Tiga Spesies Baru Tumbuhan dan Satwa Liar Diidentifikasi
Tiga spesies baru tumbuhan dan satwa liar yang ditemukan di berbagai wilayah Indonesia berhasil diidentifikasi. Ketiga spesies itu adalah ”Myzomela irianawidodoae”, ”Hanguana sitinurbayai”, dan ”Bulbophyllum wiratnoi”.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tiga spesies baru tumbuhan dan satwa liar yang ditemukan tim peneliti di berbagai wilayah di Indonesia berhasil diidentifikasi. Penemuan berbagai spesies baru dapat menjadi harapan baru bagi upaya konservasi di Indonesia sekaligus menjadi indikator keanekaragaman hayati Indonesia yang masih sangat melimpah.
Tiga spesies baru tumbuhan dan satwa liar tersebut adalah Myzomela irianawidodoae, Hanguana sitinurbayai, dan Bulbophyllum wiratnoi. Tiga spesies baru ini dipublikasikan dalam acara diskusi grup terfokus (FGD) bertajuk ”Penemuan Baru Tumbuhan dan Satwa Liar: Spesies Baru, Asa Baru Dunia Konservasi" di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Senin (21/8/2023).
Myzomela irianawidodoae merupakan burung endemik yang ditemukan di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, oleh ahli ornitologi dan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dewi Malia Prawiradilaga pada 2018. Spesies yang dinamai berdasarkan nama Ibu Negara Iriana Widodo ini berukuran kecil dengan warna dominan merah dan hitam.
Kemudian spesies Hanguana sitinurbayai merupakan tumbuhan endemik Borneo dan hanya diketahui berada di Cagar Alam Gunung Nyiut, Kalimantan Barat. Spesies yang dinamai berdasarkan nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar ini memiliki bagian berbulu dan berada di hutan pegunungan berlumut terutama rawa-rawa besar.
Sementara Bulbophyllum wiratnoi adalah bunga epifit endemik dari Papua Barat. Bunga dari keluarga anggrek ini memiliki sessile atau kelopak pelengkap berupa filform dengan dasar yang melebar. Spesies ini dinamai berdasarkan nama mantan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno.
Dewi Malia mengemukakan, proses pemberian nama spesies baru memiliki aturan internasional dan harus menghindari hal-hal terkait politik. Oleh karena itu, dibandingkan presiden, spesies burung tersebut lebih memilih dinamai berdasarkan nama istri presiden.
”Selama ini Ibu Iriana memang menyukai burung sehingga diharapkan ke depan bisa turut membantu dalam menjaga dan melestarikan semua burung di Indonesia,” ujarnya.
Menteri LHK Siti Nurbaya, saat memberikan sambutan dalam acara FGD tersebut, menyampaikan, selama ini berbagai spesies telah banyak ditemukan baik di dalam kawasan konservasi maupun di luar kawasan hutan. Bahkan, lebih dari 90 jenis spesies baru juga telah ditemukan selama 2021-2023 berdasarkan hasil eksplorasi BRIN dan KLHK.
”Masih banyak jenis tumbuhan dan satwa liar serta mikroba yang belum teridentifikasi dan belum tereksplorasi di seluruh penjuru Nusantara baik di darat maupun di laut,” ucapnya.
Siti menekankan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggibaik tumbuhan maupun satwa liar.Selain pada level ekosistem dan spesies, Indonesia juga kaya akan sumber daya genetik yang berpotensi dikembangkan untuk kebutuhan sandang, pangan, energi, obat-obatan, dan kosmetik.
Siti mengatakan, penemuan berbagai spesies baru ini dapat menjadi harapan baru bagi upaya konservasi di Indonesia. Hal ini sekaligus menjadi salah satu indikator bahwa kondisi keanekaragaman hayati Indonesia masih sangat melimpah dan menunjukkan upaya nyata yang telah dilakukan untuk menjaga keragaman biodiversitas yang ada.
”Perlu kita sepakati bersama bahwa biodiversitas merupakan added value dan indikator penting dalam keberhasilan Forestry and other Land Uses (FoLU) Net Sink 2030.Kekayaan ini merupakan anugerah berharga yang harus dijaga bersama. Kolaborasi dan dukungan multipihak tentunya selalu dibutuhkan dalam menciptakan hutan lestari yang kaya akan biodiversitas,” tuturnya.
Kegiatan eksplorasi
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Satyawan Pudyatmoko mengakui bahwa selama ini banyak pihak yang telah melakukan eksplorasi serta penemuan tumbuhan dan satwa liar baru di Indonesia. Pihak tersebut mulai dari pegawai internal KLHK dan BRIN, akademisi dari perguruan tinggi, hingga peneliti asing.
”Penelitian terkait keanekaragaman hayati terdapat regulasi khusus yang harus dipenuhi. Misalnya, dari peneliti asing memerlukan izin dari BRIN dan lainnya dan izin masuk kawasan dari KLHK. Kemudian hasil penelitian juga harus disampaikan dan dipresentasikan,” katanya.
Menurut Satyawan, penemuan spesies baru tumbuhan dan satwa liar ini menjadi titik balik untuk lebih meningkatkan peran peneliti dalam negeri. Hal ini termasuk mendorong peran peneliti dan perguruan tinggi dan staf internal KLHK. Potensi ini juga ditunjukkan dari spesies Hanguana sitinurbayai dan Bulbophyllum wiratnoi yang ditemukan oleh staf KLHK.
Meski demikian, ia juga tidak menampik bahwa minimnya fasilitas masih menjadi tantangan utama dalam kegiatan eksplorasi keanekaragaman hayati di Indonesia. Oleh karena itu, KLHK berkomitmen untuk terus meningkatkan fasilitas maupun alokasi anggaran untuk kegiatan eksplorasi spesies baru tumbuhan dan satwa liar di berbagai wilayah.
”Ada banyak areal yang belum banyak diteliti sehingga menjadi potensi ke depan untuk bisa mendapatkan data-data baru. Kita memiliki 568 kawasan konservasi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dan di darat maupun laut sehingga bisa mengidentifikasi kawasan mana saja yang masih banyak data yang kosong,” ucapnya.