Sistem Percakapan ChatGPT Perlu Menjadi Bahan Pembelajaran
Kecerdasan buatan telah dikembangkan dalam percakapan berbasis teks ChatGPT. Kehadiran ChatGPT seharusnya dimanfaatkan menjadi contoh untuk mendukung aspek pembelajaran.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kecerdasan buatan telah dikembangkan ke dalam sistem untuk melakukan interaksi dalam percakapan berbasis teks, salah satunya Chat Generative Pre-trained Transformer atau ChatGPT. Kehadiran ChatGPT seharusnya tidak membuat manusia menjadi tergantung kepada sistem itu, tetapi manusia justru harus dapat menggunakannya secara positif sebagai alat untuk mendukung aspek pembelajaran.
Guru Besar Teknik Komputer Universitas Indonesia Riri Fitri Sari mengemukakan, perkembangan teknologi saat ini berpotensi mengubah peradaban manusia ke depan. Hal ini karena berbagai aktivitas manusia kini bisa dibantu dengan teknologi kecerdasan buatan yang lebih presisi, seperti ChatGPT.
”ChatGPT akan terus bertumbuh dan belajar memahami bahasa dalam teks dari seseorang yang menggunakannya,” ujarnya dalam diskusi tentang etika dan privasi dalam menggunakan ChatGPT yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Kantor BRIN, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
ChatGPT dibuat dengan sistem transformer. Sistem ini mirip seperti jaringan saraf yang bisa mempelajari data-data sehingga berpotensi untuk mengetahui bahasa sekaligus konteks dari bahasa tersebut.
Menurut Riri, semua pihak termasuk dunia akademik perlu mengantisipasi kemampuan ChatGPT yang bisa berkembang dari berbagai informasi yang dimasukkan pengguna. ChatGPT juga berpotensi digunakan pelajar atau mahasiswa untuk berbagai keperluan sehingga dapat menimbulkan ketergantungan.
Meski secara umum ChatGPT bekerja cukup baik dalam berinteraksi dan menanggapi percakapan, sistem ini tetap memiliki kekurangan. ChatGPT juga terkadang menanggapi pertanyaan dengan jawaban yang sembarangan dan tidak sesuai konteks karena belajar dari referensi yang ada.
”Pelajar atau mahasiswa yang tidak memiliki pengetahuan dasar akan menganggap bahwa jawaban dari ChatGPT itu benar. Kemudian mereka langsung mengirim jawaban tersebut sehingga mendapat nilai rendah dari dosen,” tuturnya.
Riri menekankan bahwa semua orang perlu memiliki imajinasi untuk menggunakan informasi yang semakin mudah tersedia saat ini. Hal ini juga yang menjadi tugas dari dunia akademik guna menentukan batasan dalam penggunaan teknologi yang terus berkembang.
”Di samping membuat teknologinya, kita juga harus mempersiapkan dan merencanakan proses pembelajaran di dalam skala yang lebih besar. Jadi, cara kita memberikan bahan atau berdiskusi harus disesuaikan dan diubah sehingga membuat profil para lulusan nanti tidak tergantung pada tools (sistem komputer),” ucapnya.
Peneliti Pusat Riset Kecerdasan Artifisal dan Keamanan Siber BRIN, Asril Jarin, mengatakan, ChatGPT merupakan model bahasa sehingga pengguna bisa mendapatkan urutan kata-kata yang akurat. Dengan kata lain, ChatGPT telah menggali pola-pola bahasa dari multibahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Asril menjelaskan, ChatGPT dibuat dengan sistem transformer. Sistem ini mirip seperti jaringan saraf yang bisa mempelajari data-data sehingga berpotensi untuk mengetahui bahasa sekaligus konteks dari bahasa tersebut.
Lebih sempurna
Dibandingkan sistem lainnya, ChatGPT lebih sempurna dan pintar dalam melakukan percakapan berbasis teks. Sebab, model ini dilatih dengan total 45 terabita data teks dan memiliki 175 miliar parameter sebagai variabel yang digunakan untuk membuat prediksi.
”ChatGPT bekerja dengan basis model bahasa dan sistem ini sudah kuat sekali. Bahkan, ChatGPT membuat kita terperangah karena bisa seperti manusia yang melayani percakapan kita dengan tanya jawab,” kata Asril.
Asril menekankan bahwa seseorang bisa memanfaatkan ChatGPT salah satunya untuk menghasilkan teks sesuai dengan bahasa yang benar. Sebagai contoh, ChatGPT dapat digunakan untuk mengetahui parafrase dan menginterpretasikan data.
”Kita sebagai pengguna harus terus belajar kaidah-kaidah yang benar sehingga menjadi pegangan untuk verifikasi. Kemudian, kita juga harus memiliki pengetahuan yang kuat apakah ChatGPT memberikan jawaban yang bersifat halu atau tidak,” ucapnya.