Rapor Pendidikan Indonesia untuk Publik Dinilai Belum Transparan
Evaluasi sistem pendidikan nasional kini mengacu pada Rapor Pendidikan Indonesia. Pemerintah diharapkan transparan menyampaikan data pendidikan.
JAKARTA, KOMPAS — Akses data pendidikan di platform Rapor Pendidikan Indonesia untuk publik dinilai tak transparan dan belum menunjukkan fakta apa adanya. Padahal, keberadaan rapor pendidikan tersebut diharapkan menjadi alat ukur komprehensif untuk memperbaiki mutu pendidikan.
Keberadaan Rapor Pendidikan Indonesia yang mengintegrasikan berbagai data pendidikan, terutama data Asesmen Nasional, menyajikan kondisi pendidikan Indonesia. Hal itu bertujuan untuk mendorong refleksi dan perbaikan mutu pendidikan juga mulai dapat diakses publik.
Dhitta Puti Sarasvati dari Dewan Pengawas Yayasan Penggerak Indonesia Cerdas di Jakarta, Rabu (27/9/2023), mengatakan, seharusnya pemerintah menunjukkan secara gamblang tentang indikator literasi yang sudah baik dan belum. Itu termasuk skor kompetensi siswa di bidang literasi dan numerasi.
Skor tersebut nantinya bisa dibandingkan dengan skor PISA (Programme for International Student Assessment). Dengan demikian, publik dapat menilai kemajuan capaian kompetensi literasi dan numerasi siswa Indonesia saat ini.
”Rapor pendidikan sangat tidak transparan. Tidak ada indikator penilaian literasi dan numerasi yang dipublikasikan sehingga publik tak bisa menilai apakah rapor pendidikan ini bisa menjawab darurat literasi di Indonesia. Ada ketidakjujuran dalam penyusunan laporan itu karena ada yang disembunyikan,” tegas Dhitta.
Setelah rapor pendidikan untuk satuan pendidikan dan pemerintah daerah dirilis Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Rapor Pendidikan Indonesia diluncurkan pada Senin (25/9/2023).
Peluncuran Rapor Pendidikan Indonesia tersebut agar masyarakat dapat melihat capaian pendidikan Indonesia secara nasional dan turut berkolaborasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Data yang digunakan dalam Rapor Pendidikan Indonesia tahun ini merupakan data Rapor Pendidikan 2022 yang dibandingkan dengan data tahun 2021. Akses untuk publik melalui raporpendidikan.kemdikbud.go.id dan menekan tombol ”Lihat Hasil Nasional”.
Data tersebut bersumber dari Asesmen Nasional, Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sistem pendataan pendidikan yang dikelola Kementerian Agama (EMIS), dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Selain itu, ada aplikasi bagi guru dan tenaga kependidikan (seperti Platform Merdeka Mengajar, ARKAS, dan SIMPKB), serta Tracer Study khusus untuk jenjang sekolah menengah kejuruan.
Baca juga : Rapor Pendidikan Jadi Acuan untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran
Secara terpisah, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo menjelaskan, ada sebelas indikator utama yang digunakan dalam rapor pendidikan. Sejumlah indikator itu untuk menggambarkan mutu pendidikan Indonesia secara menyeluruh.
Indikatornya meliputi pengukuran kompetensi dasar literasi murid; numerasi; karakter, kualitas pembelajaran; iklim keamanan sekolah; kebinekaan sekolah, inklusivitas sekolah; penyerapan lulusan SMK; kemitraan dan keselarasan dengan dunia kerja; persentase PAUD terakreditasi minimal B; serta angka partisipasi sekolah.
Pemanfaatan rapor pendidikan ini untuk mendorong para pemangku kepentingan agar melakukan identifikasi, refleksi, dan pembenahan. ”Mengidentifikasi indikator prioritas yang capaiannya kurang, merefleksikan akar masalah rendahnya capaian indikator, serta membenahi capaian,” ucap Anindito.
