan 29 September 2023, juga di Stasiun Meteorologi Kertajati, Majalengka, Jawa Barat, pada 28 September 2023. Sementara itu, suhu maksimum terukur di wilayah Jabodetabek berada pada kisaran 35-37,5 derajat celsius, di mana suhu maksimum terukur di wilayah Tangerang Selatan pada 29 September 2023.
Di luar tren pemanasan global, menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto, fenomena suhu panas terik di Indonesia tersebut terjadi karena kondisi cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di Jawa hingga Nusa Tenggara, didominasi oleh kondisi cuaca cerah dan sangat minimnya tingkat pertumbuhan awan terutama pada siang hari. Kondisi ini menyebabkan penyinaran matahari pada siang hari ke permukaan bumi tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer sehingga suhu pada siang hari di luar ruangan terasa sangat terik.
Seperti diketahui, saat ini sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di selatan ekuator, masih mengalami musim kemarau dan sebagian lainnya akan mulai memasuki periode peralihan musim pada periode Oktober-November ini sehingga cuaca cerah masih cukup mendominasi pada siang hari.
Selain itu, kata Guswanto, di akhir September, posisi semu matahari menunjukkan pergerakan ke arah selatan ekuator, yang berarti bahwa sebagian wilayah Indonesia di selatan ekuator, termasuk wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara, mendapatkan pengaruh dampak penyinaran matahari yang relatif lebih intens dibandingkan wilayah lainnya. Pemanasan sinar matahari cukup optimal terjadi pada pagi menjelang siang dan pada siang hari.
Kondisi fenomena panas terik di Indonesia diprediksikan masih dapat berlangsung dalam periode bulan Oktober ini mengingat kondisi cuaca cerah masih cukup mendominasi pada siang hari.