Penerimaan Peserta Didik Baru Masih Diwarnai Kecurangan
Penerimaan peserta didik baru di jenjang sekolah dasar dan menengah tiap tahun masih sarat persoalan. Hal ini dipicu belum meratanya kualitas sekolah.
JAKARTA, KOMPAS — Penerimaan siswa dan mahasiswa baru di lembaga pendidikan pemerintah menjadi sorotan. Selain terkait daya tampung terbatas dan biaya, muncul dugaan kecurangan yang merugikan warga kurang mampu. Karena itu, penerimaan peserta didik dan mahasiswa baru mesti berkeadilan, transparan, dan inklusif.
Evaluasi secara transparan dan adil pelaksanaan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) di sekolah negeri harus serius dilakukan. Sejatinya, sistem PPDB berpihak kepada anak miskin dan anak dapat bersekolah di dekat rumahnya agar biaya transportasi lebih ringan dan memastikan keamanan anak.
Baca juga: Mengurai Sistem Zonasi PPDB
”Sepanjang anak miskin dan anak dekat sekolah tidak dapat ditampung di sekolah negeri, sistem PPDB gagal mencapai tujuan utamanya. Pemerintah gagal membangun sistem pendidikan berkeadilan dan berkualitas,” kata Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim di Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Banyak anak dari keluarga tidak mampu (jalur afirmasi) dan anak dalam satu zonasi tidak bisa tertampung di sekolah negeri. ”Sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri,” kata Satriwan.
Maka dari itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi diminta mengevaluasi total kebijakan dan pelaksanaan sistem PPDB yang berjalan sejak tahun 2017. ”Evaluasi komprehensif dan tinjau ulang sistem. Tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya. Persoalan klasik terjadi tiap tahun,” ujarnya.
Berdasarkan pemantauan PPDB yang dihimpun P2G dari berbagai daerah, persoalan yang terus muncul adalah migrasi domisili melalui kartu keluarga (KK) calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orangtua. Hal ini umumnya terjadi di wilayah yang punya sekolah ”unggulan”.
Modusnya dengan memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar. Kasus terbaru terjadi di kota Bogor ada ratusan calon siswa yang perlu diverifikasi faktual apakah domisilinya sesuai KK atau tidak.
Sepanjang anak miskin dan anak dekat sekolah tidak dapat ditampung di sekolah negeri, maka sistem PPDB gagal mencapai tujuan utamanya. Pemerintah gagal membangun sistem pendidikan berkeadilan dan berkualitas.
Sesuai dengan Peraturan Mendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB, perpindahan alamat KK diperkenankan secara hukum maksimal 1 tahun sebelum pendaftaran PPDB. Jika perpindahan kurang dari 1 tahun, itu dinyatakan ilegal atau tidak diperbolehkan dalam pendaftaran penerimaan siswa baru.
Pemerataan kualitas
Satriwan mengatakan, tujuan awal sistem PPDB untuk pemerataan kualitas pendidikan. Sekolah di mana pun diharapkan sama-sama berkualitas, mulai dari guru, sarana prasarana, kurikulum, hingga standar lainnya.
”Namun tujuan utama PPDB hingga sekarang belum terwujud. Tingkat kesenjangan kualitas antarsekolah negeri masih terjadi bahkan makin tinggi,” ujar Satriwan.
Persoalan lain adalah sekolah kelebihan calon peserta didik baru karena terbatasnya daya tampung, khususnya di perkotaan. Jumlah sekolah negeri dan daya tampung sekolah umumnya lebih sedikit ketimbang jumlah calon siswa. Alhasil calon siswa terlempar meski satu zona. Faktor utamanya adalah sebaran sekolah negeri tak merata.
Di DKI Jakarta, misalnya, jumlah calon peserta didik baru (CPDB) 2023 jenjang SMP/MTs sebanyak 149.530 siswa, tetapi total daya tampung 71.489 siswa (47,81 persen). Di jenjang SMA/MA/SMK, CPDB sebanyak 139.841 siswa, sedangkan total daya tampung 28.937 (20,69 persen). Bahkan untuk jenjang SMK daya tampung hanya 19.387 siswa (13,87 persen).
Solusi Pemprov DKI Jakarta mengadakan PPDB Bersama agar anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri mendaftar di sekolah di swasta yang dibiayai penuh oleh pemprov. Sayangnya PPDB Bersama ini tak begitu diminati oleh sekolah swasta terbaik di Jakarta.
