Perguruan Tinggi Berinovasi Atasi Kekerasan Seksual
Satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi terus diperkuat. Dukungan ini untuk menciptakan kampus aman dan sehat guna meningkatkan kualitas pendidikan di perguruan tinggi.
JAKARTA, KOMPAS — Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi dalam dua tahun ini terus diperkuat. Upaya ini untuk memastikan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Peguruan tinggi negeri dan swasta pun telah membentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Seluruh peguruan tinggi negeri (PTN) telah membentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (satgas PPKS) sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi. Di lingkungan PTN, Satgas PPKS mencapai 1.321 orang, sedangkan di PTS jumlahnya 1.273 orang satgas dari 147 PTS, berdasarkan data 1 September 2023.
Menurut survei terhadap 106 PTN dan 36 PTS pada Mei-Juni 2023 yang dilakukan Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kemendikbudristek, didapati mayoritas perguruan tinggi sudah melakukan banyak inovasi dalam upaya PPKS di kampus, terutama dari segi tata kelola, sosialisasi, dan keberadaan kanal aduan.
Sebanyak 76 persen PTN dan 61 persen PTS sudah memiliki layanan pelaporan kekerasan seksual di perguruan tinggi masing-masing. Dalam hal pembelajaran, 65 persen mahasiswa baru sudah melakukan pembelajaran modul PPKS yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek.
Ukuran keberhasilan penanganan kekerasan seksual bukan terletak pada menurunnya laporan kasus, melainkan terletak pada meningkatnya penanganan kasus dengan seadil-adilnya.
Data itu pun sejalan dengan jumlah penanganan kasus kekerasan seksual yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek, Terjadi penurunan jumlah penanganan dari tahun 2021 dan 2022 yang masing-masing berjumlah 24 kasus menjadi 17 kasus di tahun 2023.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, Selasa (5/9/2023), mengatakan, sejak diterbitkannya Permendikbudristek PPKS, perguruan tinggi negeri ataupun swasta sudah lebih siap dalam mengatasi tindak kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.
”Kami sangat mengapresiasi langkah dan inisiatif perguruan tinggi yang dalam kurun dua tahun ini sudah membentuk satgas PPKS serta telah banyak melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual secara lebih intensif dan komprehensif,” ujar Nadiem.
Nadiem menambahkan, dari data penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi terlihat kemampuan pencegahan dan penanganan kasus meningkat. ”Tinggal ke depannya bagaimana kita terus memperkuat komitmen dan bekerja sama dalam upaya PPKS dengan harapan lingkungan perguruan tinggi yang aman dan bebas dari kekerasan dapat menjadi kawah Candradimuka bagi calon-calon generasi penerus bangsa,” tegas Nadiem.
Baca juga: Darurat, Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi
Nadiem mengapresiasi kiprah Satgas PPKS yang berisi orang-orang terpilih. Hal itu Satgas PPKS bertanggung jawab memastikan pencegahan dan penanganan yang akuntabel secara hukum dan berpihak kepada korban. Hal ini disebabkan terciptanya ekosistem perkuliahan yang kondusif dapat meningkatkan antusiasme mahasiswa belajar di perguruan tinggi.
Lebih lanjut, Nadiem mengatakan, meskipun tidak dimungkiri sampai saat ini kasus kekerasan seksual masih bersifat seperti gunung es. ”Kita sudah melihat sendiri bagaimana kehadiran Satgas PPKS telah mendorong semakin banyak korban yang melaporkan kasusnya,” kata Nadiem.
Berikan pemahaman
Kepala Puspeka Kemendikbudristek Rusprita Putri Utami memaparkan, sebagai wujud nyata dukungan pemerintah terhadap upaya dan kerja keras perguruan tinggi dalam mengimplementasikan Permendikbudristek No 30 Tahun 2021, Kemendikbudristek melalui Puspeka telah melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas satgas PPKS. Tujuannya untuk memberikan pemahaman lebih terkait implementasi Permendikbudristek PPKS sekaligus meningkatkan kualitas Satgas PPKS dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Kegiatan peningkatan kapasitas satgas PPKS telah dilaksanakan di empat region pada Juli-Agustus 2023. Region I meliputi wilayah Sumatera; Regional II Jawa bagian barat dan Kalimantan; Regional III Jawa bagian tengah, Jawa bagian timur, dan Bali; serta Regional IV Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Pada kegiatan tersebut, seluruh PTN dan Layanan Lembaga Pendidikan Tinggi (LL-Dikti) se-Indonesia sebagai perpanjangan tangan kepada PTS diberikan bekal pemahaman implementasi Permendikbudristek PPKS serta bimbingan teknis terkait PPKS.
”Mari bergotong royong bersama membangun komitmen untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan. Seusai kegiatan ini, kami tentu berharap Satgas PPKS bukan hanya memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, melainkan juga dapat memetakan kebutuhan dan kerja sama pihak-pihak terkait,” kata Rusprita.
Ketua Satgas PPKS Universitas Cenderawasih Vince Tebay menegaskan keberadaan Permendikbudristek PPKS telah berdampak besar bagi kampus. Sebelum ada Permendikbudristek tersebut, tidak banyak kasus yang dilaporkan. Ketika peraturan itu diterbitkan, semua orang memiliki rasa tanggung jawab untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual.
”Semua orang, termasuk mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan juga masyarakat yang terlibat dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, baik di dalam pendidikan, penelitian, maupun pengabdian masyarakat, menjadi sadar mengenai pentingnya kehati-hatian dan menjaga agar tidak terjadi kekerasan seksual,” ujar Vince.
