Meningkatkan Produktivitas Padi di Sawah Tadah Hujan
Sawah tadah hujan masih memiliki beberapa kekurangan dibandingkan sawah irigasi. Penerapan teknologi Patbo Super dapat mengoptimalkan sawah tadah hujan dan meningkatkan produktivitas padi.
Sawah tadah hujan saat ini menjadi lumbung kedua setelah sawah irigasi dalam memproduksi pangan khususnya padi. Sawah tadah hujan perlu dikembangkan mengingat sekarang banyak sawah irigasi yang telah beralih fungsi.
Sawah tadah hujan merupakan jenis sawah yang sistem pengairannya sangat bergantung pada hujan dan tanpa bangunan irigasi permanen. Karena sangat bergantung pada hujan, hanya ada tiga pola tanam di lahan ini, yakni padi-padi, padi-palawija, dan padi-bera. Pola tanam untuk padi-padi kerap dilakukan di dekat aliran sungai.
Berdasarkan karakteristik biofisik, sawah tadah hujan masih memiliki kekurangan dibandingkan sawah irigasi. Beberapa adalah kandungan bahan organik dan tingkat kesuburan yang rendah, mikroorganisme kurang berkembang, produktivitas baru sekitar 4,8-5,7 ton per hektar, serta akumulasi fosfat atau pemupukan dalam tanah tinggi.
Hanya saja permasalahannya sejak 2020, penerapan teknologi ini stagnan atau tidak berkembang dan cenderung menurun serta hanya diterapkan beberapa petani.
Sawah tadah hujan memiliki potensi untuk dikembangkan karena hampir 50 persen produksi padi di Asia dihasilkan dari lahan ini. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016 mencatat, luas lahan sawah tadah hujan di Indonesia sekitar 2,05 juta hektar. Oleh karena itu, teknologi budidaya padi di sawah tadah hujan perlu dikembangkan.
Peneliti Pusat Riset Tanaman Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nana Sutrisna mengemukakan, pengembangan produktivitas padi dalam lahan pasang surut dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yakni meningkatkan luas areal panen dan produktivitas.
”Kunci dari teknologi tersebut adalah bagaimana mengondisikan tanah dalam keadaan aerob tetapi terkendali. Maksudnya adalah lahan kering tetapi air cukup untuk kebutuhan tanaman dan tidak membuat padi tergenang,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Inovasi Peningkatan Produktivitas Padi Spesifik Lokasi”, Selasa (27/6/2023).
Salah satu inovasi yang dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas padi di sawah tadah hujan adalah dengan menerapkan teknologi Patbo Super yang merupakan singkatan dari Padi Aerob Terkendali dengan penggunaan bahan organik. Sebelum melebur ke dalam BRIN, inovasi ini dikembangkan oleh peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
Nana menjelaskan, Patbo Super terinspirasi dari teknologi serupa (IPAT-BO) yang dikembangkan peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Namun, teknologi IPAT-BO direkomendasikan pada lahan sawah irigasi dengan tujuan intensifikasi. Keberhasilan IPAT-BO sangat bergantung pada sistem perakaran, keanekaragaman hayati dalam ekosistem tanah, dan pasokan nutrisi berimbang.
Baca juga: Kisah Sawah Tadah Hujan yang Mengangkat Kandar Jadi Desa Mandiri di Maluku
Kondisi tersebutlah yang memungkinkan IPAT-BO dapat dilakukan di lahan sawah tadah hujan dengan melakukan sejumlah perbaikan teknologi. Beberapa perbaikan itu meliputi pengaturan irigasi atau aerob terkendali, pemberian bahan organik dengan memanfaatkan jerami padi hasil panen sebelumnya, dan pemberian pupuk hayati.
Selain itu, perbaikan teknologi lainnya yang diperlukan di sawah tadah hujan adalah penggunaan varietas spesifik lokasi, modifikasi jarak tanam, dan pemberian pupuk anorganik sebagai sumber unsur hara makro dan mikro sesuai kebutuhan tanaman.
”Hasil penelitian menunjukkan, pada kondisi tanah yang aerob, pertumbuhan biji atau tanaman akan lebih cepat karena ada oksigen yang masuk dan air juga tersedia. Jadi, prinsipnya adalah bagaimana mengatur irigasi agar terjadi aerob, yakni udara masuk ke pori-pori tanah, tetapi air tetap tersedia untuk kebutuhan tanaman,” kata Nana.
