Pertemuan para pegiat literasi dan pencinta buku akan kembali digelar pada Ubud Writers and Readers Festival. Publik dapat berbagi wawasan di festival ini.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ubud Writers and Readers Festival kembali diadakan di Ubud, Gianyar, Bali, pada 18-22 Oktober 2023. Sejumlah penulis, aktivis lingkungan, jurnalis, hingga perupa dari dalam dan luar negeri akan berpartisipasi dalam festival literasi tahunan ini. Festival menjadi wadah bertukar pengalaman dan inspirasi bagi publik.
Ini adalah penyelenggaraan Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) ke-20 tahun. UWRF 2023 mengangkat tema ”Atita, Wartamana, Anagata: The Past, the Present, and the Future”.
Menurut pendiri dan Direktur UWRF Janet DeNeefe pada Jumat (18/8/2023), tema ini menjadi refleksi perjalanan UWRF selama 20 tahun terakhir. Festival ini tak hanya membahas karya sastra masa lalu. Festival juga jadi wadah literasi isu-isu terkini, seperti kesehatan mental, serta membahas isu yang berkaitan dengan masa depan, seperti krisis lingkungan.
UWRF memberi kesempatan kepada penulis Indonesia, khususnya penulis-penulis muda, untuk mengasah potensinya.
UWRF 2023 pun menggandeng sejumlah pihak, antara lain, untuk menjadi pembicara dalam sesi diskusi panel saat festival. Beberapa di antaranya adalah pegiat lingkungan sekaligus Direktur Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh, Farwiza Farhan; pegiat lingkungan dan penulis dari India, Vandana Shiva; serta penulis dan jurnalis Australia yang pernah mendapat Pulitzer Prize, Geraldine Brooks.
Ada pula sastrawan Goenawan Mohamad, sastrawan Putu Wijaya, penulis dan perupa Lala Bohang, seniman Sujiwo Tejo, penulis Leila S Chudori, serta penulis Henry Manampiring. Selain diskusi, UWRF juga diisi, antara lain, dengan peluncuran buku dan pertunjukan.
Tahun ini juga ada Writing Retreat yang serupa dengan lokakarya menulis selama beberapa hari. Peserta program ini bakal dibimbing oleh penulis kelahiran Inggris, Louise Doughty; penulis Inggris, Jill Dawson; penulis kelahiran Australia, Kathryn Heyman; dan penulis Kanada, Kate Pullinger.
”UWRF memberi kesempatan kepada penulis Indonesia, khususnya penulis-penulis muda, untuk mengasah potensinya. Mereka juga dapat belajar dan berjejaring di sini,” kata DeNeefe di Jakarta.
Minat baca
Festival literasi tahunan ini juga diharapkan mampu memantik minat baca masyarakat. Mengacu pada data Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 orang, hanya 1 orang yang rajin membaca.
Di sisi lain, beberapa pihak menilai minat baca yang rendah hanya terjadi pada sebagian masyarakat. Sebagian lainnya punya minat baca yang tinggi, tetapi terkendala oleh akses ke bahan bacaan. Sejumlah daerah sulit mengakses buku karena terkendala faktor geografis.
Perupa dan penulis Lala Bohang mengatakan, pola asuh keluarga di rumah berperan penting dalam penanaman minat baca ke anak. Guru di sekolah pun punya peran yang tak kalah penting dalam hal ini. Lala menambahkan, tak banyak buku baru di perpustakaan sekolah dan perpustakaan kotanya tumbuh dulu. Ia pun membaca buku-buku kakeknya. Gurunya di sekolah pun mendorong ia untuk terus membaca.
Sementara itu, penulis Leila S Chudori menyebutkan, internet bisa jadi media untuk menyebarkan bahan bacaan ke publik. Adapun media sosial kini digunakan publik untuk berdiskusi soal bahan bacaan. Hal ini dapat memicu ketertarikan orang untuk membaca.
Adapun Duta UWRF Laksmi DeNeefe Suardana menilai, membaca bukan hanya sarana untuk meningkatkan kapasitas diri dan belajar. Membaca juga salah satu bentuk ”hiburan lambat” yang bisa dinikmati, khususnya oleh orang-orang yang hidup di zaman serba cepat dan sibuk.
”Untuk menikmati kegiatan membaca, kita bisa memulainya dengan membaca hal yang kita sukai,” kata Laksmi yang juga Puteri Indonesia 2022.