Tidur Tidak Teratur Picu Gangguan Jantung dan Kematian Dini
Tidur dan bangun tidur pada waktu yang tidak teratur dari hari ke hari meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung. Kerusakan sel saraf yang menghubungkan jantung dan otak menjadi pemicu gangguan tersebut.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·5 menit baca
Tidur dan bangun pada waktu yang tidak sama setiap hari bisa meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung. Waktu tidur yang tidak teratur akan memicu kerusakan sekelompok sel saraf yang menghubungkan otak dan jantung. Sebaliknya, kerusakan sel saraf itu pula yang membuat penderita gangguan jantung umumnya juga mengalami kesulitan tidur.
Studi terhadap orang paruh baya dan usia lanjut yang diikuti kesehatannya selama tujuh tahun yang dipimpin Lachlan Cribb dan diunggah pada 17 April 2023 di medRxiv, basis data jurnal yang sudah ditinjau peneliti senior tetapi belum dicetak, menemukan orang dengan tingkat keteraturan tidur rendah lebih mungkin meninggal akibat penyakit kardiovaskular sebanyak 73 persen dan 33 persen lebih mungkin meninggal gara-gara kanker.
Meski demikian, studi itu tidak bisa menjelaskan apakah ketidakteraturan waktu tidur dan naiknya risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler itu merupakan hubungan sebab akibat serta berlaku sebaliknya. Peneliti menduga pergeseran waktu tidur mengganggu proses dalam tubuh mereka, seperti perbaikan jaringan tubuh dan metabolisme tubuh sehingga meningkatkan risiko penyakit kronis. Namun, bisa jadi perubahan tubuhlah yang menyebabkan berkembangnya penyakit kardiovaskular dan kanker.
Ketidakpastian hubungan antara ketidakteraturan waktu tidur dan penyakit jantung itu terjawab dalam studi Karin A Ziegler dan rekan yang dipublikasikan di jurnal Science, Kamis (20/7/2023). Studi mereka didasarkan pada fakta bahwa hampir sepertiga penderita penyakit jantung mengalami gangguan tidur.
Gangguan tidur penderita penyakit jantung itu dipicu oleh turunnya kadar hormon melatonin di kelenjar pineal. Hormon melatonin mengatur waktu tidur dan bangun seseorang, sedangkan kelenjar pineal ada di dalam otak dan berfungsi menghasilkan melatonin. Penyakit jantung bisa menggagalkan produksi melatonin akibat rusaknya sejumlah saraf yang menghubungkan kelenjar pineal di otak dengan jantung, yaitu ganglion serviks superior (SGC).
Saraf SGC itu berada di leher dan merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang mengatur proses tidak sadar pada tubuh manusia, seperti pernapasan dan detak jantung. Jika jantung mengalami gangguan, proses produksi melatonin pada tubuh menjadi tidak semestinya. Produksi melatonin terganggu maka otomatis waktu tidur dan bangun pun terganggu.
”Bayangkan ganglion sebagai panel listrik (electrical switchbox). Pada penderita gangguan jantung yang juga mengalami gangguan tidur kemungkinan menghadapi masalah pada salah satu kabel pada panel listrik tersebut dan kemudian merembet ke kabel lain,” kata salah satu peneliti Stafan Engelhardt, profesor farmakologi dan toksikologi di Universitas Teknik Muenchen, Jerman, seperti dikutip Livescience, 20 Juli 2023.
Asisten profesor ilmu kedokteran di Universitas Columbia, New York, AS yang tidak terlibat dalam penelitian, Brooke Aggarwal, mengatakan riset tersebut menjelaskan mengapa mereka yang menderita penyakit jantung lebih rentan terhadap gangguan tidur. Karena itu, studi ini perlu diperluas di masa depan serta melakukan uji klinis dari setiap model perawatan yang akan dilakukan.
