Persiapkan Ekosistem Seni dan Budaya di Ibu Kota Nusantara
Pembangunan ekosistem seni dan budaya di IKN perlu melibatkan komunitas lokal. Dukungan fasilitas, seperti teater, sanggar, gedung pertunjukan, galeri, dan ”concert hall” sangat dibutuhkan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
Sanggar Getar Muda menampilkan tarian Enggang dari Kalimantan Timur dalam diskusi publik ”Membangun Ekosistem Seni dan Budaya di IKN”, di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (3/8/2023). Pembangunan ekosistem seni dan budaya di IKN akan melibatkan banyak pihak.
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur diharapkan tidak hanya menyentuh aspek infrastruktur fisik. Pembangunan ekosistem seni dan budaya juga tidak kalah penting sebagai roh untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan.
Kepala Otorita IKN Bambang Susantono mengatakan, pembangunan ekosistem seni dan budaya diperlukan agar IKN tidak hanya layak ditinggali, tetapi juga dicintai penduduknya. Apalagi, IKN diproyeksikan menjadi etalase bagi keseniaan dan kebudayaan bangsa.
”Kita ingin IKN menjadi kota yang asyik. Oleh sebab itu, rohnya harus diisi dengan berbagai kegiatan di bidang seni dan budaya,” ujarnya dalam diskusi publik ”Membangun Ekosistem Seni dan Budaya di IKN”, di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Pembangunan ekosistem seni dan budaya bukan cuma membutuhkan dukungan sejumlah fasilitas, seperti teater, sanggar, gedung pertunjukan, galeri, concert hall, serta ruang terbuka untuk mengekspresikan seni dan budaya. Namun, warga serta komunitas budaya lokal juga harus dilibatkan.
Bambang menuturkan, dalam perencanaan pembangunan IKN, terdapat banyak ruang terbuka hijau. Tempat ini bisa menjadi taman sekaligus diisi dengan karya para seniman dan budayawan.
”Diskusi ini baru tahap awal. Setelah ini akan ada FGD (diskusi kelompok terarah) untuk menghasilkan konsep yang lebih utuh. Kami ingin membangun tempat-tempat yang dibutuhkan para pegiat seni dan budaya,” ucapnya.
Pembangunan ekosistem seni dan budaya di IKN juga akan melibatkan banyak pihak. Perguruan tinggi, misalnya, bisa menjadikan IKN sebagai tempat bagi mahasiswa untuk mengaktualisasikan seni dan budaya.
Tanpa seni budaya, kota sebagai ruang kehidupan yang dinamis tidak akan ada di masa depan.
”Pengembangan IKN adalah perpaduan manusia, alam, dan budaya. Jadi, tidak cuma mengenai orangnya, tetapi juga keindahan alamnya dan kekayaan budaya,” tuturnya.
Bambang menambahkan, pembangunan IKN merupakan bagian dari transformasi menuju Indonesia Emas 2045. Visi ini sebagai tekad menjadi negara maju berpenghasilan tinggi saat Indonesia mencapai usia 100 tahun kemerdekaan.
Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Indah Tjahjawulan mengatakan, IKN berpeluang mengeksplorasi dan membentuk identitas budaya serta lanskap artistik daerah. Namun, hal ini sekaligus menghadirkan tantangan kompleks. Persinggungan antara pertumbuhan alami kawasan yang berakar dari adat dan kebudayaan lokal dengan tata cara baru dari kegiatan pemerintahan dan dunia usaha akan sulit dihindari.
”Seni dan budaya sangat penting untuk pengembangan kota yang berkelanjutan. Wacana serta praktik kesenian dan kebudayaan diperlukan untuk memperlancar harmonisasi antara keberagaman aspek yang akan berkumpul di IKN,” ujarnya.
Kota berkelanjutan
Indah menyebutkan, dukungan terhadap ekspresi seni dan budaya akan memperkuat modal sosial masyarakat dan menumbuhkan kepercayaan pada lembaga publik. Sebab, hal itu berpeluang mendatangkan investor bagi perekonomian kota yang diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
”Seni dan budaya juga bisa menjadi potensi untuk mengembangkan kawasan kota berkelanjutan,” katanya.
Indah mencontohkan beberapa ibu kota negara di dunia dengan tata kota dan arsitektur sangat bagus, tetapi kurang dinikmati warganya. Kota Canberra di Australia, misalnya, menjadi pusat birokrasi dan politik. Kota ini juga dikenal sebagai kota pelajar karena memiliki banyak kampus terkenal.
”Akan tetapi, setelah jam enam sore menjadi sepi dan seperti kota mati. Brasilia, ibu kota Brasil, juga tempat yang elegan. Namun, pada akhir pekan, penduduknya pergi ke Rio de Janeiro untuk mencari hiburan menikmati seni dan budaya,” tuturnya.
Menurut Indah, pengembangan kedua kota itu bisa dijadikan pelajaran bagi pembangunan IKN. Dengan begitu, IKN kelak mampu memenuhi harapan warganya. Sebab, seni dan budaya menjadi jantung pembaruan dan inovasi perkotaan.
”Tanpa seni budaya, kota sebagai ruang kehidupan yang dinamis tidak akan ada di masa depan. Budaya akan membuat perbedaan. Tidak mungkin lagi membayangkan pembangunan berkelanjutan tanpa budaya,” ucap Indah.
Budayawan Kaltim, Zainal Dharma Abidin, mengatakan, pembangunan ekosistem seni dan budaya di IKN perlu melibatkan komunitas lokal. Apalagi, Kaltim memiliki lumbung kebudayaan beragam, di antaranya tradisi lisan, manuskrip, ritus, bahasa, seni, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.
”Banyak potensi yang sangat sayang kalau tidak dimanfaatkan. Kaltim mempunyai empat kluster budaya, yaitu pedalaman, keraton, pesisir, dan urban,” ujarnya.
Komposer Addie MS mengungkapkan pentingnya ekosistem seni dan budaya di IKN yang sedang dalam proses pembangunan. Ia menilai, kota-kota besar di Tanah Air masih minim fasilitas khusus pertunjukan musik, seperti gedung konser (concert hall).
”Orang bisa melihat fasilitas olahraga dan pusat perbelanjaan yang megah di Indonesia. Namun, satu pun kita tidak punya concert hall (yang dibangun pemerintah),” katanya.