Kerentanan Tinggi Karhutla Masih Terjadi di Area Konsesi
Sebanyak 54 persen risiko kebakaran dengan kerentanan kelas tinggi berada pada wilayah konsesi beserta buffer-nya. Bahkan, 6 dari 10 konsesi yang masuk pada kerentanan tinggi pernah terkait dengan kasus hukum karhutla.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Perlindungan ekosistem gambut yang berada di area konsesi sampai sekarang masih belum optimal. Sebab, kajian menunjukkan, kerentanan kebakaran hutan dan lahan atau karhutla tinggi di kesatuan hidrologis gambut masih terjadi di area konsesi.
Hal tersebut terangkum dalam hasil studi kerentanan karhutla jilid 3 dari Pantau Gambut. Kajian ini merupakan hasil studi lanjutan tentang kerentanan karhutla pada kesatuan hidrologis gambut (KHG) dengan fokus pada area konsesi perkebunan dan kehutanan.
Peneliti Pantau Gambut, Wahyu Perdana, mengemukakan, dalam kajian ini tim peneliti tidak hanya mengambil wilayah konsesi yang berada di wilayah KHG, tetapi juga mencakup zona penyangga (buffer zone). Hal ini dilakukan sesuai dengan sejumlah regulasi yang mensyaratkan pemegang izin untuk melakukan upaya pengendalian karhutla di sekitar area konsesi.
”Secara umum, pada wilayah KHG yang dibebani konsesi kurang lebih ada 7,9 juta hektar. Bila ini dihitung pada wilayah buffer,yakni 3,6 juta hektar. Sementara wilayah KHG yang tidak dibebani konsesi kurang lebih 12 juta hektar,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk ”Waspada Api di Pelupuk Mata” di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Terbaru, kami merilis Hotspot Hub sebagai platform atau peta online untuk mengetahui jumlah hotspot, asal, beserta kategorinya. Ini merupakan salah satu upaya kami memperkuat pencegahan api dengan teknologi satelit.
Dari 33 persen area KHG yang dibebani konsesi industri ekstraktif, Pantau Gambut mencatat 50 persen didominasi oleh konsesi dengan izin hak guna usaha (HGU) kelapa sawit. Terdapat pula konsesi dengan komoditas tebu, tetapi sebagian telah berubah menjadi sawit.
Setelah dianalisis, karhutla pada konsesi yang berada di area KHG masih terus terjadi. Sebanyak 54 persen risiko kebakaran dengan kerentanan kelas tinggi berada pada wilayah konsesi beserta buffer-nya. Bahkan, 6 dari 10 konsesi yang masuk pada kerentanan tinggi pernah terkait dengan kasus hukum karhutla atau dalam penanganan.
Kawasan pada area konsesi HGU dengan kerentanan karhutla tinggi terluas tahun 2023 berada di KHG Sungai Kahayan-Sungai Sebangau, Kalimantan Tengah, seluas 59.821 hektar. Sementara pada area izin usaha pengelolaan hasil hutan kayu (IUPHHK), kerentanan karhutla tinggi berada di KHG Sungai Sugihan-Sungai Lumpur, Sumatera Selatan, seluas 54.867 hektar.
Selain itu, selama periode 2015-2019, dominasi kehilangan tutupan lahan juga terjadi pada area fungsi ekosistem gambut lindung yang dibebani konsesi. Dari total kehilangan tutupan lahan tersebut, 64 persen areanya dikuasi dengan izin konsesi HGU.
”Pendekatan beneficial ownership (pemilik manfaat) menjadi penting untuk memastikan kebakaran tidak terulang, terlebih kerentanan tinggi ini berada di kawasan konsesi. Hampir semua atau 8 dari 10 konsesi memiliki sejarah area terbakar pada dua kejadian karhutla cukup besar tahun 2015 dan 2019,” kata Wahyu.
Dalam kajian sebelumnya, Pantau Gambut juga mencatat seluas 3,8 juta hektar KHGdi Indonesia memiliki risiko kerentanan terbakar tinggi. Kemudian 12,6 juta hektar masuk risiko kerentanan sedang dan 7,7 juta hektar lainnya kerentanan rendah.Papua Selatan menjadi provinsi dengan KHG rentan terbakar terbanyak mencapai 97 persen.
Pemantauan anggota
Assurance Director Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Aryo Gustomo menyatakan, pihaknya telah merumuskan standar pencegahan karhutla, yakni dengan tidak menggunakan api dalam kegiatan perkebunan. Kemudian, terdapat pula tim RSPO yang memantau setiap anggota terkait pembakaran lahan dengan menggunakan teknologi satelit.
”Terbaru, kami merilis Hotspot Hub sebagai platform atau peta online untuk mengetahui jumlah hotspot, asal, beserta kategorinya. Ini merupakan salah satu upaya kami memperkuat pencegahan api dengan teknologi satelit,” lanjutnya.
Kepala Pusat Pengendalian dan OperasiBadan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bambang Surya Putra mengatakan, BNPB tidak menanggulangi karhutla di area konsesi karena hal tersebut menjadi tanggung jawab masing-masing pemegang konsesi. Akan tetapi, BNPB akan turut terlibat bila dampak karhutla mulai membesar dan membutuhkan penanganan dengan sumber daya yang intens.
Menurut Bambang, turut terlibatnya BNPB dalam memadamkan karhutla di area konsesi pada akhirnya akan berdampak terhadap pemegang konsesi tersebut. Pemegang konsesi akan mendapat sanksi yang berat jika mereka terbukti melakukan tindak pidana lingkungan hingga menyebabkan karhutla besar di area konsesinya masing-masing.