Analisis ”postmortem”
Sulit tidur adalah efek umum yang terjadi pada penderita penyakit jantung. Majalah Yayasan Jantung Inggris (BHF), Heart Matters, menyebut 44 persen penderita gangguan jantung juga menghadapi masalah tidur. Selain itu, studi tahun 2011 juga menunjukkan lebih dari 50 persen pasien yang menjalani bedah jantung juga mengalami gangguan tidur selama dua hingga enam bulan pascaoperasi.
Dalam studi Ziegler dan rekan, peneliti menganalisis sampel jaringan otak manusia sesudah meninggal, baik mereka yang menderita penyakit jantung maupun orang dengan laporan kondisi jantung sehat sebagai pembanding. Analisis postmortem (setelah kematian) ini menunjukkan bahwa orang yang menderita penyakit jantung mengalami pengurangan jumlah serat saraf atau akson pada SCG-nya dibandingkan kelompok kontrol yang memiliki tidak memiliki penyakit jantung. Selain itu, pada SCG penderita penyakit jantung juga terdapat luka dan pembesaran.
Sulit tidur adalah efek umum yang terjadi pada penderita penyakit jantung. Majalah Yayasan Jantung Inggris,Heart Matters, menyebut 44 persen penderita gangguan jantung juga menghadapi masalah tidur.
Akson adalah serabut saraf yang sangat tipis yang membawa impuls atau sinyal dari satu sel saraf (neuron) ke sel saraf lain. Sementara neuron bertugas menerima input sensorik, mengirimkan perintah motorik ke otot, dan mengubah serta menyampaikan sinyal listrik dalam seluruh proses pengiriman impuls tersebut.
Sementara itu, dalam percobaan pada tikus, sel-sel kekebalan atau makrofag yang bertugas memakan sel-sel yang sakit dan rusak juga ditemukan pada ganglia serviks tikus dengan penyakit jantung. Saraf pada tikus tersebut juga menunjukkan terjadinya peradangan dan adanya jaringan parut.
Tikus dengan penyakit jantung juga memiliki lebih sedikit akson di kelenjar pinealnya dan lebih sedikit melatonin dalam darah mereka dibanding tikus yang sehat. Ritme sirkadian atau jam biologis tubuh yang mengatur bagaimana tubuh merespons siang dan malam juga terganggu. Perubahan jam biologis tubuh itu turut mengubah pola aktivitas dan metabolisme tubuh tikus.
Namun, tim peneliti juga menemukan bahwa memberi tikus yang menderita gangguan tidur tersebut dengan melatonin akan membalik gangguan ini. Selain itu, pemberian obat untuk menghancurkan makrofag di SCG tikus juga akan memulihkan tingkat melatoninnya.
Untuk manusia, melatonin ini dijual bebas di sejumlah supermarket AS sebagai suplemen untuk mengatasi gangguan tidur. Sementara di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan melatonin 0,5 miligram sebagai suplemen kesehatan untuk keperluan khusus, yaitu mengatasi gangguan tidur akibat perjalanan lintas waktu dengan pesawat terbang alias jet-lag.
Meski demikian, karena analisis yang dilakukan Ziegler dan rekan itu terbatas pada tikus dan 16 manusia, maka studi ini membutuhkan analisis lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme yang mendorong sel kekebalan sampai ke SCG. Proses ini diperkirakan melibatkan sel-sel saraf yang menghubungkan jantung dengan sumsum tulang belakang serta protein pembawa yang disebut sitokin untuk memanggil makrofag.
Ke depan, peneliti percaya bahwa studi ini akan membuka jalan bagi pengembangan obat baru untuk mengatasi gangguan tidur pada orang yang menderita penyakit jantung.
”Penting untuk mendapatkan bukti melalui uji klinis secara acak untuk menentukan apakah melatonin terapeutik memang efektif dalam mengobati gangguan tidur pada pasien dengan penyakit jantung kronis. Jika terbukti efektif, terapi ini dapat menyelamatkan banyak pasien dari efek samping yang tidak perlu dari pil tidur standar,” kata Engelhardt.