Tingkatkan Baku Mutu Kualitas Udara Sesuai Standar WHO
Pemerintah perlu menetapkan baku mutu kualitas udara sesuai dengan standar terbaru dari WHO untuk mengatasi pencemaran udara di Jabodetabek. Ketentuan saat ini masih di bawah standar WHO.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Lanskap Kota Jakarta yang diselimuti polusi, Rabu (23/8/2023).
JAKARTA, KOMPAS —Polusi atau pencemaran udara yang terjadi di Indonesia telah merenggut hak ekologis masyarakat untuk hidup di lingkungan bersih dan sehat. Harus ada upaya yang lebih signifikan dalam mengatasi masalah ini, termasuk mengatur baku mutu kualitas udara sesuai standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Senior Advisor Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati mengemukakan, beberapa waktu terakhir WHO menyatakan 99 persen populasi global telah menghirup udara kotor. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan pencemaran udara tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara di seluruh dunia.
”Selain polusi udara, sebenarnya juga terdapat laporan tentang krisis air bersih. Terdapat juga studi tentang planetary poundaries yang menunjukkan seberapa besar kita telah menggunakan sembilan parameter lingkungan atau daya dukung planet kita,” ujarnya dalam diskusi daring memperingati Hari Udara Bersih Internasional, Kamis (7/9/2023).
Dalam konteks kebijakan, hak masyarakat Indonesia untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat telah diatur dalam konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 28H Ayat 1 dinyatakan, setiap orang berhak hidup sejahtera, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan.
”Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga sudah mengatur hal ini. Namun, saat proses diskusi tidak mudah mencari lembaga negara yang serius untuk menangani langsung hak ekologis anak agar mereka dijamin menghirup udara bersih dan bermain di tempat yang tidak tercemar serta mendapat air yang memadai,” katanya.
IRMA TAMBUNAN
Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Provinsi Jambi, Anisa, mengecek partikel udara PM 2,5 di Kota Jambi mencapai 120,2, Senin (4/9/2023). Angka tersebut melampaui nilai ambang batas (NAB) konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara ambien sebesar 65.
Menurut Yuyun, hak untuk hidup di lingkungan bersih dan sehat sebenarnya juga baru diadopsi atau diterima secara global. Berbagai pihak memandang bahwa hak untuk hidup di lingkungan bersih dan sehat merupakan hak asasi manusia. Salah satu poin yang menjadi perhatian utama yakni hak untuk mendapatkan atau menghirup udara bersih.
Yuyun menekankan, hak ekologis anak dan masyarakat serta keadilan antargenerasi ini harus dijamin mulai dari sekarang yang dituangkan dalam pertimbangan kebijakan. Salah satu kebijakan ini memang sudah didiskusikan lebih lanjut dan diturunkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Kesehatan Lingkungan.
Selain mengatur tentang pemantauan dan pencegahan penurunan kualitas udara, peraturan menkes tersebut juga menetapkan baku mutu kualitas udara. Namun, angka baku mutu kualitas udara dalam peraturan ini dinilai masih belum mengikuti ketentuan WHO atau perkembangan global karena proses diskusi dan penyusunan yang memakan waktu lama.
WHO menetapkan rata-rata nilai partikel berukuran 2,5 mikrogram (PM 2,5) per 24 jam yakni 15 mikrogram per meter kubik (ug/m3). Sementara dalam peraturan menkes tersebut, ketentuan PM 2,5 dalam ruang masih 25 ug/m3. Kemudian untuk PM 10, WHO sudah menyarankan di angka 45 ug/m3, sedangkan Indonesia masih 70 ug/m3 atau hampir dua kali lipatnya.
Selain itu, standar baku PM2,5 dan PM10 di luar ruangan dalam peraturan menkes tersebut juga tercatat masih lebih tinggi dari standar WHO. Standar baku luar ruangan yang ditetapkan di peraturan menkes untuk PM2,5 yakni sebesar 55 ug/m3 dan PM10 sebesar 75 ug/m3.
”Ini harus kita dorong bersama. Jadi, pemerintah harus memperketat baku mutu kualitas udara agar kita semua bisa terlindungi dari polusi udara. Saat ini warga sudah memenangkan gugatan dua kali dan diharapkan Mahkamah Agung bisa memutuskan serta memerintahkan negara untuk memperketat peraturan guna memperbaiki kualitas udara,” tutur Yuyun.
Melebihi ambang batas
Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Feni Fitriani Taufik, mengatakan, hampir 90 persen penduduk dunia hidup di area dengan kadar polusi udara yang melebihi nilai ambang batas WHO. Bahkan, tercatat 7 juta kematian di dunia juga berkaitan dengan polusi udara dan 2 juta di antaranya berasal dari Asia Tenggara.
PAPARAN YUYUN ISMAWATI NEXUS3 FOUNDATION
Ketentuan baku mutu kualitas udara WHO dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Kesehatan Lingkungan.
Menyikapi polusi udara di Jakarta dan kota lainnya, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) juga telah mengeluarkan pernyataan dan imbauan kepada masyarakat. Beberapa di antaranya mengimbau masyarakat untuk memantau kualitas udara secara real time dan mengurangi aktiviras di luar ruangan ketika kualitas udara tidak sehat.
Selain itu, PDPI juga mendorong pemerintah dan pemangku kebijakan untuk membuat undang-undang dan peraturan yang baik tentang pengendalian polusi udara. Upaya yang dilakukan meliputi penetapan peraturan standar baku mutu udara ambien sesuai standar WHO terbaru dan mempercepat peraturan penggunaan bahan bakar standar Euro 4.
”Perlu juga aturan tentang uji emisi kendaraan bermotor yang berkelanjutan dan pengurangan emisi polusi udara dari industri. Kemudian upaya lintas sektoral juga harus dilakukan baik dengan akademisi dan organisasi, termasuk kajian dan penelitian untuk mengetahui sumber-sumber polusi udara, dampak, serta upaya mengatasinya,” kata Feni.