Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
Kemampuan literasi anak-anak sekolah di Indonesia dalam kondisi darurat. Agar siswa jadi pembaca aktif, perlu tersedia buku bacaan atau buku nonteks.
JAKARTA, KOMPAS — Untuk menghadapi tantangan dunia ke depan, para siswa mesti memiliki beragam pengetahuan dan keterampilan. Kemampuan dasar yang penting dimiliki adalah memahami bacaan. Namun, banyak siswa belum mencapai kompetensi literasi di atas standar minimum.
Berdasarkan Asesmen Nasional (AN) Tahun 2022 di Rapor Pendidikan Indonesia, meski literasi siswa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas sederajat meningkat daripada tahun sebelumnya, banyak siswa belum mencapai kompetensi literasi di atas standar minimum. Kemampuan literasi siswa di semua jenjang pendidikan mencakup pemahaman berbagai jenis teks untuk mengatasi masalah masih dalam kategori sedang.
Di jenjang SD, baru 61,53 persen dari populasi siswa memiliki kompetensi di atas minimum dan SMP sekitar 59 persen. Angka kompetensi terendah justru di jenjang SMA yang baru mencapai 49,26 persen atau turun daripada tahun lalu yang sebesar 53, 85 persen.
Baca juga : Literasi Terhambat Minimnya Akses Buku dan Budaya Membaca
Pengawas Yayasan Penggerak Indonesia Cerdas Dhitta Puti, di Jakarta, Senin (2/10/2023), mengutarakan, darurat literasi membaca anak-anak sekolah di Indonesia belum usai. Karena itu, Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Membaca (Gernas Tastaba) terus melaksanakan kegiatan pemberantasan buta membaca di sejumlah daerah.
”Kami menyasar para guru SD agar lebih memahami bagaimana mengajarkan materi membaca kepada siswa-siswi SD,” kata Dhitta, yang juga dosen di salah satu perguruan tinggi wasta di Jakarta.
Berdasarkan hasil AN tahun 2021, Indonesia mengalami darurat literasi, yakni satu dari dua peserta didik jenjang SD sampai SMA belum mencapai kompetensi minimum literasi. Rendahnya literasi siswa mengakibatkan produktivitas manusia Indonesia amat rendah dibandingkan negara-negara lain. ”Untuk aktif membaca, kita harus bisa menghubungkan bacaan dengan pengalaman, teks lain, dan dunia sekitar kita,” ujarnya.
Pada pertengahan September 2023, Yayasan Indonesia Cerdas bekerja sama dengan Ikatan Guru Indonesia (IGI) se-Bandung Raya menyelenggarakan pelatihan pemberantasan buta membaca di SD Negeri 037 Kota Bandung. Kegiatan yang akan berlangsung enam hari tiap Sabtu dan Minggu ini diikuti 20 peserta, di antaranya guru dari berbagai sekolah di Bandung, dan sejumlah mahasiswa prodi pendidikan.
Dhitta menuturkan, Gernas Tastaba bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan SD di Indonesia, salah satunya melalui pelatihan guru dengan topik dasar literasi. ”Harapannya, kualitas mengajar di kelas semakin baik, juga guru-guru yang mengikuti kegiatan ini menyebarkan gagasannya ke teman-teman guru lain,” ujar Dhitta.
Dalam kegiatan tersebut, peserta dibagi dalam kelompok berisi lima orang dan masing-masing diberikan sebuah buku kerja berjudul Menjadi Pembaca Aktif yang akan jadi modul acuan selama rangkaian kegiatan ini berlangsung. Buku ini akan menjadi portofolio dari para peserta terkait dengan proses belajarnya menjadi pembaca aktif.
Untuk aktif membaca, kita harus bisa menghubungkan bacaan dengan pengalaman, teks lain, dan dunia sekitar kita.
Dalam buku itu ada berbagai sarana belajar mulai dari pengenalan gagasan dalam membaca hingga ruang refleksi terkait pengalaman dan kepercayaan terkait membaca. Kegiatan ini diawali dengan cerita pengalaman berkesan para guru seputar membaca.
Tidak hanya dituangkan dalam tulisan, tetapi dalam prosesnya para guru pun saling berdiskusi dengan membagikan cerita bersama anggota kelompoknya. Para peserta tak hanya bisa merefleksikan pengalaman membaca, tetapi juga dapat mengaitkan pengalamannya.
Sinta Dianti, salah satu peserta yang juga seorang guru, menuturkan, di SD kegiatan membaca masih dibutuhkan oleh siswa sebagai dasar untuk naik ke level berikutnya. Apabila belum memahami soal cara berbahasanya sendiri, siswa akan kesulitan saat masuk materi pembelajaran nantinya.
”Saya senang dengan pelatihan membaca aktif. Saya jadi dapat pengalaman bagaimana cara menyampaikan materi ke anak,” ujarnya.
