Menanti Pulihnya Jembatan Edukasi Menjelajah Angkasa
Lama dinanti, Planetarium dan Observatorium Jakarta belum juga dibuka untuk umum. Hal ini menghambat langkah anak-anak Ibu Kota untuk mengarungi samudra ilmu astronomi.
Impian Ardi (8) menjelajah angkasa lewat wahana simulasi perbintangan dan benda-benda langit di Planetarium dan Observatorium Jakarta (POJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), kembali kandas, Minggu (13/8/2023). Teater bintang di planetarium itu masih ditutup. Warga menanti pulihnya fasilitas yang menjadi jembatan edukasi mengenal astronomi tersebut.
Siang itu menjadi kegagalan kedua Ardi mewujudkan impiannya. Bulan lalu ia juga datang ke TIM dan pulang dengan tangan kosong. Ia hanya bisa menatap gedung berkubah berwarna putih yang di dalamnya terdapat teater bintang.
Ardi tak bisa menyembunyikan raut kecewa di wajahnya. Meskipun sudah diberi tahu kalau teater bintang masih ditutup, ia belum mau beranjak dan tetap menggenggam erat tangan ibunya, Elis (36).
”Kapan teater bintangnya dibuka, Bu? Kalau kita datang lagi minggu depan, apa sudah bisa masuk?” tanyanya.
Elis tak menjawab. Ia hanya mengelus-elus kepala buah hatinya itu. Ia pun mengaku kecewa.
”Sebenarnya saya juga ragu teater bintangnya sudah dibuka. Namun, supaya anak enggak penasaran, saya datang saja ke sini,” kata Elis.
Ardi bukan satu-satunya anak yang kecewa karena tidak bisa menyaksikan simulasi susunan bintang-bintang dan benda-benda langit di teater bintang. Sejumlah anak juga mengalami hal serupa. Mereka hanya mondar-mandir di selasar sisi utara gedung tersebut.
Baca juga : Planetarium dan Observatorium Jakarta Dimarjinalkan
Elis mengatakan, sudah lama anaknya ingin melihat pertunjukan di POJ. Sebab, Ardi pernah mendengar pengalaman sepupunya yang berkunjung ke teater bintang pada 2017.
Keinginan itu harus ditunda karena TIM direvitalisasi pada 2019-2022. Namun, meski revitalisasi sudah diresmikan pada September tahun lalu, teater bintang tak kunjung direaktivasi karena proyektor star ball-nya rusak.
Menurut Elis, POJ merupakan sarana wisata edukasi yang sangat penting untuk mempelajari perbintangan. Sebab, anak hanya mendapatkan pengetahuan melalui referensi tertulis saat mempelajari astronomi di sekolah.
”Anak lebih mudah memahaminya di Planetarium karena dapat mempelajarinya secara visual. Para orangtua sangat berharap teater bintang bisa dibuka kembali,” ujar warga Cakung, Jakarta Timur itu.
Pengunjung lainnya, Mirna (38), harus membujuk anaknya, Nadeo (7), yang tidak mau pulang karena ingin masuk ke teater bintang. Meski sudah dijelaskan berkali-kali bahwa alat di teaternya rusak, siswa kelas I sekolah dasar itu masih terus bertahan.
”Saya jadi serbasalah karena sudah menjanjikan ke dia untuk melihat teater bintang. Tetapi, ternyata malah apes,” katanya.
Tingginya animo masyarakat untuk mengakses fasilitas POJ seharusnya menjadi evaluasi bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk berbenah. Sebab, hal itu menunjukkan kesadaran warga tentang pentingnya mengenalkan ilmu astronomi kepada anak sejak dini.
Mirna membujuk Nadeo untuk bergeser ke Lobi Teater Kecil TIM. Berdasarkan informasi dari pengunjung lainnya, di sana ada pertunjukan planetarium mini. Pertunjukan ini merupakan rangkaian kegiatan Pekan Astronomi Jakarta yang berlangsung pada 7-13 Agustus.
Planetarium mini berupa tenda berbentuk kubah dengan kapasitas 15-20 anak. Kegiatannya adalah ceramah astronomi dan melihat simulasi langit.
Akan tetapi, sesampainya di sana, Mirna dan Nadeo kembali menelan kecewa. Sebab, mereka tidak kebagian tiket masuk. Tiket yang dijual secara daring itu ludes dalam hitungan jam pada beberapa hari sebelumnya.
