Membangun Perilaku dan Budaya Hidup Sehat di Sekolah
Dunia pendidikan perlu menggalakkan kampanye sekolah sehat demi terwujudnya generasi muda yang sehat, cerdas, dan berkarakter.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS– Tumbuh kembang anak-anak yang holistik sehingga menjadi generasi muda bangsa yang cerdas, berkarakter, serta sehat paripurna harus disiapkan dengan baik. Untuk itu, perilaku dan budaya hidup sehat dan lestari dipupuk melalui kampanye sekolah sehat dengan melibatkan kolaborasi berbagai pihak.
Namun berdasarkan white paper (hasil studi skala kecil) oleh Majalah Bobo bersama program AIA Healthiest Schools (PT AIA Financial) di 11 Sekolah Dasar (SD) negeri dan 11 SD swasta serta 12 Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri dan 11 SMP swasta di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), serta kelompok diskusi terpumpun dengan para pakar, upaya itu belum optimal,
Banyak ditemui masalah dalam menerapkan makan sehat, gaya hidup aktif, hingga masalah kesehatan mental dan sehat serta lestari di lingkungan sekolah. Dari temuan tersebut, kampanye sekolah sehat yang digalakkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) perlu didukung secara bersama-sama.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Iwan Syahril dalam acara Peluncuran Program Kerja Sama Sekolah Sehat oleh AIA Healthies Schools dan Majalah Bobo di SDN Gunung 01 Pagi Jakarta, Senin (25/9/2023), mengatakan ada amanat Presiden untuk memanfaatkan bonus demografi. Langkah itu sekaligus menuju Indonesia Emas tahun 2045 dan setelahnya.
“Persiapan sumber daya manusia menuju Indonesia Emas ini penting. Merdeka Belajar adalah problem solving atau solusi untuk peningkatan kualitas pendidikan yang holistik. Jadi aspek kognitif dan nonkognitif juga harus diperhatikan agar mereka mampu menyelesaikan masalah dengan kondisi disruptif. Jadi, kesehatan paripurna diutamakan,” papar Iwan menegaskan.
Kampanye sekolah sehat berfokus pada tiga hal, yakni sehat gizi, sehat fisik, dan sehat imunisasi. Hal ini sebagai dorongan awal untuk membangun kebiasaan sekolah sehat. ”Kampanye sekolah sehat bukan untuk juara lomba. Yang terpenting kebiasaan hidup sehat. Nantinya sehat tak lagi kemauan tapi kebutuhan. Melalui kampanye sekolah sehat, sekolah dan guru bisa berinovasi merencanakan dan menerapkan hidup sehat dan bahagia,” tuturnya.
Sementara Direktur Hukum dan Kepatuhan PT AIA Financial Rista Qatrini Manurung mengutarakan, pihaknya mendukung Kemendikbudristek mewujudkan anak sehat, cerdas, dan berkarakter menuju Indonesia Emas 2045. Untuk itu, Indonesia harus memiliki generasi muda yang produktif karena pada tahun 2030, sekitar dua pertiga penduduk berusia produktif.
Kampanye sekolah sehat bukan untuk juara lomba. Yang terpenting kebiasaan hidup sehat. Nantinya sehat tak lagi kemauan tapi kebutuhan.
”Dari hasil riset kesehatan, banyak anak Indonesia mengalami masalah kesehatan, salah satunya stunting (tengkes), kurang aktivitas fisik, dan masalah kesehatan mental. Dengan sinergi lewat program AIA Healthiest Schools, kami dapat berkontribusi memberdayakan dunia pendidikan dengan materi pendidikan kesehatan yang dapat diadaptasi guru SD dan SMP guna membangun kebiasaan hidup serta lingkungan sekolah lebih sehat dan bahagia,” kata Rista.
Ada empat pilar AIA Healthiest Schools yang dilakukan melalui kampanye sekolah sehat, yakni makan sehat, gaya hidup aktif, kesehatan mental, serta sehat dan lestari. Indonesia menjadi negara kelima yang mendapat program dari AIA setelah Australia, Hong Kong, Vietnam, dan Thailand.
CEO KG Media Andy Budiman mengutarakan, pendidikan yang diberikan kepada para siswa tidak hanya terkait kognitif atau sekadar menuntaskan kurikulum dan meraih nilai rapor yang baik. Namun, pendidikan di sekolah juga membantu anak-anak memiliki kehidupan sukses dan berguna dengan memberikan pengetahuan dan penerapan, baik gaya hidup sehat maupun lestari. Hal ini akan menjadi keberhasilan dari masa belajar di sekolah dan lulus serta hidup di masyarakat.
Belum ideal
Pemimpin Redaksi Majalah Bobo David Togatorop memaparkan, pendidikan di sekolah tidak sekadar pedagogi, tetapi juga holistik atau menyeluruh. Akan tetapi ada masalah untuk mewujudkannya. Hal ini terlihat dari riset di tahun 2022 di Australia yang menunjukkan, ada berbagai masalah yang membuat pendidikan belum sampai pada titik ideal.
Salah satunya kebiasaan hidup sehat yang menular dari orangtua ke anak. Upaya menerapkan hidup sehat juga dipengaruhi dari kebiasaan dalam keluarga. Demikian juga nutrisi atau asupan makanan yang diterima anak-anak. Hal tak kalah penting adalah interaksi anak-anak dan keluarga untuk membuat gaya hidup sehat dengan lingkungan sekitar.
”Ada banyak anak yang tidak makan tiga kali sehari. Namun, asupan gula yang dikonsumsi berlebihan. Gaya hidup dengan screentime (waktu di depan layar) membuat anak-anak menjadi lemah fisik,” kata David.
Sementara dokter spesialis anak, Dimple Nagrani, menyatakan, sering kali karena ingin praktis, bekal sekolah anak menjadi tidak memenuhi gizi seimbang. Salah satunya, soal karbohidrat dan asupan gula berlebihan. Adapun kebutuhan mikronutrien yang juga penting tidak terpenuhi.
Padahal asupan makan bergizi tak sekadar untuk kesehatan fisik, tetapi juga dapat memengaruhi emosi dan persiapan belajar. Sejauh ini dampak konsumsi gula yang berlebih, misalnya, belum disadari secara baik. Asupan tambahan gula di atas usia dua tahun sebanyak enam sendok teh gula. Namun satu cangkir boba atau bubble tea mengandung 13 sendok teh gula, padahal ini disenangi anak-anak.
”Asupan gula berlebih bisa memicu obesitas dan gangguan tidur, belajar dan emosi. Gula ini bisa membuat kecanduan,” kata Dimple.
Psikolog dan pendidik Tari Sandjojo menuturkan, kesehatan mental anak harus dijaga agar mereka bahagia dan bisa belajar secara optimal. Hal ini dipengaruhi faktor eksternal, yakni jika anak dipahami dan diterima di sekolah. Sementara faktor internal yang memengaruhi adalah makanan sehat, tidur cukup, serta punya aliran darah lancar dan bugar agar anak siap belajar.