Menghidupkan Kembali Praktik Kebudayaan Melestarikan Bumi
Pekan Kebudayaan Nasional 2023 bukan sekadar perayaan. Namun, juga misi mengingatkan masyarakat bahwa kebudayaan turut berperan dalam menciptakan masa depan bumi yang berkelanjutan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Indonesia mempunyai beragam ekspresi kebudayaan yang berkorelasi dengan pelestarian alam. Namun, beberapa di antaranya mengalami pergeseran. Pekan Kebudayaan Nasional atau PKN 2023 yang berlangsung sejak Juni lalu di sejumlah daerah menjadi momentum untuk menghidupkan kembali praktik-praktik kebudayaan tersebut.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid mengatakan, lewat PKN 2023, pihaknya ingin praktik kebudayaan lebih membumi. Artinya, lebih dekat dengan masyarakat sekaligus merawat bumi.
“Di Indonesia banyak kebudayaan yang berorientasi dengan alam sekitar. Itu yang ingin kita hidupkan kembali dan dikembangkan,” ujarnya dalam peluncuran PKN 2023 di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, Selasa (5/9/2023).
Hilmar menuturkan, PKN tahun ini bukan sekadar perayaan. Namun, juga misi untuk mengingatkan masyarakat bahwa kebudayaan turut berperan dalam menciptakan masa depan bumi yang berkelanjutan.
“Dalam keanekaragaman budaya kita, terdapat solusi dan inovasi lokal yang bisa kita aplikasikan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan,” katanya.
PKN 2023 mengangkat tema ‘Merawat Bumi, Merawat Kebudayaan’. Pelaksanaannya dibagi dalam tiga fase, yaitu “rawat”, “panen”, dan “bagi”. Fase “rawat” merupakan pra-acara berupa residensi dan penelitian yang berlangsung sejak Juni lalu.
Setelah itu diikuti fase “panen” pada Juli-Agustus dengan mengumpulkan, mendokumentasikan, dan mengarsipkan berbagai kebudayaan di sejumlah daerah. Kemudian dilanjutkan dengan fase “bagi” pada September-Oktober, di mana seluruh karya dibagikan melalui pameran, tur, perjamuan, pagelaran, konferensi, dan lokakarya yang dapat disaksikan publik.
Konsep PKN 2023 berbeda dengan edisi sebelumnya karena dimulai dari daerah. Menurut Hilmar, proses itu penting sebagai refleksi karena kegiatan sebelumnya cenderung sentralistik.
Dalam keanekaragaman budaya kita, terdapat solusi dan inovasi lokal yang bisa kita aplikasikan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan (Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Hilmar Farid).
“Artinya, Jakarta melihat berbagai macam (praktik kebudayaan) di daerah, kemudian memilih mana yang dianggap baik. Apakah itu benar-benar merepresentasikan budaya yang berbeda? Saya rasa belum,” jelasnya.
Kegiatan terdesentralisasi diharapkan memunculkan ekspresi kebudayaan yang selama ini kurang tergali dan kurang diperhatikan. Dengan begitu, masyarakat dapat menyaksikan serta melestarikannya.
Hilmar menambahkan, saat ini masyarakat hidup dalam akar peradaban modern yang cenderung menyapih kebudayaan lama. Hal ini menyebabkan kerugian besar, salah satunya krisis iklim.
“Kita sekarang mengalami pergeseran dalam cara pandang. Tentunya ini melibatkan upaya untuk mengenali kembali kekuatan kita yang sesungguhnya terletak pada keragaman budaya dan ekologi. Harapannya bisa menjadi bagian dari kebijakan yang lebih besar, misalnya soal pangan,” jelasnya.
Ketua Dewan Kurator PKN 2023 Ade Darmawan menuturkan, Indonesia mempunyai banyak ekspresi budaya yang mendukung upaya pelestarian bumi, baik berupa kepercayaan, ritual, dan praktik-praktik lainnya. Ajang tersebut diharapkan tidak sekadar seremoni, tetapi bisa mengimplementasikan nilai-nilai pelestarian alam dalam kehidupan sehari-hari.
“Dalam pameran di PKN kami mencoba pola-pola yang regeneratif. Pameran seni rupa, misalnya, bagaimana agar dalam produksinya tidak menghasilkan sampah. Atau, jika ada, dirancang dari awal agar bisa disumbangkan,” ujarnya.
Rangkaian PKN 2023 disiapkan oleh delapan kuratorial, yaitu Temu Jalar, Rantai Bunyi, Gerakan Kalcer, Laku Hidup, Jejaring, Rimpang, Berliterasi Alam dan Budaya, Pendidikan yang Berkebudayaan, dan Sedekah Bumi Project. Puncak acara pada fase “bagi” digelar pada 20-29 Oktober 2023 dengan serangkaian pameran. Lokasinya tersebar di 38 titik di Jakarta yang terdiri dari ruang-ruang publik dan ruang komunitas.