Jangan abaikan gigitan kucing. Buktinya, hanya delapan jam setelah mendapatkan sejumlah gigitan, seorang pasien mengalami bengkak parah di tangan yang membuatnya dilarikan ke bagian instalasi gawat darurat.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
Meski relatif menimbulkan rasa sakit yang minor dan sering diabaikan, gigitan atau cakaran kucing jangan dianggap sepele. Berbagai gangguan dapat muncul akibat luka gigitan ataupun cakaran kucing.
Bila akhir-akhir ini kita sering mendengar soal rabies yang merebak di sejumlah daerah, di Inggris terdapat gigitan kucing yang menimbulkan bengkak serius pada jari dan tangan. Bengkak pada tangan disebabkan infeksi bakteri yang sebelumnya tak pernah dilihat para ilmuwan.
Ceritanya, seorang pria (48) tersebut digigit kucing liar sebagaimana ditulis pada Science Alert, 7 Agustus 2023. Respons imun tubuhnya terhadap mikroorganisme asing dianggap tak biasa (doozy). Hanya delapan jam setelah mendapatkan sejumlah gigitan, tangan pria tersebut bengkak parah. Ia pun dilarikan ke bagian instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit.
Laporan ini menyoroti peran kucing sebagai reservoir spesies bakteri yang belum ditemukan yang memiliki potensi patogen pada manusia.
Luka-luka pada tangannya dibersihkan dan dibalut. Pria itu juga diberi suntikan tetanus dan kemudian dirawat jalan dengan asupan antibiotik.
Selang sehari, pria tersebut kembali ke rumah sakit. Jari kelingking dan tengah di tangan kirinya membesar dan terasa sakit. Kedua lengan tangan pada bagian bawah merah dan bengkak.
Dokter harus melakukan pembedahan untuk mengangkat jaringan yang rusak di sekitar lukanya. Dia juga diberi tiga jenis antibiotik melalui suntikan ke pembuluh darahnya (intravena). Ia diperbolehkan pulang atau rawat jalan dengan pemberian obat antibiotik secara oral. Kali ini, untungnya, perawatannya berhasil. Ia sembuh total.
Pengurutan genom
Namun, para dokter setempat dibuat penasaran dengan dampak gigitan dan cakaran kucing yang dialami pria tersebut. Mereka mencoba cari tahu penyebabnya.
Ketika menganalisis mikroorganisme yang ada dalam sampel dari luka pria itu, mereka menemukan organisme mirip bakteri Streptococcus yang tidak dapat dikenali. Bakteri jenis ini merupakan genus bakteri gram positif yang terkait dengan meningitis, radang tenggorokan, pneumonia, mata merah, serta sejumlah penyakit lainnya.
Tetapi, ketika para peneliti mengurutkan bagian dari genom bakteri ini, ternyata tidak cocok dengan strain mana pun. Ini adalah kuman baru yang belum pernah didokumentasikan resmi oleh para ilmuwan.
Setelah dicek lebih lanjut, bakteri itu berasal dari genus lain yang juga dari bakteri gram positif yang disebut Globicatella. Pengurutan genom secara penuh pada bakteri tersebut menunjukkan, bakteri ini berbeda dari strain terkait lainnya, seperti G sulfidfaciens, sekitar 20 persen. Hal ini menunjukkan ”spesies yang berbeda dan sebelumnya tidak terdeskripsikan”.
Karena G sulfidifaciens resisten terhadap beberapa jenis antibiotik umum, ini menjadikannya sulit untuk diberantas dari tubuh. Untungnya, jenis baru yang ditemukan di Inggris tersebut merespons dengan baik setidaknya beberapa antibiotik.
Namun, kejadian ini menyimpan peringatan penting bagi publik. ”Laporan ini menyoroti peran kucing sebagai reservoir spesies bakteri yang belum ditemukan yang memiliki potensi patogen pada manusia,” tulis penulis studi tersebut.
Temuan bakteri Globicatella pada luka akibat gigitan/cakaran kucing ini dilaporkan dalam jurnal Emerging Infectious Diseases, Volume 29, yang dikelola Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Tim peneliti dipimpin Nick K Jones dari Rumah Sakit Universitas Cambridge (Cambridge University Hospitals).
Gigitan dan cakaran kucing yang menusuk kulit menyebabkan 66.000 kunjungan ke unit gawat darurat setiap tahun di Amerika Serikat. Banyak di antara mereka yang membutuhkan antibiotik, atau bahkan pembedahan, untuk mencegah infeksi serius.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan melaporkan kasus gigitan hewan penular rabies, termasuk kucing mengalami tren relatif meningkat. Dari 82.634 kasus pada 2020, kemudian 57.257 kasus pada 2021 dan 104.229 kasus pada 2022 (Kompas.id, 21 Juli 2023).
Data agak lama dari studi Mayo Clinic pada 2014 menunjukkan gigitan kucing sangat berbahaya, yaitu 1 dari 3 pasien harus dirawat di rumah sakit. Dua pertiga dari mereka yang dirawat di rumah sakit tersebut membutuhkan tindakan medis berupa pembedahan. Mayoritas korban, yaitu perempuan paruh bahaya.
Gigitan kucing lebih berbahaya dibandingkan anjing bukan karena mulut mereka memiliki lebih banyak kuman. Dugaan kuatnya yaitu gigi kucing lebih tajam daripada anjing. Gigi anjing yang lebih tumpul tak menembus terlalu dalam ataupun meninggalkan luka besar.
”Gigi kucing tajam dan dapat menembus sangat dalam, dapat menyebarkan bakteri di persendian dan selubung tendon,” kata penulis senior Brian Carlsen, ahli bedah plastik Mayo Clinic dan ahli bedah tangan ortopedi, dalam laman Mayo Clinic, 5 Februari 2014.
Dengan demikian, bakteri masuk ke dalam selubung tendon atau ke dalam sendi. Di situ, bakteri akan tumbuh dengan perlindungan relatif dari darah dan sistem kekebalan tubuh. Riset Carlsen dan kawan-kawan ini dipublikasikan dalam The Journal of Hand Surgery.
Jadi, para ahli menyarankan, bila Anda diserang oleh kucing liar, Anda harus segera mencuci lukanya dengan lembut menggunakan sabun atau garam. Kemudian, segera berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.