Kemenkes Gandeng Swasta dalam Proyek Data Genomik Manusia Indonesia
Pemerintah menargetkan pengumpulan 10.000 genom manusia Indonesia pada tahun 2024. Meski bermitra dengan swasta, keamanan data dipastikan terjaga.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan perusahaan rintisan penyedia platform genetik, PT Asa Ren Global Nusantara, untuk mengumpulkan informasi genetik manusia dan patogen di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menyediakan layanan pengobatan presisi bagi masyarakat.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Lucia Rizka Andalucia di Jakarta, Jumat (29/9/2023), mengatakan, pemerintah menargetkan pengumpulan 10.000 genom masyarakat Indonesia pada tahun 2024.
Keterlibatan pihak swasta membuat program BGSi atau Biomedical and Genome Science Initiative yang dicanangkan Kemenkes jadi inklusif guna mewujudkan transformasi ketahanan kesehatan. Jika teknologi genom di Indonesia makin canggih, warga tidak perlu lagi berobat keluar negeri.
Data genom tiap orang akan membuat diagnosis penyakit lebih presisi. Dengan demikian, dokter yang menangani bisa mengidentifikasi sumber penyakit dan mengobatinya dengan spesifik dan personal.
Hal ini mengingat 278,69 juta penduduk Indonesia memiliki kondisi kesehatan beragam. Dengan data genom, biaya pengobatan bisa ditekan.
”Kita ingin memperkuat sistem surveilans suatu penyakit dengan laboratorium menggunakan teknologi terdepan agar dapat melihat pola penyakit di Indonesia ini. Jadi, kalau ada pandemi selanjutnya atau krisis kesehatan, kita tidak gagap lagi,” kata Lucia.
Meski bekerja sama dengan swasta, Lucia menegaskan, masyarakat tidak perlu khawatir akan kerahasiaan data genom mereka. Sebab, Pasal 342 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memberi jaminan kerahasiaan data genetik tiap orang Indonesia. Namun, aturan turunan yang mengatur teknis perlindungannya masih digodok.
CEO PT Asa Ren Global Nusantara (Asa Ren) Aloysius Liang menegaskan, pihaknya akan mengikuti aturan pemerintah dalam mengumpulkan data genom masyarakat Indonesia. Seluruh data yang mereka kumpulkan akan terintegrasi dengan sistem Kementerian Kesehatan.
Asa Ren menjadi perusahaan genomik pertama yang melakukan proses analisisnya di dalam negeri demi menjamin privasi data pengguna. ”Kami mengikuti aturan di Indonesia. Seluruh data dari dan untuk orang Indonesia, kami tak akan menjualnya (data genom Indonesia) ke pihak luar,” kata Aloysius.
Pihaknya memakai metode skor risiko genetik atau polygenic risk scoring (PRS) untuk mengumpulkan data genomik. Adapun PRS membantu memahami dan memprediksi risiko penyakit berdasarkan faktor genetik untuk pengambilan keputusan medis lebih tepat dan personalisasi perawatan kesehatan.
Kemenkes perlu menginvestasikan anggaran besar untuk mengejar target mengumpulkan 10.000 data genom manusia Indonesia karena biayanya tidak murah. Namun, hal ini harus dipandang sebagai investasi bagi masa depan ketahanan kesehatan masyarakat Indonesia.
Meski isu genom relatif baru di Indonesia, studi genom manusia telah berlangsung lama. Genom ialah kumpulan informasi genetik organisme. Ia merupakan pengendali dasar organisme dan berfungsi mengatur proses biologis tubuh, termasuk sintesis protein dan perkembangan organisme.
Genom ibarat ”buku panduan” yang memberi instruksi bagaimana sel-sel tubuh manusia berkembang dan berubah menjadi berbagai organ, pembuatan elemen tubuh seperti hormon dan enzim, pengaturan perkembangan embrio, dan sebagainya.
Program BGSi digalakkan untuk meneliti pengembangan pengobatan pada enam kategori penyakit utama. Enam kategori tersebut meliputi penyakit kanker, penyakit menular, penyakit otak dan neurodegeneratif, penyakit metabolik, gangguan genetik, dan penuaan.
Sejauh ini, BGSi dilaksanakan di tujuh rumah sakit. Rumah sakit itu meliputi RS Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Pusat Otak Nasional Mahar Mardjono Jakarta, RSPI Sulianti Saroso Jakarta, RSUP Persahabatan Jakarta, RS Kanker Dharmais Jakarta, RSUP Sardjito Yogyakarta, dan RS Prof I Goesti Ngoerah Gde Ngoerah Bali.
Saat ini hanya terdapat 12 mesin whole genome sequencing (WGS) atau pengurutan genom menyeluruh di Indonesia. Kemenkes terus berupaya menyebar 48 mesin ke berbagai rumah sakit rujukan nasional di daerah.
”Bukan tidak mungkin kita akan terus berkolaborasi dengan semuanya, sehingga makin besar jejaring kita, maka semakin banyak data genom yang kita kumpulkan,” kata Lucia.
Pendanaan
Ketua Asosiasi Genomik Indonesia Ivan Rizal Sini menilai, Kemenkes perlu menginvestasikan anggaran besar untuk mengejar target mengumpulkan 10.000 data genom manusia Indonesia karena biayanya tidak murah, yakni Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per individu.
Harga ini hanya untuk aktivitas pengumpulan data genom, belum termasuk analisis dan tindak lanjutnya. Namun, hal ini harus dipandang sebagai investasi yang berguna bagi masa depan ketahanan kesehatan masyarakat Indonesia.
”Ini sangat terjangkau. Kalau pemerintah bisa menginvestasi Rp 2 juta, tetapi mengurangi biaya pengobatan kanker Rp 150 juta, ya sangat baik. Singapura negara kecil saja sudah 100.000 data genomik, tetapi di sana pemerintahnya mendanai,” kata Ivan.
Contoh lain, untuk proyek pengumpulan genom rakyatnya, Pemerintah Amerika Serikat pada 2015 menyediakan anggaran 215 juta dollar AS, sedangkan Pemerintah China menganggarkan 9,2 miliar dollar AS pada tahun 2016.
National Human Gen Research Institute menyebut dana awal yang dibutuhkan untuk proyek genom berkisar 25 juta hingga 50 juta dollar AS.
Sementara program BGSi didukung para donatur seperti The Global Fund, Panin Bank, Biofarma, dan East Ventures, serta melibatkan kolaborator, yakni Illumina, BGI, Oxford Nanopore Technologies, dan Yayasan Satria Budi Dharma Setia. Namun, belum ada transparansi anggaran yang dialokasikan pemerintah.