Tiga Abad di Belanda, Empat Arca Dikembalikan ke Indonesia
Pemerintah Belanda mengembalikan empat arca ke Indonesia melalui repatriasi. Program tersebut fokus pada benda-benda bersejarah Indonesia yang menjadi koleksi museum di negara ”Kincir Angin” itu.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Empat arca peninggalan Kerajaan Singasari yang sudah tiga abad berada di Belanda dikembalikan ke Indonesia. Keempat arca tersebut merupakan bagian dari 472 artefak berharga hasil proses pemulangan kembali atau repatriasi benda sejarah dan budaya dari Belanda ke Tanah Air.
Arca Durga, Mahakala, Nandishvara, dan Ganesha yang dikembalikan tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia. Pengembalian keempat arca ini merupakan tahap pertama dari artefak yang tiba di Indonesia.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sedang memproses pengembalian satu keris Puputan Klungkung, 132 karya seni Pita Maha, dan 335 koleksi khazanah Puri Cakranegara Lombok. Upaya repatriasi ini telah dimulai sejak tahun 2021 dan secara resmi disepakati oleh kedua negara pada 10 Juli 2023.
”Masih dalam semangat kemerdekaan, masyarakat Indonesia patut berbangga atas hasil perjuangan kita bersama selama dua setengah tahun untuk mengembalikan benda sejarah dan budaya milik bangsa ini kembali ke Tanah Air,” kata Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim, di Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Nadiem mengatakan, pemulangan ratusan benda yang membentuk sejarah peradaban bangsa itu diharapkan meningkatkan semangat nasionalisme dan menambah khazanah ilmu pengetahuan. Hal itu sejalan dengan semangat Merdeka Belajar dan Merdeka Berbudaya yang senantiasa terus didorong.
”Saya sudah cek langsung kondisi keempat arca Singasari dan mengarahkan tim saya agar menjaga dan merawatnya dengan baik. Begitu juga dengan ratusan benda hasil repatriasi yang secara bergelombang akan pulang (dikembalikan),” ujarnya.
Di masa kolonial, negara ’Kincir Angin’ tersebut banyak mengumpulkan benda-benda bersejarah dari sejumlah daerah di Indonesia. Modusnya beragam, di antaranya untuk penelitian, koleksi pribadi, hingga perampasan.
Selain sebagai sumber ilmu pengetahuan untuk jangka panjang, Nadiem ingin agar masyarakat bisa melihat artefak-artefak berharga tersebut dalam bentuk pameran. Ia mengapresiasi sejumlah pihak yang terlibat dalam repatriasi itu.
”Apresiasi saya yang setinggi-tingginya kepada Ibu Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan tim Kementerian Luar Negeri, Pemerintah Kerajaan Belanda, tim repatriasi, dan para petugas yang memastikan benda-benda ini kembali ke Tanah Air dengan selamat,” ujarnya.
Kerja sama
Pada Juli lalu, di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda, Kerajaan Belanda yang diwakili Menteri Muda Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Kerajaan Belanda Gunay Uslu secara simbolis menyerahkan ratusan benda bersejarah kepada Indonesia melalui Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid. Pada masa kolonial, benda-benda itu diambil Belanda dari Indonesia.
Program repatriasi fokus pada benda-benda sejarah Indonesia yang menjadi koleksi museum di Belanda. Pada masa kolonial, negara ”Kincir Angin” tersebut banyak mengumpulkan benda-benda bersejarah dari sejumlah daerah di Indonesia. Modusnya beragam, di antaranya untuk penelitian, koleksi pribadi, hingga perampasan.
Menurut Hilmar, kerja sama kedua negara dalam bidang repatriasi ini berkembang ke arah positif dengan mengembangkan program-program kerja sama museum dan penelitian yang melibatkan ahli dari kedua negara serta pengembangan program beasiswa bagi para sarjana yang melakukan penelitian di bidang repatriasi benda kolonial.