Untuk itu, melalui platform rapor pendidikan, semua pemangku kepentingan pendidikan berperan penting meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Kemendikbudristek sebagai pemangku utama penyelenggara pendidikan menyediakan program untuk meningkatkan mutu pendidikan yang diukur melalui Asesmen Nasional (AN) dan hasilnya bisa dilihat di rapor pendidikan.
Pemerintah daerah bisa memakai standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan sebagai acuan mutu pendidikan di daerah. Selanjutnya, satuan pendidikan bisa mengakses rapor pendidikan guna melihat hasil AN dan melaksanakan Perencanaan Berbasis Data sesuai kebutuhan.
Adapun orangtua murid sebagai salah satu warga sekolah, lanjut Anindito, diharapkan terlibat dengan memberi masukan bagi sekolah. Selain itu, masyarakat luas dan para pegiat pendidikan bisa melihat capaian mutu pendidikan nasional melalui rapor pendidikan untuk publik.
”Jadi, ketika kita berdiskusi, sudah fokus bagaimana cara mencapai tujuan sama, yaitu agar semua anak Indonesia memiliki kesempatan belajar yang baik. Mari bersama-sama manfaatkan rapor pendidikan karena semua punya peran dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,” ajak Anindito.
Butuh lebih rinci
Menurut Dhitta, publik membutuhkan fakta-fakta tentang kemampuan murid Indonesia secara lebih rinci. Apa saja kemampuan anak Indonesia di bidang literasi, bagaimana pemahaman bacaannya, dan seterusnya. Banyak indikator literasi mesti diketahui publik agar bisa turut melakukan perbaikan.
Jadi, ketika kita berdiskusi, sudah fokus bagaimana cara mencapai tujuan sama, yaitu agar semua anak Indonesia memiliki kesempatan belajar yang baik.
Dalam rapor pendidikan yang bisa diakses publik, pada jenjang sekolah dasar, 61,53 persen murid memiliki kompetensi literasi di atas minimum, naik 8,11 persen dari 2021 (53,42 persen). Dalam kompetensi numerasi, 46,67 persen murid punya kompetensi numerasi di atas minimum, naik 16,01 persen dari 2021 (30,66 persen).
Di jenjang sekolah menengah pertama (SMP), 59 persen murid memiliki kompetensi literasi di atas minimum, naik 7,63 persen dari 2021 (51,37 persen). Di kompetensi numerasi, ada 40,63 persen murid di atas minimum, naik 3,79 persen dari 2021 (36,84 persen).
Adapun di jenjang sekolah menengah atas (SMA), sebanyak 49,26 persen murid memiliki kompetensi literasi di atas minimum, turun 4,59 persen dari 2021 (53,85 persen). Untuk kompetensi numerasi, 41,14 persen murid memiliki kompetensi numerasi di atas minimum, naik 5,98 persen dari 2021 (35,16 persen).
”Tanpa transparansi laporan, rapor pendidikan tahun 2023 tidak berguna bagi publik dan kemajuan pendidikan di Indonesia. Data yang disajikan dalam rapor pendidikan hanya untuk memuaskan para pejabat,” ucap Dhitta.
Baca juga : Rapor Pendidikan Jangan Sebatas Formalitas
Sementara itu, pengamat pendidikan dari Vox Point Indonesia, Indra Charismiadji, menilai rapor pendidikan menjauhkan upaya bangsa ini untuk meningkatkan Human Capital Index (HCI) atau indeks sumber daya manusia.
”Tidak adanya data kompetensi literasi dan numerasi murid yang detail dalam rapor pendidikan ini, kita sulit membandingkan berapa skor kompetensi murid Indonesia dengan skor murid di negara maju,” ujarnya.
Padahal, tingkat kompetensi murid Indonesia akan sangat menentukan skor HCI Indonesia. ”Yang nantinya saya prediksi bakal bertolak belakang dengan hasil rapor pendidikan ini adalah PISA 2022 yang tidak akan lama lagi diumumkan. Faktanya kualitas pendidikan Indonesia makin turun,” kata Indra.