Sekalipun upaya isolasi untuk mencegah penyebaran penyakit zoonosis ini telah dilakukan, kewaspadaan perlu ditingkatkan di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meninggalnya tiga warga Gunungkidul karena antraks seharusnya sudah bisa dikategorikan sebagai kejadian luar biasa. Sekalipun upaya isolasi telah penyebaran penyakit zoonosis ini telah dilakukan, kewaspadaan perlu ditingkatkan di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan Imran Pambudi dalam konferensi pers pada Kamis (6/7/2023) mengatakan, kasus antraks di Gunungkidul seharusnya sudah bisa ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB). ”Kalau secara definisi, sudah bisa disampaikan (KLB) karena ada kematian. Namun, ini adalah kewenangan dari daerah untuk bisa menyatakan KLB atau bukan,” kata Imran.
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan, KLB adalah muncul atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Kemenkes telah mencatatkan 93 kasus positif antraks dan tiga kasus meninggal di Gunungkidul. Tiga korban meninggal berasal dari Kecamatan Semanu. Menurut Imran, satu korban yang meninggal berstatus suspek antraks. Dua korban jiwa lainnya tidak diperiksa, tetapi diketahui memiliki kontak erat dengan sapi mati penyebab antraks.
Spora
Imran mengatakan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebenarnya telah menjadi daerah endemis antraks sejak tahun 2016 dengan temuan kasus positif. Namun, saat itu tidak terjadi korban jiwa.
Spora yang dihasilkan bakteri Bacillus anthracis penyebab penyakit antraks pada hewan ataupun manusia dapat sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia, serta bisa bertahan di tanah selama puluhan tahun. ”Kami sudah mengimbau dan mengeluarkan SE (surat edaran) untuk kewaspadaan bagi semua faskes di DIY, tidak hanya di Gunungkidul, tetapi juga di kabupaten lain di DIY, mengingat spora itu bisa terbang ke mana-mana,” kata Imran.
Kalau secara definisi, sudah bisa disampaikan (KLB), ya, karena ada kematian. Namun, ini adalah kewenangan dari daerah untuk bisa menyatakan KLB atau bukan.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner pada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syamsul Ma’arif mengatakan, antraks merupakan penyakit zoonosis yang bisa berbahaya bagi manusia apabila hewan ternak yang terpapar tidak dilakukan penanganan yang tepat.
”Sifat bakteri antraks itu sangat berbahaya. Karena itu, hewan yang terpapar tidak boleh dibuka. Kalau dibuka, bakterinya bisa jadi spora dan bertahan bertahun-tahun. Jadi, direbus saja tidak aman karena spora bisa bertahan hingga bertahun tahun,” katanya.
Investigasi
Sementara Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nuryani Zaenudin mengatakan, pihaknya juga langsung menginvestigasi kasus dengan pengambilan dan pemeriksaan sampel untuk diagnosis serta mencegah meluasnya penyebaran penyakit. ”Itu termasuk menghentikan lalu lintas keluar dan masuk di lokasi tertular. Sampai saat ini kasus pada ternak dan manusia terlokalisasi di satu padukuhan, yaitu Dukuh Jati, Desa Candirejo, Kecamatan Semanu,” ujarnya.
Nuryani mengutarakan, penyuntikan antibiotik sudah dilakukan pada semua hewan yang rentan tertular pada daerah yang terancam. Selain itu, dekontaminasi telah dilakukan dengan disinfektan pada lokasi penyembelihan dan penguburan ternak. Vaksin antraks juga telah disuntikkan kepada 78 sapi dan 286 kambing di Gunungkidul.
”Jadi, sejak kami terima laporannya pada 15 Juni 2023 lalu, kami langsung melakukan sosialisasi dan komunikasi informasi edukasi bersama Dinas Gunungkidul,” katanya.
Menurut Nuryani, sejauh ini vaksin yang telah didistribusikan ke Gunungkidul mencapai 96.000 dosis. Sementara pengambilan sampel sebanyak 5.707 dan stok vaksin yang tersedia saat ini mencapai 110.000 dosis.