Orang Kesepian Memiliki Cara Berpikir yang Berbeda
Individu bisa merasa kesepian di tengah keramaian karena otaknya memproses peristiwa di sekelilingnya dengan cara yang berbeda dengan kebanyakan orang.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil penelitian terbaru para ilmuwan psikologi di Donsife College of Letters, Arts, and Science, University of Southern Carolina, menunjukkan, seseorang bisa merasa kesepian di tengah keramaian karena berpikir dengan cara berbeda. Mereka menganggap dirinya berbeda dari individu sebayanya.
Mengutip Science Daily, Senin (3/7/2023), respons saraf orang yang kesepian berbeda dengan teman sebayanya yang tidak kesepian. Melihat dunia secara berbeda dapat menjadi faktor risiko kesepian, terlepas dari pertemanan yang mereka miliki. ”Kami menemukan bahwa individu yang kesepian sangat berbeda dari teman sebayanya dalam cara memproses dunia di sekitar mereka meski mereka juga memiliki teman-teman,” kata peneliti University of Southern Carolina sekaligus penulis utama riset itu, Elisa C. Baek.
Baek menuturkan, kesepian dapat mengurangi kebahagiaan dan sering merasa sendiri karena tidak dipahami oleh orang lain. Orang yang kesepian memproses dunia secara istimewa, yang dapat berkontribusi pada berkurangnya rasa untuk dipahami.
”Individu yang kesepian tidak menemukan nilai dalam aspek situasi yang sama dengan individu sebayanya. Individu yang kesepian menganggap diri mereka berbeda dari individu sebayanya yang dapat menyebabkan tantangan lebih lanjut dalam mencapai hubungan sosial,” ujar Baek.
Kesimpulan itu diperoleh Baek dan Ryan Hyon, Karina Lopez, Meng Du, Mason A Porter, dan Carolyn Parkinson dari University of California, Los Angeles (UCLA), setelah membandingkan hasil pemindaian citra resonansi magnetik fungsional (fMRI) 63 mahasiswa tahun pertama dalam studinya. Hasil penelitian ini telah diterbitkan di jurnal Psychological Science, 7 April 2023.
Pemindaian dilakukan saat para mahasiswa yang berusia 18-21 tahun tersebut melihat 14 video klip. Video berisi tema yang beragam, seperti video musik, pesta, dan acara olahraga, untuk memberikan gambaran analisis yang lengkap. Setelah itu, mereka melaporkan perasaan hubungan sosial mereka menggunakan UCLA Loneliness Scale. Instrumen ini dipakai untuk mengukur perasaan kesepian dan isolasi sosial secara subyektif.
Berdasarkan hasil pengisian ini, para peneliti kemudian membagi partisipan ke dalam dua kelompok. Satu kelompok berisi peserta yang merasa kesepian dan satu kelompok mereka yang tidak merasa kesepian.
Selain itu, di awal tahun akademik, mereka juga telah mengisi survei jejaring sosial yang mengidentifikasi siapa saja orang-orang yang belajar, makan, atau nongkrong bersama mereka selama beberapa bulan sebagai mahasiswa.
Berdasarkan citra fMRI, para peneliti menemukan bahwa aktivitas otak individu yang kesepian saat merespons peristiwa di sekitarnya sangat berbeda dengan mereka yang tidak kesepian, bahkan berbeda dengan individu lain yang juga merasakan kesepian.
Sebagai perbandingan, aktivitas otak individu yang tidak merasa kesepian sangat mirip satu sama lain. Artinya, mereka memiliki kesamaan dalam menginterpretasikan narasi dan pertemanan.
Individu yang kesepian menganggap diri mereka berbeda dari individu sebayanya yang dapat menyebabkan tantangan lebih lanjut dalam mencapai hubungan sosial.
”Orang yang kesepian memproses dunia secara istimewa, yang mungkin berkontribusi pada berkurangnya rasa dimengerti yang sering menyertai kesepian,” jelas para peneliti. Namun, ujar Baek, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan penyebab yang mendasari hasil ini.
Para peneliti mengamati bahwa individu dengan tingkat kesepian yang tinggi, terlepas dari berapa banyak teman atau hubungan sosial yang mereka miliki, lebih cenderung memiliki respons otak yang istimewa. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa dikelilingi oleh orang-orang yang melihat dunia secara berbeda dari diri sendiri dapat menjadi faktor risiko kesepian, bahkan jika seseorang bersosialisasi secara teratur dengan mereka sekalipun.
Beberapa waktu lalu, laporan terbaru dari Surgeon General, Amerika Serikat, menyatakan bahwa kesepian termasuk krisis kesehatan masyarakat. Pernyataan ini menanggapi terus meningkatnya kasus orang dewasa yang kesepian di AS. Sebelum pandemi Covid-19 sekalipun, sekitar separuh penduduk dewasa AS mengalami kesepian dalam level yang beragam.