Peringatan Hari Anak Nasional menjadi momentum untuk mengingatkan semua pihak akan pentingnya hak perlindungan terhadap anak. Salah satunya adalah perlindungan dari ancaman kekerasan seksual dan perundungan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
PESAWARAN, KOMPAS — Peringatan Hari Anak Nasional pada 23 Juli menjadi momentum untuk mengingatkan semua pihak akan pentingnya hak perlindungan terhadap anak. Salah satunya adalah perlindungan dari ancaman kekerasan seksual dan perundungan.
Di Lampung, peringatan Hari Anak Nasional dimanfaatkan oleh berbagai komunitas untuk menggelar kegiatan edukasi pencegahan kekerasan seksual untuk anak-anak dan orangtua. Acara itu digelar di Pulau Tegal, Kabupaten Pesawaran, Lampung, Minggu (23/7/2023).
Kegiatan edukasi untuk anak-anak dilakukan melalui mendongeng dan mewarnai bersama dengan menyelipkan pesan-pesan terkait dengan pencegahan kekerasan seksual. Adapun dialog dengan orangtua tentang pentingnya pencegahan kekerasan seksual di lingkungan keluarga.
Komunitas yang berkolaborasi dalam kegiatan ini ialah Sukarelawan Peduli Pendidikan Pulau Tegal dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Lampung. Acara juga diikuti oleh akademisi, guru, serta pegiat literasi dan dongeng di Lampung. Kegiatan didukung oleh Yayasan Dunia Lebih Baik, start up sosial Campaign.com, dan PT Bukit Asam.
Rinda Mulyani selaku project leader program menuturkan, kegiatan tersebut bagian dari kampanye sosial untuk mengingatkan masyarakat tentang ancaman kekerasan seksual yang mengintai anak-anak. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada 2022 kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus. Data ini menunjukkan anak-anak rentan menjadi korban kekerasan seksual.
Menurut dia, edukasi pencegahan kekerasan seksual pada anak perlu dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Karena itulah, pihaknya menggandeng pegiat literasi dan dongeng untuk memberikan edukasi kepada anak-anak lewat kegiatan mendongeng dan mewarnai bersama.
”Kami menyelipkan pesan bahwa anak-anak juga perlu mengenali dan melindungi tubuhnya lewat nyanyian atau gambar,” ucap Rinda di sela-sela kegiatan.
Menurut dia, kegiatan itu sengaja digelar di Pulau Tegal untuk menjangkau anak-anak dan orangtua yang tinggal di pulau-pulau kecil di Lampung. Akses informasi untuk masyarakat di pulau kecil sering kali terbatas. Padahal, ancaman kekerasan terhadap anak ada di mana saja.
Tri Sujarwo selaku pegiat literasi dan dongeng di Lampung menuturkan, mendongeng menjadi cara yang efektif untuk menyampaikan pesan kepada anak-anak. Ia sering kali diminta untuk menyampaikan dongeng mengenai perundungan. Hal ini karena perundungan masih sering terjadi di lingkungan pertemanan anak-anak.
Ketua Sukarelawan Peduli Pendidikan Pulau Tegal Uniroh berharap kegiatan itu dapat memperluas pengetahuan anak-anak di Pulau Tegal tentang bahaya kekerasan seksual dan perundungan. Acara itu juga diharapkan dapat memberi motivasi anak-anak pulau untuk terus belajar dan membangun pulau mereka.
Walau tidak ada sekolah formal, ada sekolah informal yang diakui negara.
Uniroh menceritakan, anak-anak di Pulau Tegal menerima pendidikan informal dari lembaga bernama Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Pesona Pulau Tegal. Lembaga yang sudah mendapat izin sejak tahun 2017 ini memberikan layanan pendidikan kesetaraan jenjang SD, SMP, dan SMA.
”Awalnya hanya sukarelawan rumah baca. Kami pun berbenah, ingin anak di sini diakui negara karena sebenarnya mereka juga berhak mengenyam pendidikan. Dengan demikian, walau tidak ada sekolah formal, ada sekolah informal yang diakui negara,” katanya.
Saat ini ada sekitar 35 anak di Pulau Tegal yang belajar di PKBM setara dengan jenjang SD, SMP, dan SMA. Ia berharap ada anak-anak di pulau itu yang bisa menempuh pendidikan hingga ke perguruan tinggi.
Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Fiqih Amalia, menuturkan, para orangtua perlu diedukasi untuk bisa menjadi sahabat bagi anak. Hal itu penting agar anak bisa terbuka kepada orangtuanya saat mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti perundungan dan pelecehan seksual.
Ia juga mengingatkan akan ancaman kekerasan seksual pada anak yang bisa terjadi di mana saja, termasuk di sekolah atau rumah sendiri. Karena itulah, orangtua harus mengetahui batasan interaksi antara anak yang beranjak remaja dan keluarga yang berbeda jenis kelamin. Batasan yang perlu diperhatikan antara lain menyediakan kamar terpisah antara anak-anak dan orangtua atau saudara yang berbeda jenis kelamin.
Selain itu, orangtua juga harus mengetahui siapa saja teman-teman yang berinteraksi dengan anak. Tak kalah penting adalah orangtua juga harus berani melapor ketika anaknya menjadi korban kekerasan seksual.