Terobosan Terapi dengan Kombinasi Dua Antibodi Monoklonal
Inovasi pengobatan melalui pemberian dua antibodi monoklonal, pertuzumab dan trastuzumab, dalam satu suntikan jadi harapan baru bagi pasien kanker payudara HER2 positif. Pasien bisa lebih nyaman dalam pemberian terapi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan tata laksana kanker payudara HER2 positif dengan menggabungkan pertuzumab dan trastuzumab menjadi harapan baru bagi pasien. Terapi dengan pemberian dua antibodi monoklonal tersebut dinilai lebih efektif dibandingkan dengan terapi lainnya.
Staf pengajar Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), Andhika Rachman, mengatakan, terapi inovatif dengan memberikan dua antibodi monoklonal dalam satu suntikan mengurangi waktu pemberian obat 99 persen.
Pengobatan dengan suntikan tunggal kombinasi dosis pertuzumab dan trastuzumab hanya membutuhkan waktu 5-8 menit, sementara pengobatan standar dengan pemberian infus membutuhkan waktu 4,5 jam hingga 9,5 jam.
”Penggabungan dua antibodi monoklonal, pertuzumab dan trastuzumab, dengan enzim hialuronidase dalam satu suntikan ini merupakan terobosan tata laksana kanker payudara HER2 positif,” ujarnya dalam temu media bertajuk ”Kenali Kanker Payudara Jenis HER2 Positif dan Inovasi Terbaru dalam Penanganannya” yang diadakan Roche Indonesia, di Jakarta, Jumat (21/7/2023).
Andhika menyampaikan, meskipun waktu untuk pemberian obat lebih singkat, manfaat klinis dan keamanan dari pengobatan ini sebanding dengan pengobatan yang diberikan melalui infus. Untuk itu, pengobatan dengan penyuntikan kombinasi pertuzumab dan trastuzumab memberikan kenyamanan bagi pasien.
Berdasarkan studi PHranceSCa (preferensi untuk kombinasi dua dosis tetap pertuzumab dan trastuzumab untuk suntikan subkutan kepada pasien kanker payudara HER2 positif) pada 2021, sekitar 85 persen kanker payudara HER2 positif yang diteliti lebih memiliki terapi dengan suntik subkutan pertuzumab dan trastuzumab dibandingkan dengan pemberian infus.
Pemberian obat lewat suntik subkutan (suntikan di bawah kulit) dinilai lebih nyaman dan singkat meskipun suntikan dirasa lebih nyeri.
Mudah diberikan
Andhika mengutarakan, kombinasi pertuzumab dan trastuzumab dalam satu suntikan ini dapat diberikan untuk pasian kanker payudara HER2 positif pada stadium dini maupun pasien pada stadium metastatik (penyebaran sel kanker). Selain itu, pengobatan ini juga dapat digunakan bersama dengan perawatan kemoterapi.
”Kemudahan dari pemberian terapi ini membuat terapi ini mungkin untuk diberikan di luar fasilitas rumah sakit dengan pelayanan onkologi, seperti klinik kemoterapi ataupun homecare (layanan rumah),” katanya.
Andhika menambahkan, sebagian besar pasien kanker payudara HER2 positif ditemukan dengan prognosis (perjalanan penyakit) yang buruk. Padahal, diagnosis dan terapi sejak dini dapat meningkatkan harapan hidup bagi pasien. Penanganan yang diberikan pun bisa lebih maksimal.
Penggabungan dua antibodi monoklonal, pertuzumab dan trastuzumab, dengan enzim hialuronidase dalam satu suntikan ini merupakan terobosan dalam penatalaksanaan kanker payudara HER2 positif.
Satu dari lima pasien kanker payudara diperkirakan merupakan pasien kanker payudara HER2 positif. Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2) adalah protein di permukaan sel yang dapat memengaruhi pertumbuhan dan penyebaran sel.
Apabila jumlah protein HER2 terlalu banyak, pertumbuhan sel bisa cepat dan tidak terkendali. Pada kanker HER2 positif, sel kanker dapat tumbuh lebih agresif dan menyebar lebih cepat.
Ketua Asosiasi Kesehatan Ekonomi Indonesia (InaHEA) Hasbullah Thabrany memaparkan, pengobatan inovatif dalam pengobatan kanker amat diperlukan untuk meningkatkan mutu layanan bagi pasien. Inovasi pengobatan juga akan bermanfaat bagi tenaga kesehatan dan rumah sakit.
Dengan pengobatan melalui suntikan dua antibodi monoklonal untuk kanker payudara HER2 positif, hal itu bisa menghemat sumber daya karena waktu penanganan pasien bisa menjadi lebih singkat. Penggunaan fasilitas pengobatan pun lebih efisien.
”Pasien secara ekonomi juga diuntungkan dengan ketersediaan obat ini di Indonesia sehingga tidak perlu lagi mencari pengobatan di luar negeri,” ucapnya.
Namun, terapi kanker payudara HER2 positif dengan pemberian suntikan dengan penggabungan pertuzumab dan trastuzumab kini belum ditanggung program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Pengobatan standar yang ditanggung saat ini dengan pemberian melalui infus.