Delapan Perusahaan Terindikasi Kuat Jadi Sumber Pencemar Udara
Hasil pengawasan dan pemantauan yang dilakukan Satgas Pengendalian Pencemaran Udara selama beberapa hari terakhir menunjukkan delapan perusahaan terindikasi kuat jadi sumber pencemar udara.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran Udara terus mengidentifikasi sumber-sumber pencemar yang berpotensi memengaruhi kualitas udara di wilayah Jabodetabek. Hasil pengawasan dan pemantauan selama beberapa hari terakhir menunjukkan delapan perusahaan terindikasi kuat jadi sumber pencemar udara.
Perkembangan hasil pengawasan dan pemantauan ini disampaikan oleh Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pengendalian Pencemaran Udara yang juga Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani dalam konferensi pers di Media Center KLHK, Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Satgas Pengendalian Pencemaran Udara bertugas mengawasi dan menindak sumber-sumber pencemaran tidak bergerak. Sumber pencemar tersebut meliputi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), industri, pembakaran sampah terbuka, dan limbah elektronik,khususnya di wilayah Jabodetabek.
Apabila hasil pengukuran di laboratorium menunjukkan perusahaan menyebabkan pencemaran atau melebihi baku mutu, kami akan tindak secara pidana dan menggugat secara perdata.
Selama dua hari penugasan, satgas melakukan kegiatandi beberapa lokasi, yakni Marunda (Jakarta Utara), Cakung (Jakarta Utara), Kelapa Gading (Jakarta Utara), Pulogadung (Jakarta Timur), Bekasi, Bogor, dan Karawang.Pengawasan dilakukan pada delapan perusahaan dengan kegiatan stockpile (penimbunan) batubara, peleburan, pulp dan kertas, serta semen. Delapan perusahaan tersebut adalah PT WSR, PT UMP, PT MBS, PT MS, PT IVS, PT PD3, PT AK, dan PT JSI.
Satgas menemukanindikasi berbagai macam pelanggaran mengenai ketidaksesuaian dokumen lingkungan perusahaan dengan kondisi lapangan. Salah satu perusahaan juga tidak memiliki rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan (RKL-RPL) secara rinci. Kemudian terdapat pula kegiatan pembuangan limbah sisa pembakaran batubara(FABA)yang tidak memenuhi ketentuan standar teknis.
Rasio mengemukakan, perusahaan yang tengah diawasi satgas tersebut terindikasi kuat jadi sumber pencemar udara. Pihaknya juga menyegel dan menghentikan kegiatan penimbunan batubara pada beberapa perusahaan. Aktivitas perusahaan ini dinilai berpotensi menimbulkan pencemaran debu, khususnya partikel berukuran 2,5 mikrometer (PM2,5).
”Apabila tim menemukan adanya pelanggaran, akan dilakukan beberapa langkah. Bila pelanggarannya serius, kami akan menghentikan kegiatan usahanya. Satu perusahaan dengan kegiatan stockpile di Cakung telah kami hentikan,” ujarnya.
Selain itu, tindakan lainnya adalah menerapkan sanksi administatif untuk perusahaan sumber pencemar udara. Kemudian langkah selanjutnya bisa dengan menerapkan tindak pidana maupun gugatan perdata kepada perusahaan karena dampaknya yang sangat serius untuk lingkungan maupun kesehatan masyarakat.
”Saat ini kami juga sedang melakukan pengukuran kualitas udara di sekitar lokasi perusahaan dengan menempatkan sejumlah peralatan. Bila hasil pengukuran di laboratorium menunjukkan perusahaan menyebabkan pencemaran atau melebihi baku mutu, kami akan tindak secara pidana dan menggugat secara perdata,” tuturnya.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro menekankan, semua sumber emisi yang dominan akan terus diawasi. Pengawasan tidak hanya untuk PLTU, tetapi juga industri yang menggunakan batubara maupun solar.
”Kami juga akan terus melakukan kegiatan uji emisi sampai minggu depan untuk internal KLHK dan umum. Kemudian kami melayani kementerian dan lembaga lain untuk memastikan kendaraan di tempat parkir mereka merupakan kendaraan yang lolos uji emisi,” katanya.
Teknologi modifikasi cuaca
Upaya lainnya yang dilakukan untuk mengatasi pencemaran udara, menurut Sigit, adalah dengan menerapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk menurunkan hujan buatan. Upaya ini melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta TNI AU.
”Sejak hari Senin kami melakukan rapat untuk melihat kondisi cuaca atau potensi awan. Kami mengevaluasi pelaksanaan TMC tanggal 19 dan 20 Agustus ternyata tidak banyak turun hujan di Jakarta, tetapi justri di Bogor, Tangerang Selatan, dan Depok,” ucapnya.
Sigit menambahkan, pada 28 Agustus mendatang diprediksi terdapat awan yang cukup di daerah Jakarta sehingga akan diupayakan kembali penerapan TMC. Di sisi lain, KLHK terus mendiskusikan beberapa teknologi alternatif skala mikro dengan membuat semprotan air berkabut yang dilakukan di sejumlah gedung tinggi.
”Kami sedang menginventarisasi gedung-gedung tinggi yang potensial digunakan untuk melakukan kegiatan ini. Ini juga sekaligus mengiventarisasi fasilitas pembuat kabut seperti PT Pertamina yang memiliki fasilitas ini di kilang-kilang minyak. Kami akan melihat titik prioritas karena keterbatasan peralatan dan ketersedian sumber daya,” katanya.