Pawai Reog Ponorogo, Upaya untuk Melestarikan Budaya Bangsa
Penampilan reog Ponorogo kini lebih disesuaikan dengan zaman, seperti mengubah sejumlah gaya tarian dan musik menjadi lebih modern.
Oleh
FAKHRI FADLURROHMAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ratusan masyarakat dan pelaku seni budaya mengikuti Pawai Budaya Reog Ponorogo yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Pawai ini merupakan upaya pemerintah mengenalkan kesenian reog kepada masyarakat di tengah pengusulan seni tari ini menjadi warisan budaya tak benda atau WBTB kepada Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Pawai budaya dimulai dari Perpustakaan Nasional pada sekitar pukul 08.30, Minggu (27/8/2023), menuju kompleks Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang berjarak sekitar 1,5 kilometer. Dalam perjalanannya ada dua titik pemberhentian untuk memamerkan tarian seni reog Ponorogo dan tarian adat Betawi.
Ketua Umum Sedulur Warok Ponorogo (SWP) Bekasi Sucipto mengatakan, ada sekitar 80 pemain dan 350 pengiring yang mengikuti pawai budaya ini. Mereka ditunjuk untuk mewakili Pawai Budaya Reog Ponorogo. Ini untuk mendukung usulan kesenian reog sebagai WBTB yang menurut rencana akan diputuskan pada tahun depan. Sucipto menjelaskan, jika reog Ponorogo disahkan menjadi WBTB UNESCO, hal ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian para pelaku seni reog.
Penampilan reog Ponorogo kini lebih disesuaikan dengan zaman, seperti mengubah sejumlah gaya tarian dan musik menjadi lebih modern.
”Dengan disahkannya reog Ponorogo di UNESCO, warga dunia tahu apa itu reog dan dengan sendirinya ekonomi untuk pelaku seni dan perajin akan meningkat,” ucapnya.
Di tengah pengusulan ini, Sucipto mengatakan, masih ada pekerjaan rumah untuk melestarikan budaya reog kepada generasi muda. Salah satu cara yang dilakukannya adalah pengenalan reog kepada siswa-siswa dengan mengadakan ekstrakurikuler, seperti di MTSN 14 Jakarta Timur. Selain itu, penampilan reog Ponorogo kini juga lebih disesuaikan dengan zaman, seperti mengubah sejumlah gaya tarian dan musik menjadi lebih modern.
”Sekarang variasi musik dan tarian lebih banyak. Seperti tari jathil itu awalnya laki-laki, tetapi sekarang ke perempuan. Atraksi ganong juga jadi lebih menarik untuk dilihat. Banyak hal yang kita sesuaikan untuk menggairahkan atau untuk menarik perhatian anak-anak generasi sekarang,” tuturnya.
Pelestarian reog Ponorogo di tempat asalnya sudah dilakukan ratusan komunitas. Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator PMK Muhadjir Effendy di tengah acara Pawai Budaya Reog Ponorogo. Antusiasme warga Ponorogo melestarikan budaya reog menjadi alasan kuat untuk menjadikan kesenian ini menjadi WBTB.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Hilmar Farid menjelaskan, kini proses pengusulan mejadi WBTB sudah dalam tahap pengiriman berkas atau dossier. Perbaikan berdasarkan ulasan dari UNESCO akan dikirim pada September 2023. Keputusannya akan disidangkan pada 2024.