Tingkatkan Kualitas Tidur dengan Mengatur Rutinitas
Banyak orang merasa lelah saat bangun di pagi hari meski telah mengalokasikan waktu tidur 7-8 jam. Hal ini dikarenakan tidur berkualitas lebih dari sekadar waktu yang dihabiskan di tempat tidur.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mengatur rutinitas atau aktivitas sehari-hari dapat meningkatkan kualitas tidur. Tidur yang efisien selama 7-8 jam sehari mengurangi risiko berbagai masalah kesehatan fisik dan mental. Namun, ada banyak orang masih merasa lelah saat bangun di pagi hari meski telah mengalokasikan waktu tidur 7-8 jam per hari. Hal ini dikarenakan tidur berkualitas lebih dari sekadar waktu yang dihabiskan di tempat tidur.
”Strategi tidur yang baik bermuara pada rutinitas,” ujar John Saito, dokter klinis dalam pengobatan tidur, pulmonologi, dan pediatri di Children’s Health of Orange County, California, Amerika Serikat, dilansir dari Livescience.com, Minggu (6/11/2022).
Disarankan memilih waktu tidur yang konsisten. Memulai aktivitas pagi hari akan mengoptimalkan siklus tidur dan bangun. Selain itu, penting untuk menghindari mengonsumsi kafein setelah sore hari.
Aktivitas fisik, seperti jalan cepat dan yoga, setidaknya 20-30 menit setiap hari diperlukan untuk menjaga kebugaran dan baik untuk memompa darah. Strategi lainnya dengan memadamkan atau meredupkan lampu rumah dalam 1-2 jam terakhir sebelum tidur.
”Hindari aktivitas yang membuat stres pada malam hari, seperti membaca dan menonton berita atau postingan media sosial yang mengganggu, mendiskusikan politik, atau memeriksa surat elektronik kantor,” ujarnya menjelaskan.
Pengaturan waktu tidur siang juga berpengaruh terhadap kualitas tidur malam. Maka, sangat penting mengupayakan tidur siang sebelum melewati waktu sore. Selain itu, hindari stres akibat berbagai kesibukan saat siang.
Disarankan memilih waktu tidur yang konsisten. Memulai aktivitas pagi hari akan mengoptimalkan siklus tidur dan bangun. Selain itu, penting untuk menghindari mengonsumsi kafein setelah sore hari.
”Mengidentifikasi dan mengurangi masalah tidur lebih awal akan meningkatkan kesehatan jangka pendek dan mencegah konsekuensi jangka panjang,” katanya.
Saito menambahkan, lamanya waktu yang dihabiskan pada setiap tahap tidur hanya dapat diukur secara akurat di laboratorium tidur. Sebab, hal ini memerlukan perangkat pemantau gelombang otak, suhu tubuh, dan indikator tidur nyenyak lainnya.
”Tidak mungkin bagi orang yang tidur untuk menilai secara akurat kuantitas tidurnya sendiri,” ucapnya.
Akan tetapi, jika sering merasa lelah di siang hari, hal itu mungkin menandakan defisit durasi atau efisiensi tidur malam hari. Gejala lainnya adalah sulit bangun di pagi hari, mudah merasa lesu, tidak fokus, dan gampang tersinggung.
Dalam jurnal yang diterbitkan di Scientific Reports 2022, William V McCall dari Departemen Psikiatri dan Perilaku Kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Augusta, Georgia, menyebutkan, ambang batas efisiensi tidur yang baik sekitar 85 persen. Artinya, untuk mendapatkan waktu tidur 7 jam yang sebenarnya, membutuhkan lebih dari 8 jam di tempat tidur.
Untuk mengukur waktu tidur tersebut, beberapa orang menggunakan alat pelacak tidur komersial, seperti berupa jam tangan. Namun, terobsesi dengan data dari alat tersebut juga berpotensi menyebabkan stres menjelang tidur.
”Sayangnya, pemantauan diri yang berlebihan dengan alat pelacak tidur dapat memperburuk keadaan, seperti halnya pemantauan berat badan yang berlebihan pada orang dengan gangguan makan,” ujarnya.