Direktur UNFPA Natalia Kanem menyampaikan bahwa bidan berkontribusi besar untuk menekan angka kematian ibu dan bayi. Peningkatan kompetensi dan kualitas bidan pun sangat dibutuhkan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
Pada pertengahan Juni 2023, Direktur Eksekutif Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendanaan Kependudukan (UNFPA) Natalia Kanem hadir dalam Kongres Tiga Tahunan Konfederasi Bidan Internasional (ICM) yang ke-33 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Dalam acara tersebut ia bergabung bersama 2.500 bidan dari seluruh dunia dan sejumlah praktisi kesehatan untuk menyuarakan isu kesehatan ibu dan anak serta peningkatan peran bidan di masyarakat.
Menurut Kanem, bidan berperan penting untuk memastikan kesehatan ibu dan anak serta remaja perempuan. Bidan juga berkontribusi mencegah kematian ibu dan anak.
Di sela-sela kegiatan Natalia Kanem di Bali, Kompas pada Rabu (14/6/2023) berkesempatan melakukan wawancara eksklusif. Kanem mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi oleh Indonesia serta upaya yang harus dilakukan untuk mengoptimalkan peran bidan di masyarakat. Berikut kutipan wawancaranya:
Bagaimana Anda melihat situasi kebidanan di dunia? Apa saja peran bidan di masyarakat?
Bidan selalu menjadi pahlawan dalam setiap cerita. Ketika ada perempuan di perdesaan, perempuan dalam situasi sulit, serta perempuan dalam situasi kemanusiaan (humanitarian conditions), sebagian dari perempuan tersebut akan hamil, bahkan ada yang siap untuk melahirkan. Pada situasi itu, bidan menjadi bagian dari solusi untuk mengakhiri kematian selama kehamilan dan persalinan.
Di samping itu, bidan biasanya juga berasal dari daerah setempat. Dia mengerti budaya setempat, mengerti bagaimana meningkatkan kualitas hidup perempuan dan remaja perempuan. Bidan memiliki berbagai keterampilan terkait kesehatan seksual dan reproduksi. Bidan bisa memastikan kehidupan suatu keluarga bisa lebih baik.
Bidan pun memiliki efektivitas pembiayaan. Bidan berfokus pada pencegahan. Perspektif bidan untuk menjaga kesehatan masyarakat, memastikan ibu hamil sehat, serta berupaya mencegah komplikasi medis dalam kehamilan. Tentu itu tidak menutup peran bidan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut dan rumah sakit bersalin. Menurut saya, bidan merupakan advokat yang sangat baik untuk kesehatan perempuan dan anak. Jadi peran bidan sangat penting.
Apa tantangan yang dihadapi oleh kebidanan saat ini?
Saat ini komunitas kesehatan dunia, UNFPA, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan ICM, sedang mengupayakan untuk menggandakan jumlah bidang secara global. Jumlah bidan kini sekitar 1,9 juta bidan. Dunia masih kekurangan 900.000 bidan. Dengan mengatasi kekurangan itu, kita bisa mencegah dua pertiga kematian ibu dan bayi baru lahir. Artinya 4,3 juta nyawa per tahun bisa diselamatkan. Selain itu, kita juga perlu meningkatkan kapasitas dari bidan. Dukungan pendanaan, sarana dan prasarana, serta fasilitas dari layanan klinis untuk bidan juga masih menjadi tantangan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia adalah negara terbesar keempat di dunia. Indonesia juga merupakan negara kepulauan. Masalah transportasi pun menjadi tantangan yang dihadapi dalam pelayanan bidan di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Hal itu membuat intervensi di setiap wilayah menjadi berbeda-beda. Masalah kekerasan berbasis jender juga dihadapi oleh Indonesia. Itu juga yang dihadapi oleh dunia.
Kami sangat senang bahwa banyak ibu di Indonesia melahirkan di klinik atau di rumah sakit. Namun, kualitas dalam perawatan perlu ditingkatkan.
Apa saja upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi bidan di Indonesia?
Kami, UNFPA, bersama dengan Kementerian Kesehatan dan Ikatan Bidan Indonesia terus berupaya memperkuat kualitas pendidikan kebidanan dan menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Bersama dengan BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), kami juga berupaya untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kontrasepsi. Bidan memainkan peran penting dalam hal itu.
Pelatihan serta praktik klinis bagi bidan juga dilakukan. Di Indonesia, kami bersama IBI (Ikatan Bidan Indonesia) bekerja keras meningkatkan kualitas bidan. Kami berupaya untuk meningkatkan kurikulum dalam pendidikan serta meningkatkan kompetensi agar bidan bisa lebih percaya diri saat memberikan pelayanan di masyarakat. Dengan kompetensi yang dimiliki, bidan juga diharapkan bisa meningkatkan kualitas kesehatan seksual dan reproduksi, khususnya pada anak muda. Itu termasuk pada peningkatan edukasi pada kelompok muda.
Bagaimana pula Anda melihat peran dari anak muda dalam peningkatan kualitas kesehatan seksual dan reproduksi?
Anak muda, termasuk anak muda di Indonesia, merupakan aset yang sangat besar. Karena itu, generasi muda harus dibekali dengan informasi yang baik serta mendapatkan pendidikan yang baik, termasuk pendidikan mengenai penyakit menular seksual dan HIV. Hal tersebut sangat dibutuhkan agar mereka bisa terhindar dari itu.
Dengan edukasi yang baik, anak perempuan juga punya kesadaran untuk tidak hamil terlalu muda serta berani mengatakan tidak akan hal yang bisa menghambat pemenuhan haknya.
Akan tetapi, ada beberapa hal yang tidak pernah kita bicarakan pada anak muda sehingga mereka menjadi malu untuk bertanya dan justru mendapatkan informasi yang salah yang bisa berdampak buruk pada kesehatan mereka. UNFPA bersama BKKBN, IBI, dan Kementerian Kesehatan terus mendorong agar anak muda dapat memiliki pengetahuan yang benar, informasi yang baik, serta memasukkan kurikulum di sekolah mengenai kesehatan reproduksi dan seksual. Anak muda juga berperan penting sebagai pendidik sebaya.