Kejar Target 2024, Diusulkan Tambahan Lima Provinsi Prioritas Penanggulangan Tengkes
Ada usulan menambah lima provinsi prioritas selain 12 provinsi yang selama ini telah ditetapkan sebagai provinsi prioritas penanggulangan tengkes.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan mengusulkan tambahan lima provinsi prioritas penanggulangan tengkes. Usulan ini sebagai upaya mengejar target penurunan tengkes di Indonesia menjadi 14 persen pada 2024.
Adapun saat ini ada 12 provinsi yang ditetapkan pemerintah sebagai provinsi prioritas penanggulangan tengkes karena menjadi penyumbang angka prevalensi tinggi. Ke-12 provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Aceh, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten.
”Kita rencanakan menambah empat (provinsi). Ini usulan dari Kemenko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), yaitu Papua, Papua Barat, Sumatera Barat, dan satu lagi Kalimantan Timur,” kata Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden Suprayoga Hadi seusai pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Percepatan Penurunan Stunting 2023 di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (5/10/2023).
Adapun tambahan satu provinsi prioritas lagi, sambung Suprayoga, adalah Sulawesi Selatan. Hal ini dengan pertimbangan Sulawesi Selatan sebagai provinsi di luar Pulau Jawa yang memiliki jumlah penduduk terbesar sehingga memerlukan perhatian khusus.
”Jadi, kelihatannya pasiennya akan bertambah, tidak hanya 12 provinsi, (tetapi) menjadi sekitar 17 provinsi yang akan kita prioritaskan di 2024. Kemungkinan akan dilaporkan tim pelaksana kepada tim pengarah besok,” kata Suprayoga.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Satya Sananugraha, perlu upaya khusus untuk mencapai target angka prevalensi tengkes 14 persen pada 2024. Upaya ini memerlukan sinergi dan koordinasi dari kementerian, lembaga, serta berbagai pihak terkait lainnya.
”Sinergi dan koordinasi antara kementerian dan lembaga yang ada dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting perlu kita tingkatkan melalui kegiatan-kegiatan seperti hari ini,” kata Satya.
Adapun dalam empat tahun terakhir, angka prevalensi tengkes nasional turun 9,2 persen, yakni dari 30,8 persen pada 2018 menjadi 21,6 persen pada 2022. Untuk mencapai target angka prevalensi tengkes 14 persen pada 2024, pemerintah harus dapat menurunkan angka prevalensi 7,6 persen dalam dua tahun ke depan untuk mencapai target angka prevalensi tengkes 14 persen pada 2024.
Optimistis target tercapai
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting Pusat Hasto Wardoyo menuturkan, pihaknya optimistis target angka prevalensi tengkes 14 persen pada 2024 tersebut akan tercapai.
”Kenapa kita optimistis karena enam tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 sampai 2019, penurunannya rata-rata 1,3 persen per tahun. Dua tahun terakhir, yakni 2019 ke 2021, saat pandemi, penurunannya rata-rata 1,85 persen per tahun. Kemudian terakhir, dari 2021 ke 2022 turunnya 2,8 persen,” katanya.
Padahal, menurut Hasto, saat itu Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting belum diimplementasikan secara maksimal. ”Nah, tahun 2023 ini pelaksanaannya sudah masif. Komitmen yang digerakkan Pak Wapres, Menko PMK untuk mengadakan roadshow, itu pelaksanaannya luar biasa sehingga saya optimistis kalau nanti menyentuh 14 persen,” ujarnya.
Namun, meskipun secara nasional angkanya terus menurun, Hasto menuturkan, saat ini memang masih ada beberapa provinsi yang justru mengalami kenaikan angka prevalensi tengkes. Provinsi yang mengalami kenaikan tengkes tersebut, antara lain, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan Papua.
”Makanya kita genjot betul provinsi-provinsi prioritas ini, termasuk sebetulnya Sumatera Barat menjadi daerah yang perlu diperhatikan karena penurunannya kurang signifikan,” kata Hasto.