Pendidikan vokasi dapat dioptimalkan untuk mendukung pembangunan daerah. Untuk itu, ekosistem kemitraan antara lembaga pendidikan vokasi dan daerah perlu dilakukan secara sistematis.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan vokasi berpotensi mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk itu, dibutuhkan ekosistem kemitraan yang sistematis dan berkelanjutan antara pemerintah daerah dengan dunia usaha dan industri.
Mengingat tiap daerah memiliki potensi beragam, pendidikan vokasi dapat diarahkan untuk menyiapkan sumber daya manusia sesuai kebutuhan.
”Dari pengalaman selama ini, kemitraan lembaga pendidikan vokasi dengan pemerintah daerah, industri, dan masyarakat bersifat spontan. Belum ada ekosistem yang membuat kolaborasi terjalin sistematis, efektif, dan terkendali,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Kiki Yuliati di acara peluncuran Program Penguatan Ekosistem Kemitraan untuk Pengembangan Inovasi Berbasis Potensi Daerah di Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Program yang diinisiasi Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI), Kemendikbudristek, tersebut didukung pendanaan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Program selama tiga tahun dengan total dana sekitar Rp 55 miliar tersebut melibatkan perguruan tinggi vokasi di daerah yang mencakup 27 provinsi.
Untuk mendukung program ini, politeknik atau sekolah vokasi pengampu di daerah membentuk konsorsium yang menggandeng perguruan tinggi vokasi negeri dan swasta. Konsorsium ini berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dalam menyusun perencanaan kebutuhan tenaga kerja dan inovasi vokasi sesuai potensi daerah.
Dampak responsif
Menurut Kiki, daerah harus responsif dengan dinamika yang terjadi, termasuk dalam mengantisipasi tren ketenagakerjaan. Selain itu, pemerintah daerah belum mampu menyiapkan perencanaan dan inovasi yang baik.
Dengan adanya ekosistem kolaborasi, kita harapkan perencanaan tenaga kerja dan inovasi jadi lebih jelas dan efektif.
”Dengan adanya ekosistem kolaborasi, kita harapkan perencanaan tenaga kerja dan inovasi jadi lebih jelas dan efektif. Pendidikan vokasi jadi punya acuan jelas untuk menyelenggarakan pendidikan berbasis driven, mengubah pendekatan selama ini yang dari sisi supply. Pendidikan vokasi pun jadi fleksibel dan adaptif untuk menyesuaikan kapan dan berapa banyak lulusan yang disiapkan sesuai dengan pembangunan dan potensi daerah,” kata Kiki.
Asisten Deputi Pendidikan Vokasi dan Pendidikan Tinggi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Ahmad Saufi mengatakan, strategi nasional untuk merevitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi telah dibuat. Di tingkat nasional telah dibentuk tim koordinasi nasional vokasi. Selanjutnya perlu ditindaklanjuti dengan membentuk tim koordinasi daerah vokasi (TKDV).
”Adanya kemitraan bisa memperkuat TKDV sehingga nanti jadi ketahuan jelas kesenjangan antara kebutuhan dan persediaan tenaga kerja di tiap daerah,” kata Ahmad.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Pelatihan Vokasi Kadin Indonesia Wisnu Wibowo mengatakan, pihaknya punya peran penting dalam merevitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Untuk itu, peran Kadin di daerah diperkuat guna mendukung TKDV.
Kadin menyiapkan perusahaan-perusahaan untuk tempat magang yang memiliki kurikulum yang diselaraskan dengan sekolah atau kampus vokasi. Adapun perusahaan besar dinilai mampu mengatasi kebutuhan tenaga kerja dengan menggelar pendidikan atau pelatihan vokasi sendiri.
”Namun, jumlah industri besar kita kan sedikit. Kadin memiliki 200.000-an anggota. Terdapat 280 asosiasi atau himpunan pengusaha. Dari jumlah itu, baru 180-190 asosiasi yang teregistrasi baik. Karena itu, tidak bisa mengandalkan perusahaan besar untuk mendukung magang vokasi, tetapi juga harus menyiapkan 97 persen perusahaan mikro dan kecil yang ada,” kata Wisnu.
Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah IV Kementerian Dalam Negeri Zanariah mengatakan, revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi jadi tanggung jawab pemerintah daerah. Tiap daerah dapat mengembangkan dan berinovasi sesuai dengan kemampuan anggaran dan kebutuhan daerah,
”Sepanjang daerah diberi petunjuk teknis dan pelaksanaan yang jelas dari pemerintah pusat, daerah siap menjalankan program nasional,” kata Zanariah.