Riset merupakan pemacu kemajuan teknologi. Hal ini perlu didukung kepastian pendanaan jangka panjang untuk mengembangkan ekosistem riset di berbagai bidang.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan menjadi faktor penting dalam menopang produktivitas suatu negara. Pendidikan membutuhkan investasi jangka panjang untuk menghasilkan ilmuwan-ilmuwan kredibel yang mumpuni mengembangkan riset sehingga dapat meningkatkan daya saing bangsa.
Ekosistem riset perlu dibangun di berbagai lini, mulai dari perguruan tinggi hingga industri. Oleh karena itu, pengembangan kapital intelektual menjadi faktor krusial, salah satunya lewat pendidikan.
Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) 2018-2023 Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan, pemerintah seharusnya melakukan investasi jangka panjang dalam bidang pendidikan, baik tingkat dasar, menengah, maupun tinggi.
”Pendidikan itu suatu investasi, bukan biaya. Jadi, sudah seharusnya berinvestasi di pendidikan untuk mendapatkan orang-orang terbaik untuk negara ini ke depan,” ujarnya dalam seminar daring ”Perlukah Indonesia Memiliki ScientistKetika Tempat Kerja Belum Terbangun”, Rabu (23/8/2023).
Kebijakan afirmatif lainnya yang dibutuhkan adalah dengan berinvestasi jangka panjang dalam bidang riset dan pengembangan (research and development/R&D). Selain itu, menghapus regulasi yang menghambat investasi pendidikan dan investasi R&D.
Satryo menuturkan, selama ini banyak pembicaraan tentang Indonesia di tengah jebakan pendapatan menengah (middle income trap). Bahkan, sudah dibahas hal-hal yang harus dikerjakan untuk keluar dari situasi itu.
”Namun, sampai detik ini belum ada perbaikan. Artinya, kita belum bisa keluar dari pendapatan menengah tersebut,” katanya.
Menurut Satryo, industri Indonesia masih terlalu memprioritaskan komoditas primer. Hal ini memicu pergeseran tenaga kerja dari industri bernilai tambah tinggi ke industri bernilai tambah rendah. Kondisi tersebut menyebabkan perlambatan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) per kapita.
Kebijakan afirmatif lainnya yang dibutuhkan adalah dengan berinvestasi jangka panjang dalam bidang riset dan pengembangan (R&D). Selain itu, menghapus regulasi yang menghambat investasi pendidikan dan investasi R&D.
”Hanya industri manufaktur yang bernilai tambah yang mampu mempercepat pertumbuhan PDB per kapita. Karena terjadi kelangkaan produk manufaktur yang dibutuhkan masyarakat, terjadilah peningkatan impor yang signifikan,” jelasnya.
Satryo menyebutkan, pengembangan kapital intelektual akan mendongkrak nilai tambah. Riset dan pengembangan merupakan dasar kekuatan dari industri manufaktur berbasis pengetahuan atau knowledge based manufacturing industry.
”Untuk itu dibutuhkan para ahli berbagai bidang untuk mewujudkannya. Para ahli tersebut dipersiapkan lembaga perguruan tinggi yang kredibel dan bereputasi,” ujarnya.
Bagi perguruan tinggi, tenaga ahli R&D diperlukan untuk memutakhirkan keilmuan serta didiseminasikan kepada dosen dan mahasiswa sekaligus untuk memastikan pendidikan yang diberikan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Sementara bagi industri untuk mengembangkan produknya agar bernilai tambah dan punya daya saing lebih tinggi.
Adapun di lembaga riset, para ilmuwan melakukan riset dasar yang akan digunakan untuk mengembangkan R&D di perguruan tinggi dan industri. Biasanya riset dasar memerlukan biaya dan infrastruktur yang masif serta periset ahli yang kompeten dalam jumlah besar.
Satryo menambahkan, produk dan metode baru tidak muncul sendiri, tetapi dari prinsip dan konsep baru yang diperoleh dari riset dasar yang intensif dan berkepanjangan. Menurut dia, riset dasar merupakan pemacu kemajuan teknologi.
”Riset dasar mampu menyejahterakan masyarakat jika didukung kepastian pendanaan jangka panjang yang fleksibel. Riset dasar mutu tinggi dilakukan dengan mengedepankan integritas, obyektivitas, keterbukaan, kejujuran, keadilan, dan akuntabilitas,” jelasnya.
Menteri Perdagangan 2011-2014, Gita Irawan Wirjawan, mengatakan, peningkatan pendidikan STEM (science, technology, engineering, mathematics) sangat relevan untuk meningkatkan produktivitas di masa depan. Menurut dia, dalam pendidikan STEM, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura dan Thailand.
”Saya agak menyayangkan karena jumlah pelajar yang dikirim ke tempat untuk memberi ilmu STEM di dunia masih relatif sedikit. Padahal, STEM berkorelasi dengan peningkatan produktivitas. Selama kita tidak bisa bulat mengambil langkah untuk meningkatkan produktivitas, kita cuma mimpi mau bersaing dengan negara-negara tetangga,” katanya.
Anggota Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar AIPI, Profesor Ismunandar, menuturkan, dalam kontrak sosial pendidikan yang baru, kurikulum perlu berkembang dari kekayaan pengetahuan bersama serta merangkul proses mempelajari ekologi, antarbudaya, dan antardisiplin ilmu. Selain itu, membangun kapasitas pelajar untuk mengkritisinya.