Kehadiran industri ”batik” cetak yang kian menggeser batik tulis membuat nilai dan filosofi batik semakin memudar.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemahaman publik terhadap batik perlu diperkuat agar ada apresiasi lebih pada batik tulis yang kian tergerus produksi ”batik” cetak. Publik didorong untuk paham bahwa ”batik” cetak bukanlah batik. Batik yang benar adalah batik tulis dengan lilin atau malam yang merupakan warisan leluhur bangsa.
Penguatan pemahaman publik akan batik penting sebab industri batik memiliki peran besar bagi perekonomian nasional. Sepanjang tahun 2022, nilai ekspor batik dan produk batik menembus angka 64,56 juta dollar AS atau sekitar Rp 1 triliun. Angka ini meningkat 30,1 persen dibandingkan dengan capaian tahun 2021.
Sementara itu, pada periode Januari-April 2023, nilai ekspor batik dan produk batik sudah mencapai Rp 414,88 miliar. Pemerintah menargetkan nilainya dapat menyentuh hingga Rp 1,55 triliun selama tahun 2023 ini.
Namun, dari hasil riset tim Kementerian Perindustrian 2020, salah satu permasalahan yang dihadapi industri batik adalah gempuran ”batik” cetak. Oleh sebab itu, masyarakat perlu membudayakan kembali mengenakan batik tulis sebagai wujud kehormatan pada kearifan lokal di berbagai kesempatan, baik acara resmi maupun kasual.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, di setiap helai kain batik terkandung nilai budaya dan makna filosofis yang berkaitan erat dengan siklus kehidupan manusia Indonesia. Oleh karena itu, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia pada 2 Oktober 2009.
”Oleh karena itu, kita punya tanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan tradisi batik dan semua warisan leluhur yang kita miliki,” kata Nadiem dalam acara puncak peringatan Hari Batik Nasional di Museum Batik Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Senin (2/10/2023).
Menurut Nadiem, program Merdeka Berbudaya yang digagasnya membuka peluang bagi seniman, pelaku budaya, organisasi dan lembaga kebudayaan, serta seluruh masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam mengembangkan kekayaan budaya. Dengan program ini, batik dan seluruh warisan budaya lainnya tidak hanya dirawat, tetapi juga terus dikembangkan agar terus relevan dengan perkembangan zaman.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid menambahkan, salah satu cara mengungkit kembali nilai batik tulis agar tidak tergerus batik cetak adalah dengan tidak menyebut ”batik” cetak sebagai batik. Selain itu, perlu digalakkan kembali kegiatan ekstrakurikuler membatik di sekolah-sekolah.
”Membatik itu bisa sampai tujuh hingga delapan kali celup, memakan proses yang lama, jadi tidak heran kalau harganya tinggi. Kalau datang tekstil print, tetapi menyebutnya batik dengan menjual seharga Rp 50.000, itu problem sekali,” ucap Hilmar.
Salah satu cara mengungkit kembali nilai batik tulis agar tidak tergerus batik cetak adalah dengan tidak menyebut ”batik ” cetak sebagai batik.
Pemerintah sendiri telah membuat Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2009, yang menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Hal ini untuk menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap kebudayaan Indonesia serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap upaya perlindungan dan pengembangan batik Indonesia.
”Saya berharap generasi muda tidak hanya mengenakan batik, tetapi turut mengenali dan mempelajari nilai dan filosofinya,” kata istri Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Nyonya Wury Estu Handayani.
Dalam peringatan Hari Batik Nasional bertema ”Batik Bangkit” ini, hadir 125 pembatik di Museum Batik Indonesia untuk bersama-sama membatik beragam motif yang mewakili 33 daerah di Indonesia. Mereka adalah para perajin batik yang telah dikurasi dan memiliki keahlian tinggi untuk menghasilkan karya untuk Ibu Kota Nusantara.
Ketua Pelaksana Perayaan Hari Batik Nasional 2023 Shanty Leksono menjelaskan, pada Hari Batik Nasional ke-14 ini, Yayasan Batik Indonesia sebagai penyelenggara telah menyumbangkan lebih dari 730 batik Nusantara koleksi mereka kepada Museum Batik Indonesia. Kemudian, ada pemecahan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) bersama seluruh sentra batik di Indonesia.
”Ini upaya kami mempertahankan batik Indonesia sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO,” tutur Shanty.
Museum Batik Indonesia
Dalam kesempatan ini, Nadiem sekaligus meresmikan Museum Batik Indonesia di TMII. Museum yang dibangun sejak 2014 ini memiliki fungsi untuk mewadahi berbagai kalangan untuk mengenal, memahami, hingga belajar memproduksi batik.
Dinaungi Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya yang dibentuk pada 1 September 2023, Museum Batik Indonesia memiliki misi untuk terus meningkatkan profesionalisme pengelolaan museum, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, serta meningkatkan pelestarian batik melalui ruang kolaborasi bersama komunitas dan organisasi lainnya yang memiliki visi yang sama.
”Peresmian Museum Batik Indonesia merupakan titik tolak dalam memperkuat upaya menghadirkan sarana penyebaran pengetahuan mengenai batik di Nusantara serta membuka akses kepada masyarakat luas untuk mengenal batik dengan lebih mendalam,” kata Nadiem.