Perubahan Iklim Picu Gelombang Panas Lebih Sering dan Lebih Ekstrem
Perubahan iklim menyebabkan gelombang panas akan lebih sering terjadi dan lebih panas.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gelombang panas ekstrem yang melanda Eropa, sebagian Asia, dan Amerika Utara pada Juli 2023 ini dinilai tidak mungkin terjadi tanpa adanya pengaruh perubahan iklim. Ilmuwan juga memprediksi gelombang panas akan lebih sering terjadi dan lebih panas.
Kesimpulan ini disampaikan ilmuwan yang tergabung pada World Weather Attribution (WWA) dalam studi atribusi cepat yang dirilis pada Selasa (25/7/2023). Studi WWA ini dilakukan tujuh peneliti, termasuk ilmuwan dari universitas dan badan meteorologi di Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat dengan penulis pertama Mariam Zachariah dari Grantham Institute, Imperial College London.
Setelah suhu Bumi memecahkan rekor sejak Juni, pada Juli 2023, sejumlah wilayah Eropa Selatan, sebagian Amerika Serikat, Meksiko, dan China merasakan gelombang panas yang parah dengan suhu mencapai di atas 45 derajat celsius. Fenomena ini menimbulkan terjadinya peringatan panas, kebakaran hutan, perawatan di rumah sakit yang berkaitan dengan gelombang panas, dan kematian.
Dalam laporan ini, para peneliti menjelaskan bahwa El Nino, fenomena iklim yang terjadi secara alami kemungkinan memberikan kontribusi tambahan terhadap gelombang panas di beberapa wilayah. Namun, para ilmuwan memperingatkan gelombang panas seperti ini tidak akan terjadi tanpa adanya perubahan iklim.
Mereka menyebutkan, gelombang panas bakal menjadi lebih sering dan ekstrem jika emisi tidak segera dihentikan dan dikurangi menjadi nol bersih. Studi tersebut juga menemukan bahwa perubahan iklim membuat gelombang panas setidaknya 50 kali lebih mungkin terjadi di China.
Friederike Otto, salah satu penulis kajian ini dari Institut Grantham untuk Perubahan Iklim dan Lingkungan, Imperial College London, mengatakan, hasil studi atribusi ini tidak mengherankan. ”Dunia tidak berhenti membakar bahan bakar fosil, iklim terus menghangat, dan gelombang panas terus menjadi lebih ekstrem. Sesederhana itu,” katanya.
Otto menambahkan, gelombang panas ini bukanlah bukti dari ”pemanasan yang tak terkendali” atau ”keruntuhan iklim”. Dia masih percaya kita masih punya waktu untuk mengamankan masa depan yang aman dan sehat, tetapi kita harus segera berhenti membakar bahan bakar fosil dan berinvestasi untuk mengurangi kerentanan.
Dunia tidak berhenti membakar bahan bakar fosil, iklim terus menghangat, dan gelombang panas terus menjadi lebih ekstrem. Sesederhana itu.
”Jika tidak, puluhan ribu orang akan terus meninggal karena panas setiap tahun. Sangat penting bagi pemerintah untuk membuat undang-undang penghapusan bahan bakar fosil pada konferensi iklim atau COP tahun ini,” katanya.
Sementara itu, Sjoukje Philip, peneliti di Royal Netherlands Meteorological Institute, mengatakan, ”Planet ini tidak memanas secara merata. Ilmuwan iklim bekerja untuk memahami hubungan kompleks antara peningkatan suhu rata-rata global dan regional.”
Menurut dia, penelitian ini menunjukkan dampak signifikan dari laju pemanasan yang cepat terhadap suhu lokal di Eropa. ”Ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak bagi Eropa untuk terus mengambil langkah-langkah adaptasi dan mitigasi,” katanya.
Efek perubahan iklim
Emisi gas rumah kaca dinilai menyebabkan gelombang panas lebih panas daripada yang seharusnya yang membuat suhu di Eropa 2,5 derajat celsius lebih panas, di Amerika Utara 2 derajat celsius lebih panas, dan di China 1 derajat lebih panas.
Para peneliti menyebutkan, kecuali dunia menghentikan pembakaran bahan bakar fosil dengan cepat, gelombang panas akan menjadi semakin umum dan dunia akan mengalami gelombang panas yang bahkan lebih panas dan bertahan lebih lama. Gelombang panas seperti yang baru-baru ini akan terjadi setiap 2-5 tahun jika suhu di dunia 2 derajat celsius lebih hangat daripada iklim pra-industri.
Data juga menunjukkan, tanpa perubahan iklim sebagai dampak dari ulah manusia, peristiwa panas ini akan sangat jarang terjadi. Di China, gelombang panas hanya akan menjadi satu peristiwa dalam 250 tahun. Adapun panas maksimum seperti pada Juli 2023 hampir tidak mungkin terjadi di wilayah Amerika Serikat, Meksiko, dan Eropa Selatan jika manusia tidak menghangatkan Bumi dengan membakar bahan bakar fosil.
Julie Arrighi, Direktur Pusat Iklim Palang Merah Bulan Sabit Merah, mengatakan, ”Panas adalah salah satu jenis bencana yang paling mematikan.”
Menurut Arrighi, kita membutuhkan perubahan budaya dalam cara berpikir tentang panas ekstrem. ”Panas ekstrem mematikan dan cepat meningkat. Sangat penting untuk meningkatkan sistem peringatan, rencana aksi panas, dan investasi dalam tindakan adaptasi jangka panjang. Ini termasuk perencanaan kota dan memperkuat ketahanan sistem kritis seperti kesehatan, listrik, air dan transportasi,” katanya.
Untuk menyelamatkan nyawa selama panas ekstrem, kita perlu merawat yang paling rentan. ”Ini termasuk orang lanjut usia, orang dengan kondisi kesehatan, tunawisma, dan komunitas dengan akses terbatas ke ruang dingin yang dapat menjadi jalur kehidupan selama panas ekstrem,” katanya.