Gita Bahana Nusantara 2023 Tampil Menembus Batas di Kota Tua
Untuk pertama kali sejak dibentuk 20 tahun lalu, Gita Bahana Nusantara tampil di hadapan masyarakat. Selama ini, kelompok orkestra dan paduan suara ini tampil di Istana Merdeka, Gedung DPR, atau kementerian.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
Sejak dibentuk 20 tahun lalu, Gita Bahana Nusantara untuk pertama kali hadir di hadapan berbagai lapisan masyarakat di depan Museum Fatahillah, kawasan Kota Tua, Jakarta, Sabtu (12/8/2023) malam. Selama ini, kelompok orkestra dan paduan suara tersebut tampil di Istana Merdeka, gedung parlemen, dan kementerian.
Cobalah sesekali hadir di pertunjukan musik klasik. Penontonnya biasanya rapi (minimal berbusana smart casual), anteng, tampak pintar, dan ”mahal”. Maklum, musik klasik punya citra sebagai musiknya orang-orang kelas atas. Citra itu begitu mengakar sampai-sampai seorang penonton musik klasik yang sedang flu bercerita, ia takut batuk waktu nonton konser dulu.
Citra itu meluruh saat musik klasik dibawa ke pelataran Museum Fatahillah, kawasan Kota Tua, Jakarta, Sabtu (12/8/2023) malam. Ada beragam pengunjung di sana, mulai dari yang bersandal dan bersepatu, berwajah agraris dan bule, hingga beraroma minyak telon dan wangi parfum. Semuanya berbaur sambil duduk lesehan di lantai batu.
Penonton malam itu jumlahnya ratusan, atau bahkan ribuan. Langit masih terang saat mereka memadati pelataran Museum Fatahillah. Saat langit makin gelap, kian banyak pula orang yang datang.
Konser yang dijanjikan berlangsung pukul 19.30 akhirnya dimulai sekitar pukul 20.00. Penonton bertepuk tangan tak sabar. Konser dibuka dengan lantunan lagu ”Indonesia Raya”, lalu pembacaan puisi ”Aku Melihat Indonesia” karya Presiden pertama RI Soekarno.
Puisi yang dibacakan Deni Maulana ini mengantar penonton ke nuansa keindonesiaan yang kental. Nuansa ini menguat kala instrumental ”Rayuan Pulau Kelapa” dilantunkan, berlanjut dengan entakan lagu ”Hari Merdeka”.
Konser berlanjut dengan beberapa repertoar lain, seperti ”Satria Indonesia”, ”Nusantara V”, ”Simfoni Raya Indonesia”, ”Zamrud Khatulistiwa”, ”Butet”, dan ”Pemuda”. Beberapa lagu berkolaborasi dengan penyanyi Novia Bachdim dan sejumlah solois dari Gita Bahana Nusantara (GBN).
Pertunjukan berjalan dengan lancar. Pengeras suara yang dipasang mengelilingi pelataran museum membuat musik terdengar jelas oleh audiens. Noise yang datang dari arah timur tak terdengar kala musik dimainkan.
Konser berdurasi sekitar satu jam tersebut diakhiri dengan lagu ”Cinta Indonesia” ciptaan Guruh Soekarnoputra. Saat kelompok GBN menutup konser dengan membungkuk hormat, audiens pun berseru, ”Lagi! Lagi!”. Konduktor Eunice Tong menyanggupi permintaan encore tersebut.
Personel GBN kembali ke formasi siap dan langsung memainkan lagu ”Ondel-ondel” dengan semangat. Paduan suara kali ini pun tak hanya bernyanyi, tapi juga berjoget dan menyerukan ”Eeeak! Eeeak!”. Penonton bersukacita merayakan panggung yang tiba-tiba meriah. Mereka ikut menari walau sambil duduk.
Penampilan perdana
Malam itu merupakan pertama kali GBN tampil di hadapan masyarakat awam. Biasanya GBN tampil saat momen Hari Kemerdekaan RI yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus di Istana Merdeka, Jakarta. Mereka juga pernah tampil, antara lain, di Gedung MPR/DPR saat sidang paripurna, serta di gedung kementerian.
Pengalaman tampil di muka publik tahun ini diyakini dapat memperkaya pengalaman para personel GBN sebagai musisi. Lokasi konser yang tak biasa memaksa mereka beradaptasi dengan kebisingan, angin malam, hingga audiens yang bisa saja lalu lalang. Meski demikian, para musisi dan penyanyi dituntut untuk fokus.
”Mereka akan merasakan bahwa baju atau suasana panas bukan lagi hal utama. Ini bukan lagi (pertunjukan) untuk pejabat atau orang penting. Ini (audiens di Kota Tua) adalah orang-orang yang mau tahu apa itu GBN,” tutur Eunice.
Selain suasana tak bisa diprediksi di luar ruangan, interaksi dengan penonton pun diharapkan membuat musisi dan penyanyi di GBN terlatih. Eunice meyakini bahwa musisi mesti sering terlibat dengan beragam audiens di berbagai tempat. Semakin banyak bertemu orang dan jalan-jalan, kian banyak pula musisi dapat belajar.
”Ini bekal untuk karakter musisi,” kata Eunice. ”Karakter yang paling penting adalah disiplin. Kedua, harus mau terus belajar. Jangan merasa paling hebat. Musik, apalagi orkestra, itu tidak bisa main sendiri,” ucapnya.
Penampilan di muka publik ini pun diharapkan mengikis anggapan musik klasik adalah musiknya orang pintar saja. Musik klasik sama dengan musik lain yang bersifat universal serta bisa dinikmati tiap orang. Eunice berharap publik terinspirasi untuk mengenal musik klasik, lalu belajar memainkan alat musik agar terjadi regenerasi talenta musik.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Irini Dewi Wanti mengatakan, orkestra selama ini dianggap hanya tampil di ruang formal dan tertutup. Konser publik diharapkan membuat orkestra, serta musik klasik, bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
”Ke depan bisa dirasakan bahwa orkestra bisa hadir di ruang publik. Masyarakat agar bisa menikmati GBN secara dekat dan luas sehingga ada rasa memiliki dari masyarakat,” kata Irini.
Melalui GBN pula musisi-musisi muda Tanah Air diajarkan makna kerja keras. GBN terdiri dari 199 orang berusia 16-23 tahun dari 33 provinsi. Mereka mesti lolos audisi di daerah masing-masing untuk bergabung dengan GBN. Saat lolos pun mereka masih harus menjalani latihan intensif selama beberapa pekan di Depok.
Ke depan bisa dirasakan bahwa orkestra bisa hadir di ruang publik. Masyarakat agar bisa menikmati GBN secara dekat dan luas sehingga ada rasa memiliki dari masyarakat.
Nilai nasionalisme juga ditanamkan. Nuansa ini menguat saat video dari orangtua anggota GBN ditampilkan saat konser. Beberapa orangtua berpesan agar anaknya mengemban tugas negara di Istana Merdeka sebaik-baiknya. Pesan ini tak pelak membuat sejumlah orang menangis di panggung.
Suasana haru tersebut perlahan berganti dengan ekspresi lega dan senang di pengujung acara. Bersama para penonton yang bangkit dari tempat duduknya, anggota GBN menari merayakan konser yang telah usai. Malam itu, Kota Tua jadi saksi bahwa musik klasik tidak selamanya kaku.