Bangsa Indonesia membutuhkan generasi antikorupsi agar maju dan sejahtera secara inklusif. Namun, dunia pendidikan belum sepenuhnya jadi tempat menyemai generasi muda berintegritas.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks integritas pendidikan nasional masih berada di level rendah. Semakin tinggi jenjang pendidikan, integritas yang tecermin dari karakter, ekosistem, dan kepatuhan justru makin rendah. Padahal, generasi muda yang berintegritas diharapkan mampu melawan korupsi.
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Wardiana mengutarakan hal itu dalam acara Peluncuran dan Webinar mengenai Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan yang digelar KPK di Jakarta, Selasa (4/7/2023).
Menurut Wawan, SPI Pendidikan dilakukan KPK untuk mengetahui efektivitas pendidikan antikorupsi. Survei tersebut dilakukan dengan memetakan integritas, yakni karakter peserta didik, ekosistem pendidikan (pendidik dan pimpinan satuan pendidikan), serta risiko korupsi dalam tata kelola pendidikan.
Dari hasil SPI Pendidikan yang dilakukan pertama kali di 34 provinsi pada tahun 2022, indeks integritas pendidikan nasional sebesar 70,40. Nilai ini menunjukkan indeks integritas pendidikan masih berada di level 2 dari skala tertinggi level 4.
”Artinya, dari sisi peserta didik, perilaku integritas belum jadi pembiasaan. Dari ekosistem juga belum memberi dukungan memadai untuk menginternalisasikan nilai-nilai integritas dalam pembelajaran oleh pendidik, pimpinan satuan pendidikan, dan orangtua karena belum ada sinergi,” tuturnya.
Sementara dari segi tata kelola, upaya jejaring pendidikan untuk meminimalkan risiko korupsi dinilai masih belum memadai. Kondisi ini mengakibatkan korupsi tetap terjadi di dunia pendidikan.
Indeks integritas pendidikan dasar menengah (sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas/sekolah menengah kejuruan sederajat) lebih tinggi, yakni 74,49, dibandingkan perguruan tinggi dengan indeks 67,69.
Rendahnya indeks ini disebabkan banyak perilaku akademik tak jujur, seperti mencontek dan plagiasi, yang terus terjadi. Para pendidik seperti guru atau dosen juga belum sepenuhnya memberi keteladanan. Mereka biasa terlambat masuk kelas, mengakhiri kelas sebelum waktunya, ataupun tidak hadir tanpa alasan yang jelas.
Perilaku koruptif antara lain pungutan liar (pungli) saat penerimaan siswa atau mahasiswa baru hingga merekayasa dokumen agar diterima sekolah atau kampus yang diinginkan.
Ada juga dosen yang mewajibkan mahasiswa membeli diktat atau buku atau produknya sendiri. Ada juga guru yang mewajibkan siswa ikut les tambahan dengan bayaran. Ada juga pelaporan keuangan yang tidak transparan, serta kampus atau sekolah tidak merinci komponen biaya sekolah atau perkuliahan.
”Semakin dewasa peserta didik diharapkan memiliki perilaku integritas yang makin utuh. Untuk itu, karakter integritas diharapkan dapat dilakukan secara terencana, sistematis, dan berkesinambungan guna menghasilkan generasi muda yang berintegritas dan antikorupsi,” ungkap Wawan.
Sementara Ketua KPK Firli Bahuri memaparkan, KPK memiliki tiga pendekatan untuk mengatasi korupsi, yakni pendidikan dan peningkatan peran warga untuk membangun ketahanan, kepedulian, imun, serta pemahaman bahaya korupsi. Lalu, pencegahan sistem dan perbaikan sistem guna menutup celah korupsi dan penindakan.
”Pendekatan pendidikan penting. Sebab, seperti bagian dari lagu ’Indonesia Raya’, bangunlah jiwanya dan badannya, perlu peran pendidikan. Sebab, seperti dikatakan Nelson Mandela, pendidikan merupakan senjata paling ampuh untuk mengubah dunia,” kata Firli.
Semakin dewasa peserta didik diharapkan memiliki perilaku integritas yang makin utuh. Untuk itu, karakter integritas diharapkan dapat dilakukan secara terencana, sistematis, dan berkesinambungan.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menyatakan mendukung dunia pendidikan untuk melawan korupsi melalui profil lulusan Pelajar Pancasila. Nilai-nilai Pancasila dibiasakan, ditumbuhkan, dan dikuatkan dengan mengenal, mendalami, dan mempraktikkan keseharian lewat proyek profil Pelajar Pancasila.
”Pelajaran untuk menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dilakukan dengan jauh lebih menyenangkan dan relevan, meliputi integritas dan kejujuran. Kami akan memperkuat pendidikan antikorupsi di semua jenjang pendidikan dan elemen pendidikan menghadirkan lingkungan pendidikan berintegritas dan bebas korupsi,” papar Nadiem.
Modal sosial
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas) Suharso Monoarfa memaparkan, integritas menjadi modal sosial luar biasa yang perlu dibentuk sejak dini dan senantiasa ada di lorong pendidikan dari awal sampai akhir.
”Korupsi terjadi jika sistem buruk. Kalau sistem bagus, peluang korupsi kecil dengan membangun integritas luar biasa, dan ini bukan pekerjaan sederhana,” ucapnya.
Indeks integritas pendidikan dibutuhkan untuk mendorong perbaikan mutu pendidikan. Dari tahun 2005 hingga 2022, ketika penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional untuk 20 tahun ke depan, rerata lama sekolah penduduk Indonesia hanya naik 1,9 dari 7,2 tahun ke 9,1 tahun.
”Hal ini mengenaskan. Anggaran pendidikan di APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) 20 persen, tapi kenaikan rerata lama sekolah 1,9 tahun. Kita harus membenahi kesalahan yang membuat ini terjadi dengan memperkuat integritas layanan pendidikan,” tutur Suharso.
Indeks integritas pendidikan nasional tahun 2022 ini sebagai baseline atau batas bawah. SPI Pendidikan pada tahun ini tetap dilakukan untuk tingkat provinsi. Pada tahun selanjutnya diperluas hingga kabupaten atau kota dan ada rekomendasi serta pemantauan evaluasi.