Santunan Korban Gangguan Ginjal Akut Tunggu Persetujuan Jokowi
Rencana dan anggaran untuk pemberian santunan bagi keluarga anak-anak korban obat sirop beracun melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Hal ini membutuhkan persetujuan presiden.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi santunan bagi keluarga anak-anak korban obat sirop beracun penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal atau GGAPA masih menanti persetujuan Presiden Joko Widodo. Santunan ini sangat dinanti oleh para korban sebagai tanggung jawab pemerintah atas tragedi peredaran obat sirop beracun pada pertengahan hingga akhir 2022 lalu.
Asisten Deputi Peningkatan Pelayanan Kesehatan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Nia Reviani mengatakan, Sekretariat Kabinet telah menjadwalkan pembahasan pencairan anggaran santunan ini akan dibahas dalam rapat terbatas (ratas) Kabinet Indonesia Maju pada pekan depan. Dia meminta para korban untuk bersabar.
”Rencananya akan dibahas ratas minggu depan, sudah dijadwalkan kalau tidak hari Senin atau Selasa akan dibahas. Kami berkomitmen memberikan santunan kepada korban GGAPA, tetapi perlu arahan dan persetujuan dari Bapak Presiden terkait mekanisme pemberian santunan,” kata Nia, Rabu (6/9/2023).
Persetujuan dari presiden penting dalam birokrasi pemerintahan karena rencana pemberian santunan melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Adapun pihak yang terlibat, antara lain, ialah Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Dia memastikan pemerintah akan segera mencairkan santunan kepada semua korban yang berjumlah 326 pasien di 27 provinsi yang tercatat di Kementerian Kesehatan. Sebanyak 204 korban meninggal akan mendapatkan santunan kematian dan 122 orang yang selamat mendapatkan santunan perawatan lanjutan dan biaya hidup.
Menurut rencana, penyaluran santunan akan dilakukan oleh Kementerian Sosial. Nia menyebutkan, santunan ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah kepada korban GGAPA selain dari pelayanan BPJS Kesehatan, yang sejak awal kejadian sampai beberapa pasien rawat jalan tetap menerima manfaat secara penuh.
”Beberapa kali kami juga berkomunikasi dengan penyintas yang masih berjuang. Kami upayakan nominalnya sesuai dengan yang diharapkan,” ucapnya.
Meski akan diberikan santunan oleh pemerintah, para korban tetap melanjutkan sidang gugatan bersama atau class action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Langkah ini ditempuh untuk mengungkap tragedi obat sirop beracun demi perbaikan sistem kesehatan serta mencegah tragedi terulang di masa depan. Keluarga korban meninggal menuntut kompensasi Rp 3 miliar per orang dan Rp 2 miliar per orang bagi penyintas.
Gugatan bersama dengan nomor perkara 771/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst ini diajukan oleh 41 korban GGAPA, baik yang sudah meninggal maupun penyintas. Agenda sidang sudah memasuki tahap duplik atau jawaban tergugat, tahap pembuktian akan berlangsung pada 12 September 2023.
”Perihal kondisi korban hari ini, selalu kami tegaskan bahwa sampai dengan hari ini pemerintah masih tutup mata mengenai kasus ini dengan tidak ada tindak lanjut mengenai hal-hal yang seharusnya diberikan oleh pemerintah dan tidak mengindahkan perasaan korban,” kata Reza Zia Ulhaq, kuasa hukum korban GGAPA.
Sebanyak 5 dari 11 tergugat dikeluarkan sebagai tergugat karena sudah mencapai kesepakatan damai setelah delapan kali mediasi dengan para korban. Sementara enam tergugat lainnya, termasuk tiga lembaga pemerintah, memilih melanjutkan perkara.
Keenam tergugat itu adalah Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Keuangan, dua perusahaan penyalur obat, yakni PT Tirta Buana Kemindo dan CV Samudera Chemical, serta satu perusahaan farmasi, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industry.