Mirna menuturkan, tingginya animo masyarakat untuk mengakses fasilitas POJ seharusnya menjadi evaluasi bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk berbenah. Sebab, hal itu menunjukkan kesadaran warga tentang pentingnya mengenalkan ilmu astronomi kepada anak sejak dini.
”Sampai sekarang belum ada kepastian kapan planetarium ini dibuka lagi. Kasihan dong sama anak-anak kita. Mereka kan juga punya hak untuk mendapatkan pengetahuan, bukan hanya dari buku, tapi juga pengalaman,” ucapnya.
Mirna menambahkan, melihat bintang di malam hari menjadi sesuatu yang langka bagi warga Jakarta. Polusi cahaya dan udara membuat bintang sulit terlihat.
Jadi, tidak heran jika banyak warga menantikan pengaktifan kembali teater bintang di POJ. Fasilitas ini menjadi tumpuan bagi anak-anak di Ibu Kota untuk menyelami ilmu astronomi dengan gembira.
”Kalau kemewahan anak-anak di kampung adalah bisa melihat langsung bintang-bintang di langit malam, kemewahan anak-anak di Jakarta adalah menyaksikan simulasi langit di planetarium. Sayangnya, kemewahan itu sedang dirampas,” ujarnya.
Mendukung pemajuan kebudayaan
Sejak didirikan pada 1964, POJ di TIM menjadi ruang belajar astronomi bagi masyarakat serta mendukung pemajuan kebudayaan. Namun, pascarevitalisasi TIM, fungsi POJ menyusut dan dimarjinalkan. Pembangunan gedung-gedung di sekitarnya berpotensi membuat fungsi POJ sebagai tempat pengamatan benda langit dan fasilitas belajar publik berjalan tidak optimal.
Jakarta menjadi kota yang beruntung karena memiliki planetarium dan observatorium. Sebab, fasilitas ini tidak hanya dimanfaatkan oleh ilmuwan, tetapi juga masyarakat.
Keberadaan POJ di kawasan TIM membuatnya dekat dengan unit-unit pemajuan kebudayaan seperti galeri, gedung pertunjukan seni, perpustakaan, taman, dan lainnya. Oleh sebab itu, kontribusinya tidak bisa diukur hanya secara komersial.
Akademi Jakarta telah merekomendasikan untuk merestorasi POJ agar dapat menjalankan misinya sebagai penyelenggara pendidikan publik dalam bidang astronomi. Bukan melemahkan dan menciutkannya hanya sebagai obyek wisata tanpa kegiatan aktif di teater bintang.
Rekomendasi lainnya adalah memperbaiki fasilitas, tata kelola, dan program POJ agar dapat melayani kepentingan belajar masyarakat secara optimal. Selain itu, memastikan pengelolaannya sebagai entitas ilmu pengetahuan.
Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Restu Gunawan menuturkan, planetarium merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya astronomi. Menurut dia, fasilitas ini sangat dibutuhkan untuk belajar astronomi secara menyenangkan.
”Mudah-mudahan kemelut di planetarium ini bisa segera selesai dan menjadi destinasi wisata edukasi bagi adik-adik untuk mengenal lebih jauh ilmu astronomi,” ucapnya.
Kepala Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta TIM Arif Rahman mengakui banyak pihak yang menginginkan aktivasi kembali planetarium itu. Menurut dia, planetarium dan observatorium merupakan layanan utama yang harus diberikan dalam mengedukasi masyarakat luas.
Baca juga : Teater Pertunjukan Bintang-bintang
”Dinamika terakhir masih terkait apakah wilayah planetarium dikelola oleh Dinas Kebudayaan (DKI Jakarta) atau oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro),” ujarnya dalam seminar ”Mengungkap Kearifan Astronomi dalam Budaya Nusantara” di TIM.
Terbengkalainya reaktivasi Planetarium Jakarta tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Sebab, fasilitas ini membawa cita-cita besar seperti yang diucapkan Presiden Pertama RI Soekarno saat upacara pemancangan tiang pertama pembangunan gedung itu pada 9 September 1964.
”Kita sebagai bangsa yang baru lahir kembali, kita harus dengan cepat sekali, check up mengejar kebelakangan kita ini, mengejar di segala lapangan, lapangan politik kita kejar, lapangan ekonomi kita kejar, lapangan ilmu pengetahuan kita kejar, agar supaya kita benar-benar di dalam waktu yang singkat bisa bernama bangsa Indonesia bangsa besar yang pantas menjadi mercusuar daripada umat manusia di dunia.”