Buku bacaan
Untuk meningkatkan literasi siswa Indonesia, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membangun ekosistem perbukuan nasional yang sehat dan kuat sehingga dapat menghadirkan buku-buku yang bermutu, murah, dan merata untuk meningkatkan literasi murid.
Selain itu, buku bacaan nonteks atau buku cerita untuk pembaca awal dan pemula juga disusun lebih menarik demi membangkitkan kecintaan anak pada aktivitas membaca buku sejak usia dini.
Kepala Pusat Perbukuan Kemendikbudristek Supriyatno memaparkan, Kemendikbudristek menerbitkan sekitar 20 judul buku cerita atau buku nonteks untuk jenjang A (pembaca dini), B (pembaca awal), dan C (pembaca semenjana). Buku-buku cerita itu bisa dibaca dan diunduh secara gratis melalui platform Sistem Informasi Perbukuan Indonesia (SIBI). Masyarakat dapat mengakses SIBI melalui portal buku.kemdikbud.go.id.
Selain buku cerita, SIBI menyediakan buku-buku teks pelajaran dari berbagai kurikulum, termasuk Kurikulum Merdeka yang memiliki tampilan menarik dilengkapi ilustrasi yang menggugah minat murid.
”Buku-buku ini telah kami kurasi. Penyusunannya melibatkan berbagai profesi, tak hanya penulis, tapi juga ilustrator dan desainer buku. Jadi, tak hanya teks, tapi juga gambar yang menarik anak untuk membacanya,” ujar Supriyatno.
Supriyatno menekankan pentingnya kesesuaian buku dengan tingkat perkembangan anak yang membacanya. ”Ada panduan yang mulai diketahui dan digunakan penerbit sehingga mereka dapat menyesuaikan buku-buku terbitannya, serta terus disosialisasikan ke para guru dan orangtua,” ujar Supriyatno.
Baca juga : Tumbuhkan Minat Baca dengan Buku yang Tepat
Sementara itu, penulis dan spesialis literasi, Sofie Dewayani, mengapresiasi upaya Kemendikbudristek meningkatkan kapasitas guru agar memanfaatkan buku-buku nonteks pelajaran dalam kegiatan pembelajaran. Salah satunya adalah pemanfaatan buku cerita sebagai rujukan yang ditegaskan dalam modul pembelajaran Kurikulum Merdeka.
”Di dalam modul itu sudah eksplisit untuk menggunakan buku-buku nonteks dalam pembelajaran, tak sekadar imbauan, atau penggunaan di luar pembelajaran, seperti gerakan 15 menit membaca sebelum pembelajaran di kelas dimulai,” ujarnya.
Sofie berharap buku-buku cerita yang diterbitkan Pusat Perbukuan dan disediakan di SIBI dapat disebarluaskan secara lebih masif sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran pada kelas jenjang rendah. Ia menilai pemanfaatan buku cerita dalam pembelajaran di kelas, khususnya jenjang rendah, sudah sangat tepat.
”Penggunaan buku nonteks dalam pembelajaran lebih besar dampaknya daripada buku teks pelajaran. Sebab, anak-anak menjadi lebih paham, lebih termotivasi belajar, dan hasil belajarnya jadi lebih baik. Ini sudah dibuktikan banyak guru,” kata Sofie menambahkan.
Fenti Sanubari, guru kelas 3 di SD Negeri Karang Rahayu 01 Kabupaten Bekasi, mengatakan, sebelumnya dirinya terpaku mengajarkan materi hanya dari buku teks pelajaran di kelas. Namun, setelah berdiskusi dengan sejawat, ia mendapat inspirasi untuk menggunakan buku-buku cerita nonteks terbitan Pusat Perbukuan Kemendikbudristek dalam pembelajaran di kelas.
Pemanfaatan buku nonteks dalam pembelajaran di kelas ini dinilai efektif meningkatkan minat murid mengikuti pembelajaran di kelas. ”Setelah saya terapkan, suasana pembelajaran jadi lebih aktif, lebih hangat, anak-anak lebih antusias. Capaian belajarnya meningkat, anak jadi lebih percaya diri bertanya, bercerita, menyampaikan pendapat, dan berdiskusi,” tuturnya.
Fenti juga mendapat umpan balik positif dari orangtua murid sejak memanfaatkan buku-buku cerita atau buku nonteks pelajaran yang diterbitkan Pusat Perbukuan Kemendikbudristek. Para orangtua murid mengungkapkan perubahan perilaku yang positif pada karakter anak-anak mereka.
”Banyak orangtua murid mengatakan sekarang anak mereka jadi lebih ekspresif, lebih senang mengobrol dengan orangtua, dan lebih senang menyatakan perasaan mereka. Sebelumnya, mereka pendiam, susah berkomunikasi. Bahkan, ada yang mengatakan anak-anaknya menjadi lebih sopan,” kata Fenti.