Baca juga: Sebagian Peserta PPDB DKI 2023 Dipastikan Tidak Masuk Sekolah Negeri
Kepala Penelitian dan Pengembangan P2G Feriansyah mengatakan, persoalan lainnya adalah ada sekolah kekurangan siswa karena sepi peminat. Sebab, jumlah calon siswa sedikit tapi jumlah sekolah negeri banyak dan berdekatan, serta lokasi sekolah jauh di pelosok yang aksesnya sulit. Ada masalah sebaran sekolah negeri yang tidak merata.
Kasus ini misalnya terjadi di Magelang, Temanggung, Solo, Sleman, Klaten, Batang, dan Pangkal Pinang. Di Batang, ada 21 SMP negeri kekurangan siswa pada PPDB 2022. Lalu Jepara, Yogyakarta, dan Semarang. Di Jepara, dalam PPDB 2023 hingga akhir Juni tercatat 12 SMP negeri masih kekurangan siswa.
”Di Yogyakarta ada 3 SMA negeri yang masih kekurangan siswa. Di kabupaten Semarang dalam PPDB 2023 ini sebanyak 99 SD negeri tak mendapat siswa baru sehingga guru harus mencari murid dari rumah ke rumah,” ujarnya.
Menurut Feriansyah, persoalan sekolah kekurangan siswa ini dapat berdampak serius kepada jam mengajar guru. Bagi guru yang sudah mendapat tunjangan profesi guru bisa terancam tidak menerima lagi tunjangannya karena kekurangan jam mengajar 24 jam per minggu yang disyaratkan oleh peraturan.
Masalah PPDB yang juga kerap muncul adalah jual beli kursi, pungutan liar (pungli), dan siswa ”titipan” dari pejabat atau tokoh di wilayah itu. Orangtua dan guru diminta tak takut menyampaikan dugaan pungli atau siswa titipan kepada dinas pendidikan, Satuan Tugas Saber Pungli, Ombudsman, atau Kemendikbudristek, bahkan ke media massa.
Pengawasan
Berbagai permasalahan dalam PPDB juga menjadi penilaian dalam survei penilaian integritas (SPI) pendidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan wardiana mengatakan, berdasarkan SPI Pendidikan tahun 2022, perilaku koruptif yang menunjukkan integritas di dunia pendidikan masih rendah, salah satunya dari tata kelola penerimaan, pembelajaran, dan pengelolaan keuangan.
Masih ada praktik pungli dalam proses penerimaan siswa baru; siswa diterima di sekolah karena membayar di luar biaya resmi; konflik kepentingan dalam penerimaan peserta didik; masih ada yang merekayasa dokumen agar diterima di sekolah/kampus: sekolah/kampus tidak menjelaskan rincian komponen biaya; hingga laporan keuangan tidak transparan.
Secara terpisah, Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Syaiful Huda mengatakan, PPDB selalu menjadi momentum krusial yang memicu beragam kasus kecurangan. Seharusnya situasi ini bisa diantisipasi Kemendikbudristek sehingga tidak ada kasus yang merugikan peserta didik ataupun wali murid.
Baca juga: Sistem Zonasi Rawan Sebabkan Kecurangan
Maraknya kasus manipulasi zonasi dalam PPDB 2023 memicu keprihatinan banyak kalangan. Di Bogor misalnya ratusan pendaftar PPDB terpaksa dicoret karena memalsukan domisili agar bisa diterima di sejumlah SMP favorit. Di Bekasi, sejumlah wali murid mengadukan adanya dugaan oknum dua sekolah favorit memalsukan titik koordinat jalur zonasi dalam PPDB SMA atau SMK.
Huda menambahkan, kecurangan PPDB dengan beragam modusnya bisa dipastikan akan terus terulang dalam setiap tahun ajaran baru. Situasi ini terjadi karena tidak meratanya kualitas layanan pendidikan ataupun keterbatasan kuota kursi bagi peserta didik di sekolah-sekolah milik pemerintah.
”Banyak wali murid yang ingin anak mereka belajar di sekolah favorit dengan harapan mendapatkan kualitas layanan pendidikan terbaik di wilayah domisili mereka. Banyak wali murid yang ingin mendapat slot untuk belajar di sekolah negeri karena keterbatasan biaya,” ucapnya.
Terkait hal itu, Kemendikbudristek perlu turun langsung mengaktifkan Satgas PPDB di level daerah. ”Harusnya Satgas PPDB ini diminta secara dini mengantisipasi berbagai modus kecurangan dalam PPDB sebab bisa dipastikan akan selalu terjadi,” kata Huda.