Transformasi Pendidikan Butuh Kolaborasi Lintas Sektor
Festival pendidikan, Belajaraya 2023, akan diselenggarakan di Jakarta pada 29 Juli 2023. Semua pihak dalam festival ini diajak melakukan transformasi pendidikan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pegiat pendidikan, musisi, organisasi masyarakat, pemimpin daerah, hingga pejabat pemerintah diajak berkolaborasi melakukan transformasi pendidikan. Transformasi itu penting untuk mengatasi berbagai isu antara lain kesenjangan akses dan ketertinggalan pendidikan.
Kolaborasi itu akan diwadahi dalam festival pendidikan bertajuk Belajaraya 2023 yang berlangsung di PosBloc, Jakarta, pada 29 Juli 2023. Festival diinisiasi oleh gerakan Semua Guru Semua Murid dan melibatkan sejumlah komunitas atau organisasi pendidikan.
Inisiator Gerakan Semua Murid Semua Guru, Najeela Shihab, mengatakan, kini semakin banyak inovasi dan praktik baik pendidikan di sejumlah daerah. Walau demikian, masih banyak pekerjaan rumah di bidang pendidikan.
”Walau pandemi (Covid-19) sudah selesai, dampaknya ke ekosistem pendidikan belum selesai. Ada berbagai masalah yang muncul bukan hanya karena pandemi. Mungkin ini sudah muncul sejak puluhan tahun lalu, tetapi jadi semakin jelas masalahnya saat pandemi,” jata Najeela di Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah learning loss atau hilangnya hasil capaian belajar siswa. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim sebelumnya menyebut, Indonesia menghadapi learning loss sejak 20 tahun terakhir. Penyebabnya beragam, seperti akses pendidikan yang tidak setara dan kakunya kurikulum pendidikan.
Learning loss berarti siswa kehilangan pembelajaran atau tidak belajar apa-apa. Menurut laporan Bank Dunia pada 2023, siswa SD di Indonesia mengalami learning loss di bidang matematika yang setara dengan 11,2 bulan pembelajaran, sementara bahasa 10,8 bulan. Penyebab utamanya adalah pandemi Covid-19.
”Isu-isu ini tidak bisa hanya diselesaikan murid dan guru. Ini harus dikerjakan bareng-bareng oleh semua pemangku kepentingan. Butuh kolaborasi, integrasi, dan inovasi,” ujar Najeela.
Isu lain yang menjadi perhatian adalah intoleransi. Pemerintah menyebut ada tiga dosa pendidikan, yakni intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan. Managing Director Indika Foundation Ayu Kartika Dewi mengatakan, toleransi tidak bisa diajarkan di ruang kelas saja. Toleransi mesti ditanamkan melalui kemampuan berpikir kritis, interaksi dengan orang dari latar belakang berbeda-beda, serta kecerdasan emosional dan sosial.
”Toleransi mesti dirupakan dalam berbagai kegiatan agar menjadi nilai yang terintegrasi dengan aktivitas,” kata Ayu. ”Untuk itu, kami bekerja sama dengan anak muda Indonesia dari berbagai komunitas dan organisasi.”
Semua berperan
Sejumlah musisi juga dilibatkan selama festival. Selain pentas, para musisi bakal membagikan pandangannya tentang peran musisi terhadap berbagai isu, seperti toleransi, lingkungan hidup, dan pendidikan di dunia digital. Beberapa musisi yang terlibat adalah Andien, Tulus, RAN, Tompi, Kunto Aji, dan Endah n Rhesa.
Personel Endah n Rhesa, Endah Widiastuti, mengatakan, pendidikan bukan hanya tanggung jawab para pendidik. Semua orang punya tanggung jawab berkontribusi ke pendidikan sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing.
”Musik bukan hanya sebagai hiburan. Musik dapat menjadi media yang fungsional untuk pendidikan, misalnya melalui lirik (lagu) yang baik, pesan baik, hingga kegiatan baik (musisinya),” kata Endah.
Walau pandemi (Covid-19) sudah selesai, dampaknya ke ekosistem pendidikan belum selesai. Ada berbagai masalah yang muncul bukan hanya karena pandemi. Mungkin ini sudah muncul sejak puluhan tahun lalu, tetapi jadi semakin jelas masalahnya saat pandemi.
Ia mencontohkan, musisi Tulus secara tak langsung berkontribusi ke pendidikan lingkungan hidup lewat lagu ”Gajah”. Lagu itu berkisah tentang pengalaman Tulus yang sering dipanggil gajah saat kecil. Pengalaman kurang menyenangkan itu digubah jadi lagu yang lantas menyuarakan isu perlindungan gajah. Endah menambahkan, lirik lagu Tulus berisi bahasa Indonesia yang dirangkai dengan baik dan secara tak langsung mengajarkan soal sastra.
Adapun lagu-lagu Kunto Aji disebut Endah membantu meningkatkan kesadaran publik soal kesehatan mental. Sementara itu, Tompi mempromosikan musik-musik tradisi dalam karyanya.
Selain musisi, ada juga sejumlah tokoh publik yang akan jadi pembicara dalam gelar wicara, antara lain Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2014-2016, Anies Baswedan; serta Menteri Agama periode 1998, Quraish Shihab.