Kemelekatan sering kali menjadi pangkal dari banyak persoalan. Keterikatan yang terlalu dominan begitu cepat menguasai perasaan. Dengan kelucuan, seni kartun menawarkan pandangan kritis untuk melepas kemelekatan itu.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
Seorang laki-laki menikmati karya yang dipamerkan dalam pameran kartun bertajuk "I Love You Goodbye" di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (3/8/2023). Pameran yang menampilkan karya dari delapan kartunis itu akan berlangsung hingga 12 Agustus 2023.
Puluhan kartun dalam pameran bertajuk ”I Love You Goodbye” di Bentara Budaya Jakarta mempunyai cara masing-masing untuk mengundang tawa. Kontradiksi yang digambarkan dalam berbagai situasi memang menampilkan ironi. Namun, delapan kartunis yang berpartisipasi membumbuinya dengan rasa humor yang tidak terlalu sulit untuk dimengerti.
Para kartunis menafsirkan tema yang paradoksikal itu dalam beragam ekspresi. Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara menjadi pintu masuk untuk menafsirkannya.
Melalui kartun berjudul ”Last Selfie”, Thomdean menggambarkan sejumlah hewan sedang berkumpul di Titik Nol Nusantara. Dengan raut sedih, hewan-hewan itu berswafoto di atas batang pohon besar yang sudah ditebang.
Perpindahan ibu kota negara itu disikapi Beng Rahadian secara menggelitik. Karyanya mengubah perspektif dalam melihat Tugu Selamat Datang yang dibangun di Jakarta untuk menyambut acara Asian Games IV tahun 1962 menjadi karya ”Tugu Selamat Jalan”.
Adapun kartunis M Nasir mengingatkan bahwa bukan hanya kaum premium yang bakal mengisi IKN. Rakyat jelata yang selama ini kalah bertarung melawan ibu kota pun bereksodus bersamaan kaum premium seperti dalam karyanya berjudul ”Tertawa Membawa Hasil”.
”Judul pameran ini memang menggelitik. Saya banyak tertawa saat melihat karya dalam pameran ini. Bagaimana manusia susah sekali melepaskan kemelekatan terhadap orang, barang, dan kota yang dicintai,” ujar Penasihat Tembi Rumah Budaya N Nuranto saat membuka pameran itu, Kamis (3/8/2023) malam.
Kondisi tersebut menjadi sebuah paradoks. Sebab, keterikatan dalam beragam ekspresi itu hanya kesementaraan.
Para kartunis menafsirkan tema yang paradoksikal itu dalam beragam ekspresi. Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara menjadi pintu masuk untuk menafsirkannya.
”Barang kali ketika akhir hidup kita sendiri, kita harus melepaskan kemelekatan itu dengan tertawa. Marilah menikmati karya ini dan kita bisa tertawa sekaligus mungkin menertawakan diri sendiri,” katanya.
Pameran yang berlangsung hingga 12 Agustus mendatang ini juga menampilkan kartun karya Cahyo Heryunanto, Ika W Burhan, M Najib, M Syaifuddin Ifoed, dan Supriyanto. Selain pameran, juga digelar lokakarya pada 5 dan 12 Agustus. Kartun merupakan gaya visual yang paling populer. Virus humornya bisa menjangkit semua kalangan dan kelompok usia.
Rasa humor
Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra, misalnya, mengaku menyukai kartun sejak kecil. Bahkan, hingga saat ini, kartun menjadi incaran utama setiap kali membaca Kompas edisi Minggu.
”Kartun memberikan rasa humor yang tinggi. Kalaupun memberikan kritik, kita tidak merasa dikritik. Ini karya seni luar biasa dalam rangka menyampaikan unek-unek, perspektif, dan lain-lain,” katanya.
Kurator pameran, M Hilmi Faiq, menuturkan, lewat karyanya, para kartunis mencoba menafsir hakikat dari tema ”I Love You Goodbye” itu, cinta tetapi harus meninggalkan. Seolah muncul kesepakatan, perlu introspeksi pada diri bahwa sesuatu yang dimiliki hanya sementara.
Pemahaman ini menjadi pijakan bagi kartunis untuk merespons peristiwa di sekitarnya. ”Hal ini mengingatkan kita bahwa kemelekatan itu masih mengooptasi kita dan mendominasi perasaan. Yang terjadi adalah rasa tidak cukup,” jelasnya.
Alhasil, manusia tidak bisa mengukur antara kebutuhan dan keinginan. Hal ini menjadi pemicu banyak masalah, salah satunya korupsi.
”Maka, kita harus bisa mengukur diri. Karya delapan kartunis ini mengajarkan kita tentang cara mengukur i love you dan mengukur goodbye,” ujarnya.
General Manager Bentara Budaya Ilham Khoiri menyampaikan, sejumlah contoh kartun dalam pameran itu merespons berbagai perubahan, misalnya rencana perpindahan ibu kota negara, dengan rileks. Ekspresi yang dipancarkan pun beragam, mulai dari kegembiraan, kehilangan, kritik, tragedi, hingga humor satire.
Ilham mengutip ungkapan penyair dan tokoh sufi asal Persia, Jalaluddin Rumi (1207-1273), agar tidak mudah bersedih pada kehilangan. ”Jangan bersedih. Segala sesuatu yang hilang darimu akan datang kembali dalam bentuk yang lain”.