Komponen utama
Pada intinya, Patbo Super adalah paket teknologi budidaya padi spesifik lahan sawah tadah hujan dengan basis manajemen air dan penggunaan bahan organik serta alat mesin pertanian. Tujuan dari penerapan teknologi ini adalah untuk meningkatkan produktivitas dan indeks pertanaman (IP) padi.
Komponen utama dalam teknologi ini ialah penggunaan varietas unggul baru (VUB) kelompok amfibi dan spesifik serta bahan organik dan pupuk hayati. Varietas unggul amfibi merupakan varietas yang adaptif pada kondisi banjir dan kekeringan, seperti Situ Patenggang, Situ Bagendit Limboto, Inpari 30-31, dan Inpago 8-9. Sementara jenis varietas unggul padi spesifik di antaranya Inpari 38, 39, dan 41 untuk jenis tadah hujan.
Kemudian komponen utama lainnya meliputi manajemen air, pengendalian gulma, dan penggunaan alat mesin pertanian untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja. Manajemen air dilakukan baik di tingkat makro maupun mikro sesuai kebutuhan tanaman.
Pengaturan air makro adalah dengan memanfaatkan sumber air dari sumur pantek, sungai, danau, maupun embung dengan seefisien mungkin. Sementara pengaturan air mikro dilakukan dengan memberikan air sesuai kebutuhan melalui pengairan basah kering.
Menurut Nana, pengendalian gulma dalam penerapan Patbo Super juga penting. Sebab, teknologi ini akan membuat kondisi aerob sehingga mempercepat pertumbuhan padi sekaligus gulma. Oleh karena itu, pengendalian harus dilakukan sebelum gulma tumbuh dengan herbisida pra tumbuh. Pengendalian juga dapat dilakukan secara mekanik menggunakan power weeder apabila masih terdapat gulma yang tumbuh saat penanaman.
”Meskipun tidak wajib, untuk komponen penunjang lainnya para petani bisa menerapkan sistem tanam jajar legowo. Kemarin kami melakukan dan ternyata sistem tanam jajar legowo bisa menghemat pupuk hingga 50 persen sehingga sangat meringankan petani,” tuturnya.
Hasil kajian
Teknologi Patbo Super yang dikembangkan sejak 2017 ini telah diterapkan di sejumlah daerah khususnya wilayah Jawa Barat, seperti Kabupaten Sumedang, Subang, dan Majalengka. Hasil kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa penerapan teknologi ini di Ujung Jaya, Sumedang, mampu meningkatkan produktivitas padi sebesar 33,5 persen.
Selain itu, penerapan teknologi Patbo Super di sawah tadah hujan juga dapat menghemat penggunaan pupuk dan meningkatkan efisien penggunaan air lebih dari 50 persen dan IP hingga 300. Di sisi lain, para petani telah memberikan persepsi yang positif terhadap keuntungan, kesesuaian, dan kemudahan lebih dari 70 persen. Sementara dari aspek finansial, penerapan teknologi ini juga dinilai petani cukup menguntungkan.
”Jadi, bisa dikatakan Patbo Super sangat tepat dilakukan di sawah tadah hujan. Hanya saja permasalahannya sejak 2020, penerapan teknologi ini stagnan atau tidak berkembang dan cenderung menurun serta hanya diterapkan beberapa petani. Ini perlu dilakukan kajian kembali oleh para peneliti dari aspek sosial maupun ekonomi,” ungkap Nana.
Baca juga: Produktivitas Padi Bukan Refleksi Teknologi
Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRINYudhistira Nugraha mengatakan, peningkatan produktivitas padi masih menjadi prioritas Pemerintah Indonesia. Sebab, padi atau beras merupakan bahan makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia. Di sisi lain, sampai sekarang harga beras premium di pasaran masih cenderung tinggi.
”Untuk mengatasi masalah ini tentunya dengan cara meningkatkan produksi melalui pendekatan teknologi. Mengingat Indonesia memiliki agroekosistem yang sangat beragam, maka diperlukan teknologi yang spesifik lokasi,” ucapnya.