Perguruan tinggi bekerja sama dengan pemerintah dalam upaya menangani tengkes di Indonesia. Kolaborasi tersebut memberikan perspektif penanganan ”stunting” yang lebih tepat.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penurunan angka stunting atau tengkes di Indonesia membutuhkan kolaborasi berbagai pihak. Untuk itu sejumlah perguruan tinggi turut terlibat aktif mengatasi persoalan gagal tumbuh kembang akibat kurang gizi tersebut dengan memanfaatkan tri dharma pendidikan dengan melibatkan mahasiswa dan dosen serta kolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya.
Kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di desa-desa berlangsung hingga Senin (21/8/2023). Kegiatan tersebut sekaligus dimanfaatkan untuk mengedukasi warga agar mampu mengatasi masalah stunting. Kegiatan KKN mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) di Desa Cibodas, Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, misalnya, mengedukasi masyarakat mengenai pengolahan makan bergizi.
Dosen pembimbing lapangan KKN mahasiswa Unpad, Anne Agustina Suwargiani, mendorong mahasiswa untuk mengedukasi warga dalam mengolah bahan lokal labu siam yang melimpah di desa. Masyarakat diedukasi tentang kandungan nutrisi yang kaya dalam labu siam, seperti vitamin A, vitamin C, serat, dan kalium.
Upaya pencegahan stunting dengan makanan bergizi berbahan dasar labu siam dimulai sejak pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), dan berlanjut selama masa pertumbuhan dan perkembangan anak. ”Program pencegahan stunting dengan makanan bergizi berbahan dasar labu siam diharapkan membantu meningkatkan mutu pertumbuhan fisik serta kesehatan anak agar mereka tumbuh optimal dan mencapai potensi penuh,” kata Anne.
Program pencegahan stunting juga menjadi salah satu kegiatan mahasiswa KKN Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dosen pembimbing lapangan unit Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Fitriana Murriya Ekawati, menyampaikan, para mahasiswa KKN-PPM mempunyai sejumlah program unggulan antara lain Penyuluhan Pencegahan Stunting serta Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Pendampingan Desa Wisata, dan Pendampingan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Penyuluhan PHBS dan pencegahan stunting diikuti para ibu yang memiliki anak balita dan ibu-ibu pralanjut usia atau lansia serta lansia tersebut dinilai bermanfaat menambah wawasan,
Pangan lokal
Sementara Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Gizi Indonesia (AIPGI) berkolaborasi bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meluncurkan buku berjudul Menu Bergizi DASHAT Nusantara bagi Ibu Hamil, Ibu Menyusui dan Anak Baduta. Peluncuran ini merupakan bagian program percepatan penurunan stunting melalui sinkronisasi dan sinergi kebijakan pembangunan berwawasan kependudukan.
Menurut Guru Besar Ilmu Gizi IPB University, yang juga Ketua AIPGI Hardinsyah, penyusunan buku menu bergizi Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) berisi 14 publikasi yang mewakili 13 provinsi. Tim penyusun menu Dashat merupakan akademisi dan pakar gizi dari perguruan tinggi Indonesia dan pemerintah.
”Buku tersebut memuat cara memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber pangan bergizi melalui pemanfaatan pekarangan, kegiatan tanam-menanam sederhana bagi ibu hamil, menyusui, dan anak di bawah dua tahun (baduta). Buku ini juga dapat digunakan BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) di daerah untuk mengintegrasikannya ke hulu dalam program pencegahan stunting,” ungkap Hardinsyah.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, setelah mencermati status gizi para keluarga, anak-anak, dan juga calon ibu, banyak yang kondisinya memprihatinkan. Berdasarkan pantauan di aplikasi Elsimil (alat pemantau kesehatan kesiapan nikah dan program hamil), di beberapa tempat terlihat anemia masih terjadi.
Hasto mengatakan, sekitar 80 persen pasangan menikah dan melahirkan di tahun pertama. Namun, hal ini tidak seimbang dengan pengetahuan terkait anemia atau kurang energi kronis (KEK). Kondisi ini mengakibatkan anaknya mengalami stunting atau tengkes.
