Masyarakat Indonesia masih terlalu bergantung pada beras sebagai makanan pokok. Padahal, ada banyak pangan lokal yang bisa menggantikan beras.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa tanaman lokal dari jenis sereal, ubi-ubian, dan tanaman perkebunan, seperti sagu dan sukun, perlu dimaksimalkan menjadi alternatif sumber pangan pokok sekaligus meningkatkan ketahanan pangan. Kadar gulanya yang rendah daripada beras potensial untuk mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia pada beras dan mengatasi krisis pangan.
Untuk itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi dengan Universitas Osaka Jepang dan beberapa perguruan tinggi Indonesia dalam sejumlah riset, termasuk penelitian Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development.
Riset tersebut bertujuan meningkatkan potensi tanaman lokal sehingga pangan pokok semakin beragam, salah satunya dengan penerapan metabolomik dan pendekatan omik lainnya pada tempe kedelai.
Metabolomik adalah suatu kajian biologi molekuler yang mempelajari tentang molekul kecil. Dengan begitu, peneliti bisa mengetahui kandungan gizi, senyawa bioaktif, keamanan, dan kualitas sumber makanan yang berbeda.
”Kami melakukan studi metabolisme ini untuk sumber daya pangan lokal dan harapannya bisa meningkatkan nilai dan citranya di masyarakat agar tidak lagi dianggap makanan ndeso,” kata Sastia Prama Putri, peneliti dari Fakultas Bioteknologi Universitas Osaka Jepang, dalam seminar bertajuk ”Platform Terintegrasi untuk Mempromosikan Diversifikasi Pangan Pokok” di Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Sastia menyebutkan, kandungan yang ada di dalam tempe sangat baik untuk kesehatan, tetapi kerap masyarakat menggoreng tempe dengan minyak sawit yang merusak kandungan baik di dalamnya. Maka, dia menyarankan tempe diproduksi dengan higienis agar bisa langsung dimakan atau dimasak dengan cara direbus atau digoreng kering (air fryer).
”Itu dua rekomendasi kami untuk memproses tempe yang hampir sama dengan mengonsumsi tempe mentah tanpa mengurangi kandungan di dalamnya,” ucapnya.
Setiap 100 gram tempe kedelai murni mentah mengandung 155 mg kalsium, 20,8 gram protein, 4,0 mg besi, 0,59 mg riboflavin, 4,9 mg niasin dan 326 mg fosfor.
Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan (PRTP) BRIN Yudhistira Nugraha mengatakan, masyarakat Indonesia masih sangat bergantung pada beras. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) di Indonesia tahun 2021 menunjukkan, beras masih sangat dominan dikonsumsi di Indonesia, yakni mencapai 56,6 PPH dari skor ideal 50. Sementara skor konsumsi umbi-umbian (2,6), kacang (3,3), dan buah (5,8), jauh di bawah angka ideal.
Padahal, kacang-kacangan lokal, seperti kacang tunggak, kacang koro pedang, dan kacang merah, juga bisa menjadi sumber protein dan substitusi kedelai. Beberapa riset terkini juga melihat potensi pemanfaatan potensi sumber daya genetik lokal untuk diversifikasi makanan pokok, seperti sorgum, ubi kayu, jagung komposit lokal, hanjeli, sagu, dan sukun.
”Kita perlu mengedukasi masyarakat akan pentingnya memanfaatkan keberagaman pangan, khususnya kepada generasi muda. Perlu juga memaksimalkan lahan pertanian dan lahan yang belum termanfaatkan untuk menghasilkan produk pangan lokal,” kata Yudhistira.
Kandungan yang ada di dalam tempe sangat baik untuk kesehatan, tetapi kerap masyarakat menggoreng tempe dengan minyak sawit yang merusak kandungan baik di dalamnya.
Keanekaragaman pangan lokal ekspedisi Papua
Yudistira menyoroti sagu yang memiliki potensi besar pengganti beras di Indonesia tidak dimanfaatkan secara maksimal. Lahan hutan sagu di Indonesia 5,5 juta hektar, sementara area yang dimaksimalkan hanya 314 hektar atau 5,79 persennya. Dari lahan kecil itu, hanya bisa dihasilkan 65,495 ton sagu per tahunnya.
Terkait dengan hal ini, pada 16 Januari 2023 lalu, Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Berkelanjutan. Inpres ini menginstruksikan kepada beberapa menteri, kepala lembaga, para gubernur, dan para bupati/wali kota untuk mengutamakan pelestarian keanekaragaman hayati, termasuk sumber alternatif pangan.
Pemerintah juga tengah menyusun dua peraturan presiden, yakni tentang keanekaragaman pangan berdasarkan sumber pangan lokal dan tentang manajemen agrikultur, serta riset dan inovasi pangan.