Mahasiswa Universitas Diponegoro, Jordan Vegard Ahar, mengatakan, kampusnya sudah memiliki Satgas PPKS. Keberadaan Satgas PPKS dapat menjadi wadah bagi seluruh sivitas akademika agar dapat bersuara menyampaikan keresahan dan keluhan terkait tindak kekerasan seksual yang dialami dan akan ditindaklanjuti oleh satgas.
Baca juga: Semua Kampus Bentuk Satgas PPKS, Kekerasan Seksual Langsung Ditangani
”Satgas PPKS ini juga fokusnya bukan hanya pada penanganan, melainkan juga pencegahan sehingga isu-isu atau kasus-kasus kekerasan seksual yang ada di kampus itu bisa ditekan dan tentunya bisa memberikan perlindungan yang aman bagi semua mahasiswa yang ada di kampus. Harapannya, Satgas PPKS bisa berkolaborasi dengan semua fakultas, mitra kerja, dan juga inklusif kepada setiap mahasiswa untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman, nyaman, dan menyenangkan,” kata Jordan.
Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Alimatul Qibtiyah, mengungkapkan, kekerasan, baik berupa kekerasan seksual, perundungan, maupun intoleransi, merupakan pekerjaan rumah besar bagi bangsa Indonesia. Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan, ada 49.729 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke lembaga layanan dan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2012-2021.
Secara spesifik, dalam lingkup dunia pendidikan, kekerasan berbasis jender terhadap perempuan paling banyak terjadi di perguruan tinggi, yaitu menempati urutan pertama sebesar 35 persen. Bahkan yang mengejutkan, setelah 21 tahun, laporan terkait kasus pelecehan lebih banyak dilaporkan daripada pemerkosaan.
”Ini membuktikan bahwa orang sudah lebih mengetahui tentang jenis-jenis kekerasan seksual dan berani melapor. Namun perlu kita pahami bersama bahwa ukuran keberhasilan penanganan kekerasan seksual bukan terletak pada menurunnya laporan kasus, melainkan terletak pada meningkatnya penanganan kasus dengan seadil-adilnya,” kata Alimatul.
Buat konten
Sebagai upaya mewujudkan kampus bebas kekerasan seksual, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Dharma Wanita Persatuan (DWP) Ditjen Diktiristek menyelenggarakan Pelatihan Video Content Creator (VCC) pada sektor pendidikan dengan subtema PPKS di lingkungan pendidikan tinggi yang diikuti 553 mahasiswa.
Pelatihan VCC ini merupakan salah satu program Digital Talent Scholarship, yang bertujuan membentuk keterampilan mahasiswa dalam bidang produksi video untuk berbagai tujuan komunikasi dan diseminasi informasi melalui media digital. Pelatihan ini memiliki materi pembentukan keterampilan pembuatan konten video yang di dalamnya berisi informasi yang tersusun dalam tahap-tahap persiapan, produksi, dan pascaproduksi video, termasuk publikasi video melalui media digital.
Selain memperoleh materi terkait dengan produksi konten video, mahasiswa juga memperoleh pembekalan terkait dengan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.
Pelaksana Tugas Dirjen Diktiristek, Kemendikbudristek, Nizam, mendorong perguruan tinggi menciptakan lingkungan kampus yang sehat, aman, dan nyaman guna mewujudkan masyarakat kampus yang kreatif, inovatif, dan maju. Ia mengatakan bahwa dengan lingkungan yang sehat, mahasiswa bisa menunjukkan potensinya secara optimal.
”Kampus sehat ini sangat perlu kita tekankan karena sehat ini tidak hanya sehat jasmani, tetapi sangat penting untuk kita bangun kesehatan psikologis juga. Selain itu, kampus juga harus aman dari segala bentuk bullying, kekerasan fisik, seksual, bahkan digital,” kata Nizam.
Sementara itu, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Sri Suning Kusumawardani menyampaikan, pelatihan VCC ini dilakukan untuk mengenal lebih dalam tugas Satgas PPKS PTN dan komponen mahasiswa dalam upaya menyukseskan implementasi Permendikbudristek. Selain itu, pelatihan ini juga dilakukan untuk memberikan pengetahuan awal tentang kekerasan seksual, pendidikan kritis, serta melatih mahasiswa membuat konten video yang menarik dan kreatif untuk menyosialisasikan PPKS.
Ketua Dharma Wanita Persatuan Ditjen Diktiristek Sri Puji Saraswati Nizam menyampaikan harapannya sekaligus mengajak mahasiswa berpartisipasi secara aktif dalam mengampanyekan bahaya kekerasan seksual beserta upaya-upaya pencegahannya di lingkungan kampus dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital.
”Harapannya, adik-adik mahasiswa bisa menjadi duta mahasiswa untuk mengampanyekan pencegahan kekerasan seksual dan melawan kampanye-kampanye negatif di media sosial yang vulgar atau bahkan terselubung,” kata Sri Puji.
Hasna Sofiah, mahasiswi delegasi sekaligus utusan Satgas PPKS Universitas Pasundan, berharap setelah mengikuti pelatihan ini dia dapat berkontribusi dalam memajukan sektor pendidikan dengan membuat konten-konten yang menarik dan memantik kesadaran masyarakat terkait pentingnya pendidikan dan pencegahan kekerasan di lingkungan kampus.