Ketiga bakal calon presiden: Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Anies Baswedan, jarang menyampaikan pemikirannya soal kesehatan. Padahal, isu ini penting setelah semua keterbatasan terlihat nyata saat pandemi Covid-19.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebelum Pemilihan Umum 2024, masyarakat menantikan para bakal calon presiden mengungkapkan visi dan misi mereka dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Pandangan mereka terkait isu kesehatan menjadi topik yang dinanti setelah pandemi Covid-19 mengguncang keterbatasan sistem dan infrastruktur kesehatan selama dua tahun.
Hasil survei Komisi Nasional Pengendalian Tembakau bersama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia menunjukkan, 44 persen masyarakat belum mengetahui pemikiran para bakal capres pada sektor kesehatan. Sebanyak 18 persen responden menilai Ganjar Pranowo lebih perhatian pada masalah kesehatan, disusul Prabowo Subianto sebesar 11,6 persen, dan Anies Baswedan 11,6 persen. Namun, 37 persen responden menyatakan belum tahu pemikiran para ketiga bakal capres ini.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Mayoritas menjawab tidak tahu bakal capres mana yang mempunyai perhatian besar pada masalah kesehatan. Ini karena belum banyak bakal capres yang mengangkat isu kesehatan di ruang publik. Isu-isu kesehatan menjadi pertimbangan besar pemilih memilih presiden,” kata peneliti UI, Hendriyani, Rabu (9/8/2023).
Padahal, masyarakat ingin memilih calon presiden jika calon tersebut mempunyai program peningkatan fasilitas kesehatan memperbanyak tenaga kesehatan, meningkatkan layanan BPJS Kesehatan, dan menjamin ketersediaan obat yang terjangkau bagi masyarakat. Sebanyak 94 persen responden menginginkan program-program seperti ini.
Publik juga menanti komitmen dari bakal capres terhadap pengendalian produk hasil tembakau mengingat konsumsi rokok di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Sebanyak 75 persen responden meminta presiden selanjutnya berani membuat kebijakan tegas untuk mengendalikan rokok dan rokok elektrik.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar dari Kementerian Kesehatan 2018, terdapat peningkatan perokok di atas usia 10 tahun dari 28,8 persen tahun 2013 menjadi 29,3 persen pada 2018. Selain itu, prevalensi perokok usia anak antara 10 tahun sampai 18 tahun juga meningkat dari 7,2 persen tahun 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018. Sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) harus turun menjadi 8,7 persen pada 2024.
Bakal capres tidak perlu menunggu masa kampanye untuk menyampaikan pemikiran mereka terkait isu kesehatan ke publik. Terlebih, saat ini media sosial memudahkan setiap orang untuk menyampaikan pandangan dan pendapatnya.
”Publik mengkhawatirkan rokok, tetapi ternyata hanya 38,9 persen publik yang menilai bakal capres saat ini mempunyai perhatian pada masalah mengurangi konsumsi rokok,” tuturnya.
Dalam survei ini, 13,5 persen responden menilai Ganjar paling perhatian dengan masalah rokok, Prabowo 13 persen, dan Anies 9,4 persen. Adapun 42,7 persen responden belum tahu pemikiran ketiga bakal capres ini pada masalah rokok.
Survei ini dilakukan Komnas Pengendalian Tembakau dan FISIP UI dengan metode wawancara secara langsung kepada 800 responden berusia 17 tahun ke atas dari berbagai latar belakang di seluruh provinsi pada 2-10 Mei 2023. Tingkat kesalahan sampling lebih kurang 3,5 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Gadjah Mada, Nyarwi Ahmad, mengatakan, bakal capres tidak perlu menunggu masa kampanye untuk menyampaikan pemikiran mereka terkait isu kesehatan ke publik. Terlebih, saat ini media sosial memudahkan setiap orang untuk menyampaikan pandangan dan pendapatnya.
Dengan begitu, masyarakat bisa menilai pemikiran para bakal capres yang lebih mengutamakan kepentingan kesehatan atau perekonomian dari industri tembakau atau justru bisa menemukan jalan tengah di antara keduanya.
”Bakal capres ini boleh disuruh pilih prioritas meningkatkan pendapatan cukai tembakau atau menangani kesehatan publik. Selama ini, pemerintah soal tembakau ini perspektifnya mau diarahkan ke mana, kesehatan atau ekonomi, ini bisa ditanyakan kepada bakal capres,” kata Nyarwi.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menduga, isu kesehatan, khususnya pengendalian tembakau, ini tidak terlalu banyak disampaikan ke publik karena adanya konflik kepentingan bakal capres dengan industri tembakau yang turut membiayai kontestasi bakal capres. Para bakal capres seharusnya memperbaiki sistem kesehatan dengan fokus pada pencegahan daripada mengobati.
”Skema asuransi kesehatan apa pun akan jebol kalau pola perilaku masyarakat digerogoti dengan perilaku yang tidak sehat dan negara membiarkan itu,” kata Tulus sambil mendesak bakal capres berani menandatangani kontrak politik tegas mengendalikan produk hasil tembakau.