Pemanis Buatan Aspartam Diklasifikasikan sebagai Karsinogenik
Badan Internasional untuk Penelitian Kanker di bawah Organisasi Kesehatan Dunia telah mengategorikan pemanis buatan aspartam bersifat karsinogenik atau faktor pemicu kanker bagi manusia.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Internasional untuk Penelitian Kanker di bawah Organisasi Kesehatan Dunia telah mengategorikan pemanis buatan aspartam bersifat karsinogenik atau faktor pemicu kanker bagi manusia. Asupan harian yang dapat diterima dari aspartam sebesar 40 miligram per kilogram berat badan.
Penilaian dampak kesehatan dari aspartam ini dirilis Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama Komite Pakar Bersama Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) untuk Bahan Tambahan Pangan (JECFA) pada Jumat (14/7/2023). Mengutip bukti terbatas untuk karsinogenisitas pada manusia, IARC telah mengklasifikasikan aspartam sebagai karsinogenik bagi manusia (IARC Group 2B) dan JECFA menegaskan kembali asupan harian aspartam yang dapat diterima sebesar 40 mg/kg berat badan.
Aspartam adalah pemanis buatan (kimia) yang banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman sejak tahun 1980-an, termasuk minuman diet, permen karet, gelatin, es krim, produk susu, seperti yogurt, sereal, pasta gigi, dan obat-obatan, misalnya obat batuk dan obat dan vitamin kunyah.
”Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian secara global. Setiap tahun, 1 dari 6 orang meninggal karena kanker. Ilmu pengetahuan terus berkembang untuk menilai kemungkinan faktor pemicu atau penyebab kanker dengan harapan dapat mengurangi jumlah orang yang terkena,” kata Francesco Branca, Direktur Departemen Nutrisi dan Keamanan Pangan WHO, secara tertulis.
Menurut Branca, penilaian aspartam telah menunjukkan bahwa potensinya pada kejadian kanker perlu diselidiki melalui penelitian yang lebih banyak dan lebih baik.
Sejumlah badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa ini telah melakukan tinjauan independen yang saling melengkapi untuk menilai potensi bahaya karsinogenik dan risiko kesehatan lain yang terkait dengan konsumsi aspartam. Ini adalah pertama kalinya IARC mengevaluasi aspartam dan ketiga kalinya untuk JECFA.
Setelah meninjau literatur ilmiah yang tersedia, IARC dan JECFA mencatat adanya bukti-bukti terbatas yang tersedia untuk kanker (dan efek kesehatan lainnya). IARC mengklasifikasikan aspartam sebagai kemungkinan karsinogenik bagi manusia (Grup 2B) berdasarkan bukti terbatas untuk kanker pada manusia, khususnya untuk karsinoma hepatoseluler, salah satu jenis kanker hati. Ada juga bukti terbatas untuk kanker pada hewan percobaan dan bukti terbatas terkait dengan kemungkinan mekanisme penyebab kanker.
Sementara itu, JECFA menyimpulkan bahwa data yang dievaluasi menunjukkan tidak ada alasan yang cukup untuk mengubah asupan harian yang dapat diterima (ADI) yang telah ditetapkan sebelumnya sebesar 0–40 mg/kg berat badan untuk aspartam.
Oleh karena itu, mereka menegaskan kembali bahwa aman bagi seseorang untuk mengonsumsi dalam batas tertentu per hari. Misalnya, dengan sekaleng minuman ringan yang mengandung 200 atau 300 mg aspartam, orang dewasa dengan berat 70 kg bisa mengonsumsi 9–14 kaleng per hari untuk melebihi asupan harian yang dapat diterima, dengan asumsi tidak ada asupan lain dari sumber makanan lain.
Identifikasi bahaya dari IARC adalah langkah mendasar pertama untuk memahami karsinogenisitas suatu agen dengan mengidentifikasi sifat spesifik dan potensinya untuk menyebabkan kerusakan, yaitu kanker. Klasifikasi IARC mencerminkan kekuatan bukti ilmiah tentang apakah suatu agen dapat menyebabkan kanker pada manusia. Namun, klasifikasi tersebut tidak mencerminkan risiko berkembangnya kanker pada tingkat paparan tertentu.
Kajian lebih lanjut
Evaluasi bahaya IARC mempertimbangkan semua jenis paparan, misalnya makanan dan pekerjaan. Klasifikasi kekuatan bukti di Grup 2B adalah tingkat tertinggi ketiga dari empat tingkat. Klasifikasi ini umumnya diberikan baik ketika ada bukti terbatas kanker pada manusia, tetapi tidak meyakinkan atau bukti meyakinkan untuk kanker pada hewan percobaan.
”Temuan bukti terbatas karsinogenisitas pada manusia dan hewan serta bukti terbatas tentang bagaimana karsinogenisitas dapat terjadi, menggarisbawahi perlunya penelitian lebih lanjut untuk menyempurnakan pemahaman kita tentang apakah konsumsi aspartam menimbulkan bahaya karsinogenik,” kata Mary Schubauer- Berigan dari program IARC Monographs.
IARC dan JECFA mencatat adanya bukti-bukti terbatas yang tersedia untuk kanker (dan efek kesehatan lainnya).
Sementara itu, penilaian risiko JECFA menentukan kemungkinan jenis kerusakan tertentu, yaitu kanker, terjadi dalam kondisi dan tingkat paparan tertentu. Bukan hal yang aneh jika JECFA memasukkan klasifikasi IARC ke dalam pertimbangannya.
”JECFA juga mempertimbangkan bukti risiko kanker dalam penelitian pada hewan dan manusia dan menyimpulkan bahwa bukti hubungan antara konsumsi aspartam dan kanker pada manusia tidak meyakinkan,” kata Moez Sanaa, Kepala Standar dan Saran Ilmiah WHO di Unit Pangan dan Gizi. ”Kami membutuhkan studi yang lebih baik dengan tindak lanjut yang lebih lama dan kuesioner diet berulang pada kohor yang ada. Kami memerlukan uji coba terkontrol secara acak, termasuk studi tentang jalur mekanistik yang relevan dengan regulasi insulin, sindrom metabolik, dan diabetes, terutama yang terkait dengan karsinogenisitas.”
Evaluasi IARC dan JECFA tentang dampak aspartam didasarkan pada data ilmiah yang dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk makalah peer-reviewed, laporan pemerintah, dan studi untuk tujuan regulasi. Studi tersebut telah ditinjau oleh para ahli independen.