Pemenuhan Hak Anak dan SDM Perempuan Masih Jadi PR
Perempuan dan anak hingga kini masih menghadapi kekerasan dalam berbagai bentuk. Dukungan yang kuat dari semua pihak menjadi penting agar mereka berani berbicara dan melaporkan kasus yang dialaminya.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Kendati mengalami kemajuan dalam menurunkan prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak serta prevalensi perkawinan, hingga kini masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang dihadapi Indonesia terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Tantangan tersebut, antara lain, pemenuhan hak anak serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia perempuan dan peran perempuan dalam pembangunan.
”Melindungi perempuan dan anak korban kekerasan, tindak pidana perdagangan orang, mendorong korban dan masyarakat mau melapor serta pemberian layanan komprehensif secara terpadu lintas lembaga layanan bagi korban, juga masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional PPPA Tahun 2023 di Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/8/2023).
Menurut Bintang, nilai Indeks Perlindungan Anak (IPA) tahun 2021 sebesar 61,38 masih jauh dari target (100 poin) dan capaian lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2019.
Kita melihat anggaran kerja daerah masih sangat minimalis. Kalau bisa, anggaran desa memasukkan rencana strategis untuk urusan PPPA.
Di bidang pemberdayaan perempuan, upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan peran perempuan dalam pembangunan juga masih menjadi pekerjaan rumah. Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) perempuan sebesar 70,31 pada tahun 2022 masih jauh lebih rendah dibandingkan IPM laki-laki sebesar 76,73.
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) juga masih sebesar 76,59. Selain itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan 61,82 persen masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki yang sebesar 86,37 persen.
Adapun sejumlah kemajuan yang dicapai terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, antara lain, prevalensi kekerasan pada perempuan turun menjadi 26,1 persen pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 33,4 persen. Begitu juga prevalensi kekerasan pada anak turun pada tahun 2021 menjadi 34 persen pada anak laki-laki dan 41,05 persen pada anak perempuan, dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 62. Prevalensi perkawinan anak juga turun menjadi 8,06 persen pada tahun 2022 dari 10,82 persen tahun 2019.
Sekretaris Kementerian PPPA Pribudiarta Nur Sitepu menegaskan, angka prevalensi memang menurun, tetapi kekerasan terhadap perempuan dan anak tetap menjadi fenomena gunung es. ”Saat ini kekerasan banyak dilaporkan karena semakin banyak korban berani bicara,” ujarnya.
Data di Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI) PPA, jumlah kasus dan korban kekerasan terhadap perempuan yang terlaporkan dan tercatat terus meningkat sejak tahun 2020 hingga 2022. Pada tahun 2022 tercatat sebanyak 11.266 kasus dengan 11.538 korban.
”Periode tahun 2020- 2022, jenis kekerasan terhadap perempuan dewasa yang paling banyak terjadi adalah kekerasan fisik, dan terbanyak kedua adalah kekerasan psikis,” kata Pribudiarta.
Tantangan wilayah
Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Daerah (DPR) Diah Pitaloka mengungkapkan, perhatian terhadap masalah perempuan dan anak sangat penting, apalagi situasi daerah berbeda-beda. Misalnya, ada yang di wilayah kepulauan, ada yang populasinya tinggi, sehingga koordinasi menjadi tantangan.
Karena itu, dia mendorong pemerintah daerah menjadikan program PPPA rencana strategis. Hanya saja, sampai saat ini, selain masih dikeluhkan soal minimnya anggaran untuk program strategis PPPA, dinas PPPA yang masih digabung dengan dinas lain juga masih terjadi di daerah.
”Ini menjadi ukuran bagi indeks pembangunan Indonesia perempuan dan anak. Kita melihat anggaran kerja daerah masih sangat minimalis. Kalau bisa, anggaran desa memasukkan rencana strategis untuk urusan PPPA,” kata Diah.
Karena itu, dia berharap kerja-kerja PPPA tidak menjadi kerja populis, tetapi kerja-kerja yang sifatnya strategis sehingga penempatan pejabat daerah dan SDM, serta peningkatan anggaran perlu mendapat perhatian.
Rakornas Pembangunan PPPA Tahun 2023 dilakukan secara daring dan luring yang diikuti 750 orang dari seluruh dinas PPPA serta perwakilan dari kementerian/lembaga. Pada hari pertama rakor, hadir sejumlah pembicara dari kementerian/lembaga.