Penurunan Indeks Kemerdekaan Pers menjadi peringatan bagi semua pihak. Pemerintah, swasta, dan masyarakat diminta makin terbuka pada hal-hal menyangkut kepentingan publik demi menjamin kebebasan pers.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia 2023 menurun 6,30 poin dari tahun lalu menjadi 71,57, tetapi nilai ini masih berada pada kategori cukup bebas. Sejumlah persoalan menyangkut kemerdekaan pers, misalnya bebas dari intervensi kepentingan dan kriminalisasi masih dialami wartawan. Hal ini menjadi alarm bagi semua pihak agar makin terbuka terhadap informasi yang menyangkut kepentingan publik.
Survei ini dilakukan Dewan Pers terhadap 408 orang dari insan pers di 34 provinsi ditambah dengan 10 narasumber ahli di tingkat nasional. Para informan ahli terdiri dari pengurus aktif organisasi wartawan, pimpinan perusahaan pers, perwakilan pemerintah, dan unsur masyarakat. Kajian survei menggunakan data kuesioner dan wawancara.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, perlu perbaikan lebih agar Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Indonesia bisa mencapai kategori bebas dengan rentang nilai 90-100. Penurunan IKP ini menjadi peringatan bagi semua pihak. Dia meminta, pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk semakin terbuka pada hal-hal yang menyangkut kepentingan publik sebagai dukungan terhadap pemenuhan kemerdekaan pers.
”Ini tidak hanya tugas teman media, tetapi juga seluruh pemangku kepentingan untuk memberikan dukungan agar masyarakat kita menjadi terbuka, pemerintah terbuka, para aparatur juga terbuka. Situasi kemunduran ini harus disikapi dengan bijaksana dan langkah yang baik,” kata Ninik dalam peluncuran Survei IKP di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Penilaian IKP terdiri atas tiga variabel, yaitu lingkungan fisik dan politik, ekonomi, serta hukum. Ketiga variabel itu meliputi 20 indikator dan 75 subindikator. Dalam indikator lingkungan fisik politik nilainya menurun 5,90 menjadi 73,05 poin; lingkungan ekonomi menurun 6,74 menjadi 70,11 poin; dan lingkungan hukum nilainya menurun 6,70 menjadi 70,01 poin.
Selain itu, Ninik memastikan, menurunnya IKP 2023 ini tidak terkait dengan situasi Indonesia yang sedang menjelang Pemilihan Umum 2024. Dia justru menilai penurunan IKP ini berbanding lurus dengan situasi pers secara global. Menurut laporan Reporters Without Borders dalam IKP Sedunia tahun 2023, 7 dari 10 negara berada dalam kondisi lingkungan jurnalisme yang buruk. Kondisi ini diperparah oleh pandemi Covid-19 yang membatasi kerja-kerja wartawan.
”Ya, saya kira naik turunnya indeks kemerdekaan pers ini bukan hanya di Indonesia. Sama juga di global. Memang situasi kita pascapandemi bisa menjadi salah satu pemicu, salah satu yang ikut memengaruhi kemerdekaan pers kita,” ucapnya.
Kekerasan
Dewan Pers juga menyoroti kekerasan terhadap jurnalis dan kriminalisasi insan pers yang selalu muncul dan menghambat peningkatan indeks kemerdekaan pers. Menurut catatan Aliansi Jurnalis Independen, sepanjang 2022 terjadi 61 kasus kekerasan terhadap jurnalis; meningkat 18 kasus dibandingkan tahun 2021.
Naik turunnya indeks kemerdekaan pers ini bukan hanya di Indonesia. Sama juga di global. Memang situasi kita pasca pandemi bisa menjadi salah satu pemicu, salah satu yang ikut memengaruhi kemerdekaan pers kita.
Bentuk kekerasannya beragam, mulai dari kekerasan fisik dan nonfisik, termasuk kekerasan melalui sarana digital seperti peretasan, duplikasi situs web, penyebaran disonformasi untuk mendegradasi kredibilitas target serangan.
”Ini harus menjadi tanggung jawab bersama, lalu tindak lanjut penanganan kasus kekerasan yang dialami oleh kawan-kawan wartawan juga perlu mendapat penyingkapan yang bersama-sama oleh penegak hukum. Kalau itu bisa dimaknai secara baik, saya kira mudah-mudahan, IKP tahun 2024 nanti ada kenaikan,” tutur Ninik.
Tiga provinsi dengan nilai IKP 2023 tertinggi adalah Kalimantan Timur dengan 84,38 poin, Jawa Barat (83,02 poin), dan Bali (82,58 poin). Adapun tiga provinsi dengan nilai terendah adalah Lampung (69,76 poin), Maluku Utara (68,22 poin), dan Papua (64,01 poin).
Respons cepat Komisi Informasi Provinsi (KIP) Provinsi Kaltim dalam memberikan informasi kepada wartawan dan masyarakat serta dukungan dinas komunikasi dan informasi terhadap peningkatan kapasitas jurnalis membuat mereka tetap berada di atas.
Sementara di Papua, pendanaan perusahaan pers masih banyak bergantung pada pemerintah daerah dan partai politik, belum ada peraturan daerah khusus yang menghormati dan melindungi kemerdekaan pers, serta akses informasi sering ditutup oleh aparat keamanan.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong menyinggung tantangan perusahaan pers yang kini bergantung pada platform digital. Menurut dia, ini bisa semakin menurunkan indeks kemerdekaan pers.
”Pers seperti diatur sekarang oleh platform, baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi jurnalismenya. Oleh karena itu, saya kira indeks kebebasan pers kita di masa depan mungkin bisa juga melihat faktor mana yang menghambat kebebasan pers,” ucap Usman.
Terkait hal ini, Ninik mengimbau perusahaan pers tidak hanya mengejar klik dengan mengikuti algoritma platform digital. Namun, lebih mengutamakan produk jurnalisme berkualitas yang mengutamakan kebutuhan informasi yang relevan bagi masyarakat.
”Masyarakat kita senang pada klik-klik (clickbait). Maka bagaimana agar redaksi kita tetap memperhatikan kebutuhan bukan hanya sekadar keinginan kita senang pada klik-klik,” kata Ninik.