Secara terpisah, Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB University bersama Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS) menyelenggarakan sosialisasi manfaat minyak makan merah untuk kuliner dan kesehatan. Kegiatan ini sebagai upaya mengedukasi dan meluruskan persepsi masyarakat terkait minyak makan merah.
”Persepsi minyak goreng yang baik di masyarakat adalah minyak bening. Padahal, dalam minyak makan merah terkandung berbagai nutrisi penting, seperti vitamin A, vitamin E, dan beta karoten yang tinggi. Minyak makan merah juga relevan dengan kebijakan jangka pendek pemerintah pada tahun 2024 untuk menekan stunting,” kata Kepala Divisi Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi (UKMK) BPDPKS Helmi Muhansa.
Beta karoten dapat diuraikan tubuh menjadi dua molekul vitamin A yang sangat penting dalam pencegahan berbagai penyakit, seperti gangguan penglihatan dan stunting. Potensi isolasi beta karoten sendiri dari CPO sangat besar. Hal ini terjadi sebelum proses biodiesel dilakukan mengingat jumlah CPO yang mencapai 10 juta ton saat ini dikonversi menjadi biodiesel.
Secara terpisah, Tim Stunting Universitas Yarsi mendukung Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Banten. Program penurunan stunting dilakukan melalui intervensi ibu hamil dengan susu.
Kami ingin melihat bagaimana kondisi mikrobioma dalam saluran pencernaan memengaruhi pertumbuhan anak. Mikrobioma tak seimbang dapat menyebabkan inflamasi dan gangguan penyerapan nutrisi, yang berkontribusi terhadap terjadinya stunting.
Kepala Pusat Sustain Development Goals (SDGs) dan Kependudukan Universitas Yarsi Kholis Ernawati menjelaskan, program penurunan stunting di Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, telah dimulai Tim Stunting Universitas Yarsi bekerja sama PT Kalbe Nutrisional sejak tahun 2022. Para ibu hamil trimester kedua mendapatkan bantuan susu.
Melalui hibah Matching Fund Kedaireka Batch 2, tim Stunting Yarsi mendapat tambahan dana kegiatan untuk memastikan bayi yang telah dilahirkan mendapatkan air susu ibu atau ASI eksklusif yang berkualitas. Diberikan pula kegiatan pendampingan ibu menyusui, keluarga, dan masyarakat. Ada konselor komunitas terdiri dari kader kesehatan, tokoh agama (pimpinan majelis taklim muslimah), dan bidan desa puskesmas.
Standar ”stunting”
Adapun Institut Teknologi Bandung (ITB) meluncurkan program pengabdian masyarakat dan riset. Ketua Pelaksana Program Pengabdian Masyarakat dan Riset tentang Stunting Pingkan Aditiawati menjelaskan, program studi ini melihat keterkaitan diet, pola hidup, dan sanitasi terhadap mikrobioma pada ibu-anak sehat dan stunting. Program pengabdian masyarakat bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran warga memerangi stunting, khususnya Jawa Barat.
”Kami ingin melihat bagaimana kondisi mikrobioma dalam saluran pencernaan memengaruhi pertumbuhan anak. Mikrobioma tak seimbang dapat menyebabkan inflamasi dan gangguan penyerapan nutrisi, yang berkontribusi terhadap terjadinya stunting,” kata Pingkan.
Pentingnya penelitian ini terletak pada perbedaan pendekatan dalam menentukan stunting. Saat ini, standar stunting hanya mengacu pada tinggi badan anak di bawah dua sentimeter dari standar yang ditetapkan. Namun, standar ini dinilai kurang valid karena tidak mempertimbangkan faktor genetik. Karena itu, perlu validasi standar baru atau biomarker yang melibatkan faktor lain, seperti mikrobioma atau metabolom dalam ASI ataupun saluran pencernaan bayi.
Dalam upaya memperbaiki kondisi stunting, penelitian akan mengidentifikasi nutrisi yang diperlukan oleh bayi yang mengalami stunting. Selama ini, ada anggapan bahwa stunting terjadi akibat kekurangan nutrisi, khususnya protein. Namun, penelitian menunjukkan ASI mengandung lebih banyak karbohidrat daripada protein.